OTT Dinkes Bartim salahi aturan, kata penasihat hukum dua ASN

id OTT dinkes,praperadilan polres bartim, dinkes bartim, polres bartim

OTT Dinkes Bartim salahi aturan, kata penasihat hukum dua ASN

Suasana sidang gugatan praperadilan oleh dua ASN Dinkes Bartim yang dipimpin hakim tunggal Roland P Samosir SH di PN Tamiang Layang, Jumat. (Foto Antara Kalteng/Habibullah)

Tamiang Layang (Antaranews Kalteng) - Penasehat Hukum (PH) dua aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Timur,  Kalimantan Tengah, Rendha Ardiansyah SH menyebutkan, aparat Polres Bartim yang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam operasi tangkap tangan pada Dinas Kesehatan setempat, merupakan tindakan hukum yang menyalahi aturan dan kewenangan.

"Sehubungan dengan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan itu yang tidak sah secara hukum, menyalahi aturan dan kewenangan," katanya Rendha Ardiansyah di Pengadilan Negeri (PN) Tamiang Layang, Jumat (25/5).

Dijelaskan Rendha, permohonan Praperadilan dimaksud menanyakan tindakan Polres Bartim yang dinilai telah menyalahi aturan dan tidak sah dalam hukum, dalam penetapan tersangka, pengeledahan dan penyitaan.

Dalam melaksanakan tugasnya, Polres Bartim melakukan penggeledahan dan penyitaan barang pribadi milik pemohon, tidak melakukan pembuatan berita acara serta tidak bisa menunjukkan surat dari pengadilan dalam melakukan penggeledahan.

Pelaksanaan tugasnya tidak sesuai dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan peraturan lainnya, dalam penyidik juga tidak sesuai dengaan KUHAP dan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor : 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.

Dalam penggeledahan yang dilakukaan juga tanpa didasari ijin ketua Pengadilan Negeri Tamiang Layang. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 33 ayat 1 KUHAP.

Pengeledahan juga tidak menghadirkan sanksi yang menyaksikan proses penggeledahan, hal ini merupakan pelanggaran hukum sebagaimana pasal 57 ayat 3 Perkap nomor 14 tahun 2012.

Berkaitan barang berupa uang negara yang bersumber dari APBN sebesar Rp1, 8 miliar yang disimpan oleh pihak Polres Bartim juga tidak sesuai. Harusnya disimpan di rekening Polres Bartim, tapi ini tidak dilakukan.

Rendha juga bingung dengan barang berupa uang dan dokumen serta barang milik pribadi kliennya disebut dengan istilah diamankan oleh penyidik. Sebab dalam penyidikan tidak ada.

"Harusnya disita. Kalau disita maka harus ada berita acara penyitaan. Ini tidak ada," katanya.

Kliennya juga merasa tidak nyaman dengan proses hukum yang tidak ada kepastian hukum. Sebab diwajibkan lapor dua kali sepekan.

Jika wajib lapor, maka ada proses penangguhkan baik sebagai saksi atau tersangka. Hingga saat ini tidak ada kejelasannya.

"Apakah sebagai saksi atau tersangka, ini seperti tidak ada kepastian hukumnya," katanya lagi.

Majelis hakim diminta mengadili dan memutus perkara praperadilan Aquo dengan mengabulkan praperadilan pemohon dan menyatakan pengeledahan, penyitaan dan penangkapan terhadap para pemohon praperadilan adalah tidak sah secara hukum.

Sidang perdana praperadilan terhadap Polres Bartim itu dipimpin hakim tunggal, Roland P Samosir SH dan hanya diikuti sedikit pengunjung. Roland mengharapkan jadwal sidang yang telah disepakati bisa berjalan lancar.

Dan pada sidang lanjutan yang akan digelar, Senin (28/05), dengan agenda jawaban termohon, kedua ASN Dinkes Bartim selaku pemohon bisa hadir.

Kapolres Bartim AKBP Wahid Kurniawan melalui Kasat Reskrim Andika Rama mengatakan, pihaknya siap menghadapi gugatan praperadilan.

"Praperadilan adalah hak seseorang. Kita akan bekerja secara profesional dan kita akan ikuti proses praperadilan ini. Dan intinya kita siap," kata Andika.