Menag Janjikan Kepastian Hukum Untuk Penghulu

id Menag Janjikan Kepastian Hukum Untuk Penghulu,

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjanjikan kepastian hukum kepada penghulu.

"Alhamdulillah rancangan PP (Peraturan Pemerintah) sudah tuntas. Sejumlah menteri terkait sudah menyetujui, tinggal menteri keuangan mudah-mudahan dalam waktu dekat segera bisa menyetujui sehingga ke depan kita memiliki landasan hukum yang kuat agar penghulu diseluruh Indonesia yang kondisinya berbeda ini akan ada kepastian hukum," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam konferensi pers di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Selasa.

Konferensi pers tersebut dilaksanakan pasca pertemuan antara Menag Lukman Hakim Saifuddin yang ditemani dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Abdul Jamil dengan jajaran pimpinan KPK yaitu Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto.

"Sekarang terus terang saja, sejumlah penghulu merasa was-was karena bagaimana menerima yang bisa dikategorikan gratifikasi? Apakah pernikahan itu di KUA atau di luar KUA? Jadi kami sudah membuat aturannya," ungkap Lukman.

Ia mengaku bahwa Kemenag membuat klasifikasikan pembagian penghulu.

"Kami membuat semacam cluster, ada 5 kelompok karena memang kondisinya berbeda-beda, ada penghulu yang dalam 1 bulan bisa menikahkan puluhan hingga ratusan orang, tapi ada juga yang hanya belasan saja; belum lagi soal jarak. Di Pulau Jawa mungkin tidak masalah transportasi, tapi di pedalaman Kalimantan bagaimana?" tambah Lukman.

Dengan pengelompokkan penghulu tersebut, ia berharap tidak ada lagi para penghulu yang masuk dalam kategori penerima gratifikasi saat menjalankan tugas.

Berdasarkan UU No 20/2001 pasal 12B tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penerimaan honor, tanda terima kasih dan pengganti uang transportasi terkait pencatatan nikah merupakan gratifikasi yang harus dilaporkan kepada KPK.

Adanya penerimaan gratifikasi oleh penghulu salah satunya karena anggaran yang minim di Kantor Urusan Agama (KUA) yaitu hanya sekitar Rp2 juta per bulan sebagai anggaran operasaional.

Biaya tersebut digunakan untuk biaya rutin di KUA seperti honor penjaga kantor dan petugas kebersihan sekitar Rp100 ribu per bulan. Selain itu, hanya sebagian kecil KUA di Indonesia yang memiliki kendaraan dinas atau transportasi sejenis untuk penghulu menuju lokasi pernikahan.

Sehingga diperlukan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 47/2004 tentang tentang biaya administrasi pencatatan nikah dan cerai.

(D017/Z003)