PBS di Kalteng jangan sewenang-wenang jika tak ingin izinnya dicabut
Palangka Raya (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran mengingatkan seluruh investor perusahaan besar swasta di bidang perkebunan, pertambangan dan kehutanan yang ada di provinsi ini, jangan sewenang-wenang terhadap masyarakat maupun aturan.
Peringatan tersebut disampaikan Gubernur saat bertemu dan menerima sejumlah kasus konflik PBS dengan masyarakat yang sedang ditangani Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, di Palangka Raya, Jumat.
"Kasus-kasus itu harus segera diselesaikan. Saya ingatkan, jangan sampai pemerintah mengambil tindakan tegas dalam menyelesaikannya," ucapnya.
Adapun kasus yang diterima dan ditangani Walhi Kalteng yakni konflik lahan antara masyarakat dan PBS perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kapuas, Seruyan dan Katingan. Dan, satu kasus berkaitan dengan PBS pertambangan di Kabupaten Barito Timur.
Orang nomor satu di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila itu mengatakan, apabila PBS tidak bisa menyelesaikan secara baik-baik, pemerintah provinsi akan mengambil tindakan tegas berupa melaporkan ke pemerintah pusat agar diproses hukum dan dicabut izinnya.
"Saya sudah berkomunikasi dengan bupati setempat agar menyelesaikan berbagai kasus tersebut. Jangan sampai saya yang langsung turun tangan menyelesaikannya," kata tegas Sugianto.
Baca juga: Ini salah satu akar masalah konflik agraria antara perusahaan dan warga
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Kalteng harus memiliki komitmen menyelesaikan konflik antara PBS dan masyarakat. Apalagi, sejumlah kasus yang telah diserahkan kepada Gubernur Kalteng, hendaknya segera diselesaikan.
"Kami kan sudah membuat kronologis kasus dan analisisnya. Jadi, pemerintah terbantu dalam menyelesaikannya. Tinggal menunggu komitmen dari pemerintah saja sekarang ini," kata Dimas.
Menurut dia konflik PBS dengan masyarakat di Kalteng ini tersebut bermacam-macam. Mulai dari lahan yang telah diolah masyarakat diambil perusahaan tanpa adanya ganti rugi atau bentuk pertanggung jawaban lainnya, dan berbagai permasalahan lainnya. Sementara untuk di pertambangan, ada PBS melakukan antivitas di areal sungai, sehingga dianggap mengancam lingkungan.
"Tuntutannya dari masyarat juga macam-macam, ada yang minta ganti rugi dan soal plasma juga mereka tagih. Ini sebetulnya yang harus diselesaikan pemerintah karena menyangkut masyarakat sendiri," demikian Dimas.
Baca juga: Hindari sengketa, masyarakat di Gumas diingatkan mengurus legalitas lahan
Peringatan tersebut disampaikan Gubernur saat bertemu dan menerima sejumlah kasus konflik PBS dengan masyarakat yang sedang ditangani Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, di Palangka Raya, Jumat.
"Kasus-kasus itu harus segera diselesaikan. Saya ingatkan, jangan sampai pemerintah mengambil tindakan tegas dalam menyelesaikannya," ucapnya.
Adapun kasus yang diterima dan ditangani Walhi Kalteng yakni konflik lahan antara masyarakat dan PBS perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kapuas, Seruyan dan Katingan. Dan, satu kasus berkaitan dengan PBS pertambangan di Kabupaten Barito Timur.
Orang nomor satu di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila itu mengatakan, apabila PBS tidak bisa menyelesaikan secara baik-baik, pemerintah provinsi akan mengambil tindakan tegas berupa melaporkan ke pemerintah pusat agar diproses hukum dan dicabut izinnya.
"Saya sudah berkomunikasi dengan bupati setempat agar menyelesaikan berbagai kasus tersebut. Jangan sampai saya yang langsung turun tangan menyelesaikannya," kata tegas Sugianto.
Baca juga: Ini salah satu akar masalah konflik agraria antara perusahaan dan warga
Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Kalteng harus memiliki komitmen menyelesaikan konflik antara PBS dan masyarakat. Apalagi, sejumlah kasus yang telah diserahkan kepada Gubernur Kalteng, hendaknya segera diselesaikan.
"Kami kan sudah membuat kronologis kasus dan analisisnya. Jadi, pemerintah terbantu dalam menyelesaikannya. Tinggal menunggu komitmen dari pemerintah saja sekarang ini," kata Dimas.
Menurut dia konflik PBS dengan masyarakat di Kalteng ini tersebut bermacam-macam. Mulai dari lahan yang telah diolah masyarakat diambil perusahaan tanpa adanya ganti rugi atau bentuk pertanggung jawaban lainnya, dan berbagai permasalahan lainnya. Sementara untuk di pertambangan, ada PBS melakukan antivitas di areal sungai, sehingga dianggap mengancam lingkungan.
"Tuntutannya dari masyarat juga macam-macam, ada yang minta ganti rugi dan soal plasma juga mereka tagih. Ini sebetulnya yang harus diselesaikan pemerintah karena menyangkut masyarakat sendiri," demikian Dimas.
Baca juga: Hindari sengketa, masyarakat di Gumas diingatkan mengurus legalitas lahan