Pernyataan PA 212 terkait NKRI Syariah
Jakarta (ANTARA) - Ketua PA 212, Haikal Hassan menjelaskan rumusan NKRI syariah yang tertuang dalam Ijtima Ulama IV hanya istilah, Pancasila dan UUD 1945 tetap sebagai dasar negara yang sah.
"Itu cuma istilah. Jangan jadi mentang-mentang NKRI bersyariah terus Pancasila hilang gitu, ya enggak. UUD 45 ilang? Ya enggaklah," kata Haikal usai menghadiri acara silaturahim dan dialog tokoh bangsa tentang Pancasila di Jakarta, Senin.
Butir 3.6 dalam Ijtima Ulama IV berisi kalimat "Mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi".
Menurut Haikal, arti NKRI syariah yang dimaksudkan adalah tetap taat pada Allah SWT dengan tetap menjadi bangsa Indonesia.
"Itu istilah mbok ya kita itu taat pada Allah SWT. Tetep jadi bangsa Indonesia, tapi taat pada syariah Allah SWT, betul?" ucapnya.
Menurut dia, NKRI sudah bersyariah hal ini ditunjukkan adanya lembaga syariah, peraturan syariah, dan lainnya.
"NKRI bersyariah, iya dong, masak enggak bersyariah. Apa kamu enggak merasakan, hari ini kita sudah bersyariah. Ada bank syariah, ada pembiayaan syariah, pernikahan juga cara syariah," tuturnya.
Ketika ditanya apakah istilah NKRI bersyariah bertentangan dengan Pancasila, dengan tegas ia menjawab tidak.
"Enggak ada dong. Enggak ada bertentangan," ujar Haikal.
Saat ditanya soal arti jaga jarak dalam butir pertama rumusan Ijtima Ulama IV apakah berarti tidak mengakui pemerintahan saat ini, Haikal menjelaskan arti kata jaga jarak sebagai kata oposisi bukan tidak mengakui pemerintahan saat ini.
"Bukan tidak mengakui, jangan salah. Coba baca ulang kalimatnya, menjaga jarak. Kenapa jaga jarak, karena kita tetap milih oposisi. Tolong jaga jarak diartikan sebagai oposisi," katanya.
Adapun isi butir pertama Ijtima Ulama IV yakni "Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut".
Menurut Haikal, menjaga jarak dalam butir pertama rumusan Ijtima Ulama IV bisa juga diartikan memantau.
"Kalau ada di dalam enggak bisa. Terjemahannya itu, bukan tidak mengakui, kalo tidak mengakui bagaimana kita merdeka, masa kita bisa berdiri sendiri, bukan begitu," kata Haikal.
Selain Haikal, acara Silaturahii dan Dialog tokoh bangsa dan tokoh agama yang digelar Kemhan RI dan Forum Rekat Anak Bangsa, juga dihadiri oleh Wakil Presiden Ke-6 RI Try Sutrisno, Rachmawati Soekarnoputri, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid (Gus Solah) serta sejumlah ulama dan para pejabat Kemhan.
Sebelumnya, Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Sholahudin Wahid atau Gus Solah mengatakan tidak perlu ada istilah NKRI bersyariah karena syariat Islam tetap jalan di Indonesia.
"Syariat Islam jalan kok di Indonesia tanpa rumusan NKRI bersyariah. Tanpa istilah syariah, syariat Islam jalan jadi tidak perlu ada istilah itu," kata Gus Solah.
"Itu cuma istilah. Jangan jadi mentang-mentang NKRI bersyariah terus Pancasila hilang gitu, ya enggak. UUD 45 ilang? Ya enggaklah," kata Haikal usai menghadiri acara silaturahim dan dialog tokoh bangsa tentang Pancasila di Jakarta, Senin.
Butir 3.6 dalam Ijtima Ulama IV berisi kalimat "Mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi".
Menurut Haikal, arti NKRI syariah yang dimaksudkan adalah tetap taat pada Allah SWT dengan tetap menjadi bangsa Indonesia.
"Itu istilah mbok ya kita itu taat pada Allah SWT. Tetep jadi bangsa Indonesia, tapi taat pada syariah Allah SWT, betul?" ucapnya.
Menurut dia, NKRI sudah bersyariah hal ini ditunjukkan adanya lembaga syariah, peraturan syariah, dan lainnya.
"NKRI bersyariah, iya dong, masak enggak bersyariah. Apa kamu enggak merasakan, hari ini kita sudah bersyariah. Ada bank syariah, ada pembiayaan syariah, pernikahan juga cara syariah," tuturnya.
Ketika ditanya apakah istilah NKRI bersyariah bertentangan dengan Pancasila, dengan tegas ia menjawab tidak.
"Enggak ada dong. Enggak ada bertentangan," ujar Haikal.
Saat ditanya soal arti jaga jarak dalam butir pertama rumusan Ijtima Ulama IV apakah berarti tidak mengakui pemerintahan saat ini, Haikal menjelaskan arti kata jaga jarak sebagai kata oposisi bukan tidak mengakui pemerintahan saat ini.
"Bukan tidak mengakui, jangan salah. Coba baca ulang kalimatnya, menjaga jarak. Kenapa jaga jarak, karena kita tetap milih oposisi. Tolong jaga jarak diartikan sebagai oposisi," katanya.
Adapun isi butir pertama Ijtima Ulama IV yakni "Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut".
Menurut Haikal, menjaga jarak dalam butir pertama rumusan Ijtima Ulama IV bisa juga diartikan memantau.
"Kalau ada di dalam enggak bisa. Terjemahannya itu, bukan tidak mengakui, kalo tidak mengakui bagaimana kita merdeka, masa kita bisa berdiri sendiri, bukan begitu," kata Haikal.
Selain Haikal, acara Silaturahii dan Dialog tokoh bangsa dan tokoh agama yang digelar Kemhan RI dan Forum Rekat Anak Bangsa, juga dihadiri oleh Wakil Presiden Ke-6 RI Try Sutrisno, Rachmawati Soekarnoputri, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid (Gus Solah) serta sejumlah ulama dan para pejabat Kemhan.
Sebelumnya, Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Sholahudin Wahid atau Gus Solah mengatakan tidak perlu ada istilah NKRI bersyariah karena syariat Islam tetap jalan di Indonesia.
"Syariat Islam jalan kok di Indonesia tanpa rumusan NKRI bersyariah. Tanpa istilah syariah, syariat Islam jalan jadi tidak perlu ada istilah itu," kata Gus Solah.