Abrasi terus mengikis Pantai Ujung Pandaran, objek wisata religi terancam

id Abrasi terus mengikis Pantai Ujung Pandaran, objek wisata religi terancam,Wisata,Kotim,Kotawaringin Timur,Sampit

Abrasi terus mengikis Pantai Ujung Pandaran, objek wisata religi terancam

Objek wisata religi di Pantai Ujung Pandaran berupa kubah seorang ulama, kini aksesnya terancam akibat abrasi yang terus melanda pantai itu. (Foto BPBD Kotim)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Abrasi akibat kuatnya gelombang laut terus mengikis sebagian kawasan Pantai Ujung Pandaran sehingga mengancam kondisi objek wisata tersebut, termasuk akses menuju sebuah makam yang selama ini menjadi objek wisata religi di pantai itu.

"Kini jalan menuju kubah terputus saat air pasang dan terus meluas akibat abrasi. Hanya kendaraan roda empat yang bisa lewat, sedangkan kendaraan roda dua tidak bisa. Alternatifnya, peziarah harus menyewa kelotok untuk menyisir pantai hingga ke kubah," kata Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotawaringin Timur, Agus Mulyadi di Sampit, Selasa.

Pantai Ujung Pandaran terletak di Desa Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit yang berjarak sekitar 85 kilometer di Selatan dari pusat Kota Sampit Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur. Pantai ini menjadi objek wisata unggulan daerah.

Selain keindahan panorama alamnya, di pantai yang menghadap Laut Jawa itu juga terdapat objek wisata religi. Di timur pantai tersebut terdapat sebuah kubah atau makam ulama bernama Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjary.

Ulama tersebut merupakan buyut dari ulama terkenal di Kalimantan Selatan yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary atau lebih dikenal dengan sebutan Datu Kelampayan, yang terkenal dengan kitab karangannya berjudul Sabilal Muhtadin yang hingga kini banyak digunakan di sejumlah negara.

Peziarah yang datang biasanya tidak hanya dari berbagai daerah di Kalimantan Tengah, tetapi juga dari provinsi tetangga yaitu Kalimantan Selatan. Namun dengan abrasi yang terus terjadi, dikhawatirkan membuat peziarah menjadi tidak nyaman.

Saat laut pasang dan jalan terputus, peziarah harus menggunakan kelotok yang bisa disewa dari warga setempat. Dulunya, peziarah bisa datang kapanpun karena jalan menuju kubah bisa dilalui dengan mudah, termasuk oleh pengendara roda dua.

"Perbandingan kami pada 10 Juni 2018 lalu jalan yang terputus hanya sekitar 60 meter, tapi sekarang ini diperkirakan sudah mencapai 100 meter. Saat pasang, air cukup dalam sehingga tidak bisa lagi dilewati kendaraan roda dua," jelas Agus.

Agus mengakui, belum semua titik di objek wisata pantai itu yang dipasangi tanggul pemecah gelombang maupun sabuk pantai. Akibatnya, abrasi masih melanda, khususnya di titik-titik yang belum terlindungi tersebut.

Pemerintah daerah berharap pemerintah pusat dan pemerintah provinsi merealisasikan janji untuk membantu penanganan abrasi Pantai Ujung Pandaran. Jika berlarut-larut dikhawatirkan dampak abrasi akan semakin parah.

Beberapa tahun terakhir, puluhan rumah warga yang terletak di pantai terpaksa dibongkar karena tanahnya ambles tergerus abrasi. Pemerintah pusat kemudian membangun 88 unit rumah di lokasi yang jauh dari pantai untuk warga yang menjadi korban abrasi.