Orang yang paling rentan terkena penyakit karena polusi udara
Jakarta (Antaranews Kalteng) - Anak-anak dan ibu hamil menjadi kelompok yang paling rentan pertama dan kedua terkena penyakit akibat polusi udara baik yang bersumber dari transportasi, emisi pabrik, maupun kebakaran hutan.
"Orang yang paling rentan terkena penyakit karena polusi nomor satu itu anak-anak, bisa meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Karena kalau terjadi iritasi, tenggorokan alami peradangan, infeksi, jadi ISPA, itu dampak akut yang paling sering muncul," kata Ketua Departemen Paru Fakultas Kedokteran UI RSUP Persahabatan DR dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K), FAPSR, FISR saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Dia mencontohkan kasus terjadinya ISPA dalam jumlah besar yang terjadi pada anak-anak saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di Riau beberapa tahun silam. Kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh polusi udara cukup tinggi pada populasi yang terpajan.
Selain anak-anak, ibu hamil menjadi kelompok paling rentan kedua terkena penyakit karena polusi udara. Selain polusi udara yang bersifat akut pada jangka pendek seperti ISPA, laringitis, faringitis dan lainnya, polutan yang masuk ke tubuh ibu hamil juga bisa memengaruhi kesehatan janin.
Sedangkan kelompok rentan ketiga terhadap polusi udara ialah orang-orang yang bekerja di luar ruangan.
"Beberapa penelitian kami di RS Persahabatan menunjukan orang-orang yang bekerja di daerah terkena polusi cenderung terjadi penurunan fungsi paru. Seperti penyapu jalan, polisi lalu lintas, petugas jalan tol, penjual koran, terlihat penurunan fungsi paru lebih cepat," kata Agus.
Agus yang juga merupakan Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut menerangkan bahwa polusi udara memiliki dampak jangka pendek atau akut dan jangka panjang atau kronik pada kesehatan.
Dampak akut ialah efek buruk terhadap kesehatan yang bisa dirasakan secara langsung oleh seseorang apabila terpajan udara dengan polutan tinggi.
Komponen polusi udara baik berupa gas maupun partikel sebagian besar bersifat iritasi atau iritatif, yang bisa mengiritasi mukosa di daerah hidung mata. Oleh karena itu keluhan yang sering timbul seperti mata berair dan gatal, mata merah, hidung gatal dan berair, sakit tenggorokan, berdahak dan menjadi batuk.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA merupakan kasus penyakit yang paling sering muncul apabila kadar polutan di udara sudah sangat buruk. Namun Agus menerangkan, bagi orang yang sebelumnya sudah punya penyakit dasar seperti asma dan penyakit jantung bisa menimbulkan sesak napas.
Sementara efek kronik atau jangka panjang baru bisa dirasakan keluhan penyakitnya bila sudah terpajan selama bertahun-tahun. Efek kronik akibat polusi udara terlihat dalam rentang waktu 10 tahun hingga 15 tahun tergantung lamanya waktu dan jumlah polusi yang terpajan pada seseorang.
Kasus paling banyak akibat pajanan polusi udara secara terus menerus ialah penurunan fungsi paru. Keluhan bisa berlanjut sehingga meningkatkan risiko terjadi asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan bila terus menerus berlanjut bahkan meningkatkan risiko terjadinya kanker seperti kanker paru.
"Orang yang paling rentan terkena penyakit karena polusi nomor satu itu anak-anak, bisa meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Karena kalau terjadi iritasi, tenggorokan alami peradangan, infeksi, jadi ISPA, itu dampak akut yang paling sering muncul," kata Ketua Departemen Paru Fakultas Kedokteran UI RSUP Persahabatan DR dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K), FAPSR, FISR saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Dia mencontohkan kasus terjadinya ISPA dalam jumlah besar yang terjadi pada anak-anak saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di Riau beberapa tahun silam. Kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh polusi udara cukup tinggi pada populasi yang terpajan.
Selain anak-anak, ibu hamil menjadi kelompok paling rentan kedua terkena penyakit karena polusi udara. Selain polusi udara yang bersifat akut pada jangka pendek seperti ISPA, laringitis, faringitis dan lainnya, polutan yang masuk ke tubuh ibu hamil juga bisa memengaruhi kesehatan janin.
Sedangkan kelompok rentan ketiga terhadap polusi udara ialah orang-orang yang bekerja di luar ruangan.
"Beberapa penelitian kami di RS Persahabatan menunjukan orang-orang yang bekerja di daerah terkena polusi cenderung terjadi penurunan fungsi paru. Seperti penyapu jalan, polisi lalu lintas, petugas jalan tol, penjual koran, terlihat penurunan fungsi paru lebih cepat," kata Agus.
Agus yang juga merupakan Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tersebut menerangkan bahwa polusi udara memiliki dampak jangka pendek atau akut dan jangka panjang atau kronik pada kesehatan.
Dampak akut ialah efek buruk terhadap kesehatan yang bisa dirasakan secara langsung oleh seseorang apabila terpajan udara dengan polutan tinggi.
Komponen polusi udara baik berupa gas maupun partikel sebagian besar bersifat iritasi atau iritatif, yang bisa mengiritasi mukosa di daerah hidung mata. Oleh karena itu keluhan yang sering timbul seperti mata berair dan gatal, mata merah, hidung gatal dan berair, sakit tenggorokan, berdahak dan menjadi batuk.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau ISPA merupakan kasus penyakit yang paling sering muncul apabila kadar polutan di udara sudah sangat buruk. Namun Agus menerangkan, bagi orang yang sebelumnya sudah punya penyakit dasar seperti asma dan penyakit jantung bisa menimbulkan sesak napas.
Sementara efek kronik atau jangka panjang baru bisa dirasakan keluhan penyakitnya bila sudah terpajan selama bertahun-tahun. Efek kronik akibat polusi udara terlihat dalam rentang waktu 10 tahun hingga 15 tahun tergantung lamanya waktu dan jumlah polusi yang terpajan pada seseorang.
Kasus paling banyak akibat pajanan polusi udara secara terus menerus ialah penurunan fungsi paru. Keluhan bisa berlanjut sehingga meningkatkan risiko terjadi asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan bila terus menerus berlanjut bahkan meningkatkan risiko terjadinya kanker seperti kanker paru.