KPK jelaskan kronologis kasus suap Imam Nahrawi yang mencapai Rp26,5 miliar

id Imam Nahrawi,KPK,Taufik Hidayat,Kasus Suap Menpora,kasus suap Imam Nahrawi

KPK jelaskan kronologis kasus suap Imam Nahrawi yang mencapai Rp26,5 miliar

Mantan Menpora Imam Nahrawi, tersangka kasus suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - KPK menjelaskan kronologis penerimaan sejumlah uang kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang berjumlah total Rp26,5 miliar.

Penerimaan uang tersebut termasuk yang didapat melalui peraih medali emas Olimpiade cabang bulu tangkis Taufik Hidayat untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh adik Imam, Syamsul Arifin.

"Bahwa termohon memperoleh sejumlah data dan informasi yang dapat menerangkan adanya serangkaian peristiwa penerimaan sejumlah uang kepada saudara Imam Nahrawi atau pemohon selaku Menpora melalui saudara Miftahul Ulum dengan rincian sebagai berikut," kata tim Biro Hukum KPK Natalia Kristanto saat membacakan jawaban atas permohonan praperadilan Imam Nahrawi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

Baca juga: Istri Imam Nahrawi dipanggil KPK

Baca juga: Taufik Hidayat dipanggil KPK terkait kasus Kemenpora


Dari staf pribadinya Miftahul Ulum, Imam Nahrawi mendapatkan uang dengan rincian:

1. Pada 2018 menerima total Rp11,5 miliar dari Sekjen Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy yang merupakan "commitment fee" atas proses pengurusan sampai dengan pencairan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora pada tahun anggaran 2018.

2. Pada 6 Agustus 2017 mendapat sejumlah Rp400 juta dari Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen Chandra Bhakti dan Bendahara Supriyono sebagai "honor" selaku Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima di luar nilai kewajaran sebagaimana tercantum dalam Standar Biaya Umum (SBU) yang diatur oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

3. Pada akhir 2017, Imam mendapat sekitar Rp1,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy

4. Pada akhir 2017, Imam mendapat sekitar Rp1 miliar dari Satlak Prima yang diambil oleh Miftahul Ulum di rumah Taufik Hidayat

5.Pada 6 Agustus 2015, sejumlah Rp300 juta dari Alfitra Salamm atas permintaan Miftahul Ulum untuk kepentingan Imam Nahrawi pada acara Muktamar salah satu Ormas keagamaan.

Baca juga: Pernyataan Imam Nahrawi saat di tahan KPK

Baca juga: Imam Nahrawi diperiksa sebagai tersangka


"Bahwa penerimaan uang-uang tersebut diterima oleh Miftahul Ulum yang berdasarkan bukti-bukti yang ada (saksi-saksi, dokumen, dan alat bukti lain yang disimpan secara elektronik), Miftahul Ulum adalah representasi dari Imam Nahrawi," tambah tim biro hukum KPK.

Selain penerimaan tersebut, terdapat juga permintaan sejumlah uang oleh Imam Nahrawi selaku Menpora yang rinciannya adalah:

1. Sekitar November 2018, sejumlah Rp7 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy melalui bendahara KONI Lina Nurhasanah untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh adik Imam, Syamsul Arifin yang penanganannya dilakukan di salah satu instansi penegak hukum.

2. Pada 12 Januari 2017, Imam menerima sebesar Rp800 juta melalui Taufik Hidayat untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin yang penanganannya dilakukan di salah satu instansi penegak hukum.

3. Pada 2016, Imam total memperoleh Rp4 miliar dengan rincian Rp2 miliar diterima melalui salah seorang PNS Kemenpora untuk disetorkan ke kas negara sebagai penggantian kerugian keuangan negara terkait pemeriksaan BPK dan pada sekitar November 2016, mendapat Rp2 miliar melalui Reiki Mamesah untuk memuluskan pengajuan anggaran Olympic Center di APBN-P 2016.

Baca juga: Menpora, asisten pribadi dan staf protokoler diam-diam lakukan permufakatan jahat

Baca juga: Taufik Hidayat diperiksa KPK


Imam Nahrawi menjadi tersangka kasus dugaan suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.

Atas penetapannya sebagai tersangka, Imam mengajukan praperadilan pada 8 Oktober 2019. Sidang praperadilan tersebut dipimpin oleh hakim tunggal Elfian di pengadilan negeri Jakarta Selatan.