Fleksibilitas regulasi terkait pajak terutang percepat realisasi sertifikasi tanah

id Menteri Agraria Sofyan Djalil ,Pajak terutang percepat realisasi sertifikasi tanah ,Fleksibilitas Regulasi terkait pajak terutang percepat realisasi s

Fleksibilitas regulasi terkait pajak terutang percepat realisasi sertifikasi tanah

Menteri Agraria Sofyan Djalil. (Foto Antara)

Jakarta (Antaranews Kalteng) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan fleksibilitas regulasi seperti pajak terutang menjadi salah satu sebab percepatan realisasi program sertifikasi tanah kepada masyarakat.

"Kita buat aturan pajak terutang, tempel di sertifikat," katanya saat ditemui di Gedung Ali Wardhana, Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.

Sofyan mengatakan fleksibilitas regulasi ini dilakukan pemerintah karena selama ini pembuatan sertifikat tanah membutuhkan biaya cukup mahal, yang mencakup pajak dan biaya lain-lain, sehingga memberatkan masyarakat terutama yang tinggal di pendalaman.

"Selama ini, setiap pembuatan sertifikat harus membayar pajak dan BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan), sementara banyak sekali di desa-desa, orang punya tanah, tapi tidak punya uang. Kalau disuruh bayar, mereka lebih baik tidak buat sertifikat," katanya.

Untuk itu, relaksasi peraturan dalam bentuk pajak terutang yang bisa dibayarkan belakangan dilakukan agar pemerintah dapat lebih cepat menerbitkan sertifikat tanah untuk menjamin hak-hak masyarakat atas kepemilikan tanah.

Melalui upaya relaksasi peraturan, termasuk menggunakan teknologi maupun juru ukur swasta, realisasi program sertifikasi tanah yang selama ini bermanfaat memberikan kepastian hukum dapat lebih optimal, sehingga target sembilan juta sertifikat dapat terwujud pada 2019.

"Tahun lalu kita bisa kerja bagus, mudah-mudahan tahun ini juga. Kita punya target, seluruh tanah terdaftar di Republik ini pada 2025," ujar Sofyan.

Ia mengakui program sertifikasi tanah ini sedikit terlambat dibandingkan negara-negara lain yang sudah mempunyai kesadaran hukum atas pentingnya surat kepemilikan lahan maupun bangunan untuk mencegah terjadinya sengketa.

"Di Jepang dan Korea, seluruh tanah terdaftar lebih dari 100 tahun lalu. Di Taiwan juga pada tahun 1940-an, sehabis perang," katanya.

Oleh karena itu, meski tertinggal, program ini harus berlangsung karena sangat baik untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah di Indonesia.

"Kalau semua tanah sudah terdaftar, jadi tidak ada lagi mafia tanah, tidak ada lagi sengketa, semua ada kepastian hukum. Anda bisa lihat, tinggal klik saja, mau beli tanah di mana, siapa pemiliknya, berapa luasnya, siapa tetangganya," ujarnya.