Pemprov optimistis pernikahan usia anak bisa dihapuskan di Kalteng
Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah optimistis, secara bertahap mampu menekan hingga menghapuskan pernikahan usia anak di seluruh wilayahnya, baik di perkotaan maupun pelosok perdesaan.
"Guna mewujudkannya, gubernur sudah mengeluarkan surat edaran tentang pencegahan atau penghapusan perkawinan usia anak di Kalteng," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dr Rian Tangkudung di Palangka Raya, Senin.
Terbitnya surat edaran itu, didasari hasil survei sosial ekonomi pada Maret 2017 bahwa Kalteng menempati urutan kedua prevelansi tertinggi pernikahan usia anak dengan 41,59 persen, setelah Kalimantan Selatan dengan 45 persen.
Adapun tiga kabupaten tertinggi di Kalteng terkait hal itu, meliputi Sukamara dengan 50 persen, Lamandau 49,99 persen serta Barito Selatan 49,57 persen. Untuk itu dalam penanganannya, tiga daerah itu mendapat perhatian khusus dari pemprov.
Rian menjelaskan, surat edaran gubernur itu kemudian ditindaklanjuti masing-masing pemkab dan pemkot melalui organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi, dengan mengambil langkah-langkah strategis, guna mengurangi hingga menghapuskan pernikahan usia anak.
"Langkah-langkah strategis itu salah satunya adalah menerbitkan peraturan daerah atau bupati dan walikota tentang penghapusan perkawinan usia anak," jelasnya kepada Antara Kalteng.
Kemudian menggiatkan kampanye maupun sosialisasi tentang pendewasaan usia perkawinan kepada masyarakat secara langsung maupun media massa serta media sosial, yaitu laki-laki minimal umur 25 tahun dan perempuan minimal umur 21 tahun.
Melakukan tindakan serupa lainnya, dengan pemasangan spanduk, baliho, poster atau sejenisnya di tempat umum tentang larangan perkawinan usia anak atau imbauan untuk pendewasaan usia perkawinan.
Selanjutnya adalah memberikan informasi, advokasi serta edukasi kepada para penghulu, pendeta dan tokoh adat agar tidak memberikan izin atau menunda pernikahan di usia anak, yaitu minimal sampai mereka berusia 18 tahun.
"Untuk menghapuskan pernikahan usia anak di Kalteng harus melalui sejumlah tahapan dan waktu. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dukungan dan kerja sama dari semua pihak, untuk mencegah perkawinan usia anak kembali terjadi," papar Rian.
"Guna mewujudkannya, gubernur sudah mengeluarkan surat edaran tentang pencegahan atau penghapusan perkawinan usia anak di Kalteng," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dr Rian Tangkudung di Palangka Raya, Senin.
Terbitnya surat edaran itu, didasari hasil survei sosial ekonomi pada Maret 2017 bahwa Kalteng menempati urutan kedua prevelansi tertinggi pernikahan usia anak dengan 41,59 persen, setelah Kalimantan Selatan dengan 45 persen.
Adapun tiga kabupaten tertinggi di Kalteng terkait hal itu, meliputi Sukamara dengan 50 persen, Lamandau 49,99 persen serta Barito Selatan 49,57 persen. Untuk itu dalam penanganannya, tiga daerah itu mendapat perhatian khusus dari pemprov.
Rian menjelaskan, surat edaran gubernur itu kemudian ditindaklanjuti masing-masing pemkab dan pemkot melalui organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi, dengan mengambil langkah-langkah strategis, guna mengurangi hingga menghapuskan pernikahan usia anak.
"Langkah-langkah strategis itu salah satunya adalah menerbitkan peraturan daerah atau bupati dan walikota tentang penghapusan perkawinan usia anak," jelasnya kepada Antara Kalteng.
Kemudian menggiatkan kampanye maupun sosialisasi tentang pendewasaan usia perkawinan kepada masyarakat secara langsung maupun media massa serta media sosial, yaitu laki-laki minimal umur 25 tahun dan perempuan minimal umur 21 tahun.
Melakukan tindakan serupa lainnya, dengan pemasangan spanduk, baliho, poster atau sejenisnya di tempat umum tentang larangan perkawinan usia anak atau imbauan untuk pendewasaan usia perkawinan.
Selanjutnya adalah memberikan informasi, advokasi serta edukasi kepada para penghulu, pendeta dan tokoh adat agar tidak memberikan izin atau menunda pernikahan di usia anak, yaitu minimal sampai mereka berusia 18 tahun.
"Untuk menghapuskan pernikahan usia anak di Kalteng harus melalui sejumlah tahapan dan waktu. Selain itu yang tidak kalah penting adalah dukungan dan kerja sama dari semua pihak, untuk mencegah perkawinan usia anak kembali terjadi," papar Rian.