Pengembangan budidaya perikanan di pesisir Kotim terkendala benih dan tambak
Sampit (ANTARA) - Nelayan di kawasan pesisir Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah antusias mengembangkan budidaya perikanan untuk meningkatkan penghasilan mereka, namun masih dihadapkan pada beberapa kendala.
"Potensi perikanannya sangat besar, tapi nelayan membutuhkan bantuan untuk mengembangkannya. Nelayan meminta bantuan benih ikan dan pembuatan pintu air tambak," kata Ketua Komisi II DPRD Kotawaringin Timur Hj Darmawati di Sampit, Senin.
Politisi perempuan Partai Golkar itu banyak mendapat aspirasi dari nelayan Kotawaringin Timur. Beberapa hari terakhir, dia melaksanakan reses perorangan di daerah pemilihannya yang meliputi daerah pemilihan 3 yaitu Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut.
Senin pagi, Darmawati berkunjung ke Desa Satiruk Kecamatan Pulau Hanaut. Desa ini berada di pesisir ujung wilayah Kotawaringin Timur yang menghadap laut Jawa. Kecamatan Pulau Hanaut masih terisolasi jalan darat dari pusat kota Sampit karena dipisahkan Sungai Mentaya.
Untuk mencapai Desa Satiruk, dibutuhkan perjalanan sungai menuju muara laut menggunakan perahu motor kecil dengan waktu tempuh lebih dari satu jam dari dermaga Pasar Samuda Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.
Perjalanan menuju Desa Satiruk cukup berisiko jika sedang terjadi gelombang tinggi. Namun kondisi itulah yang harus dilalui warga karena akses jalan darat antar desa masih terbatas.
Nelayan setempat mengembangkan budidaya perikanan untuk menambah penghasilan, selain hasil dari perikanan tangkap di laut. Budidaya perikanan menggunakan tambak juga menjadi solusi agar tetap mendapat penghasilan ketika nelayan tidak bisa melaut ketika cuaca laut sedang buruk dan gelombang tinggi.
"Masyarakat sangat berharap pemerintah daerah membantu pengadaan benih dan pembuatan tambak dan fasilitasnya. Kalau ini bisa dibantu, maka produksi ikan di sana bisa meningkat dan penghasilan nelayan juga terus meningkat," kata Darmawati.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Desa Satiruk Asra mengatakan, potensi budidaya perikanan dengan sistem tambak, cukup besar untuk dikembangkan menjadi usaha andalan baru.
Baca juga: Kepala Kemenag Kotim mendaftar bakal calon wakil bupati
Baca juga: Usulan peningkatan infrastruktur masih mendominasi aspirasi warga Sampit
Potensi lahannya masih sangat luas tapi masyarakat kami terkendala modal. Saking antusiasnya, warga sampai patungan dana menyewa ekskavator untuk mengeruk tanah membuat tambak.
Sekitar 80 persen penduduk Desa Satiruk berprofesi sebagai nelayan tradisional atau menggantungkan hidup dari sektor perikanan. Budidaya perikanan dinilai sangat prospektif untuk menopang peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Saat ini beberapa warga mulai mencoba usaha budidaya perikanan seperti udang, bandeng dan lainnya menggunakan tambak memanfaatkan lahan yang masih luas tersedia. Hasilnya cukup menggembirakan sehingga makin banyak warga yang tertarik, namun mereka terkendala modal.
Asra menyebutkan, saat ini sudah ada sekitar 40 hektare tambak ikan di desanya. Namun, sebagian merupakan milik pemodal dari luar desa karena warga Desa Satiruk kesulitan dalam permodalan.
Baca juga: Banyak ikan mati, DPRD Kotim desak selidiki dugaan pencemaran sungai
Baca juga: Warga keluhkan dampak buruk meningkatnya aktivitas tongkang di Sungai Cempaga
"Potensi perikanannya sangat besar, tapi nelayan membutuhkan bantuan untuk mengembangkannya. Nelayan meminta bantuan benih ikan dan pembuatan pintu air tambak," kata Ketua Komisi II DPRD Kotawaringin Timur Hj Darmawati di Sampit, Senin.
Politisi perempuan Partai Golkar itu banyak mendapat aspirasi dari nelayan Kotawaringin Timur. Beberapa hari terakhir, dia melaksanakan reses perorangan di daerah pemilihannya yang meliputi daerah pemilihan 3 yaitu Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut.
Senin pagi, Darmawati berkunjung ke Desa Satiruk Kecamatan Pulau Hanaut. Desa ini berada di pesisir ujung wilayah Kotawaringin Timur yang menghadap laut Jawa. Kecamatan Pulau Hanaut masih terisolasi jalan darat dari pusat kota Sampit karena dipisahkan Sungai Mentaya.
Untuk mencapai Desa Satiruk, dibutuhkan perjalanan sungai menuju muara laut menggunakan perahu motor kecil dengan waktu tempuh lebih dari satu jam dari dermaga Pasar Samuda Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.
Perjalanan menuju Desa Satiruk cukup berisiko jika sedang terjadi gelombang tinggi. Namun kondisi itulah yang harus dilalui warga karena akses jalan darat antar desa masih terbatas.
Nelayan setempat mengembangkan budidaya perikanan untuk menambah penghasilan, selain hasil dari perikanan tangkap di laut. Budidaya perikanan menggunakan tambak juga menjadi solusi agar tetap mendapat penghasilan ketika nelayan tidak bisa melaut ketika cuaca laut sedang buruk dan gelombang tinggi.
"Masyarakat sangat berharap pemerintah daerah membantu pengadaan benih dan pembuatan tambak dan fasilitasnya. Kalau ini bisa dibantu, maka produksi ikan di sana bisa meningkat dan penghasilan nelayan juga terus meningkat," kata Darmawati.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Desa Satiruk Asra mengatakan, potensi budidaya perikanan dengan sistem tambak, cukup besar untuk dikembangkan menjadi usaha andalan baru.
Baca juga: Kepala Kemenag Kotim mendaftar bakal calon wakil bupati
Baca juga: Usulan peningkatan infrastruktur masih mendominasi aspirasi warga Sampit
Potensi lahannya masih sangat luas tapi masyarakat kami terkendala modal. Saking antusiasnya, warga sampai patungan dana menyewa ekskavator untuk mengeruk tanah membuat tambak.
Sekitar 80 persen penduduk Desa Satiruk berprofesi sebagai nelayan tradisional atau menggantungkan hidup dari sektor perikanan. Budidaya perikanan dinilai sangat prospektif untuk menopang peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Saat ini beberapa warga mulai mencoba usaha budidaya perikanan seperti udang, bandeng dan lainnya menggunakan tambak memanfaatkan lahan yang masih luas tersedia. Hasilnya cukup menggembirakan sehingga makin banyak warga yang tertarik, namun mereka terkendala modal.
Asra menyebutkan, saat ini sudah ada sekitar 40 hektare tambak ikan di desanya. Namun, sebagian merupakan milik pemodal dari luar desa karena warga Desa Satiruk kesulitan dalam permodalan.
Baca juga: Banyak ikan mati, DPRD Kotim desak selidiki dugaan pencemaran sungai
Baca juga: Warga keluhkan dampak buruk meningkatnya aktivitas tongkang di Sungai Cempaga