DPRD Kalteng segera bertemu dengan Solidaritas Peladang Tradisional
Palangka Raya (ANTARA) - Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tantan menyatakan, pihaknya siap memenuhi permintaan Solidaritas Peladang Tradisional yang ingin bertemu dan berdialogi dengan anggota dan pimpinan DPRD Kalteng.
Rencananya pertemuan tersebut diagendakan pada tanggal 16 Desember 2019, kata Tantang kepada media usai menerima dan berdialog dengan Solidaritas Peladang Trasional Kalteng yang melaksanakan aksi damai di depan gedung DPRD Kalteng, Senin.
"Kalau sekarang kan tidak bisa bertemu dan berdialog, karena pimpinan dan anggota DPRD Kalteng sedang melaksanakan reses ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Reses itu baru selesai 15 Desember 2019," beber dia.
Dalam pertemuan yang rencananya dilaksanakan 16 Desember 2019 itu, Sekretaris DPRD Kalteng ini mempersilahkan masing-masing lembaga tergabung di Solidaritas Peladang Trasional untuk hadir, karena telah dipersiapkan ruangan berkapasitas 30 sampai 40 orang.
"Kami mempersiapkan hal itu untuk memenuhi harapan para Solidaritas Peladang Trasional saat pengunjuk rasa tadi. Kami siapkan fasilitasnya untuk beraudiensi dengan pimpinan dan anggota DPRD Kalteng," kata Tantan.
Sebelumnya, ratusan orang tergabung dalam Solidaritas Peladang Tradisional menggelar unjuk rasa, sebagai bentuk perjuangan menuntut keadilan, khususnya para peladang yang saat ini diamankan pihak kepolisian.
Baca juga: Tiga tahun menunggu, bantuan sapi dari Pemprov tak kunjung datang
Koordinator unjuk rasa Ferdi Kurnianto mengatakan ada banyak Peladang di Kalteng yang ditangkap karena dituduh menjadi dalang dari insiden kebakaran hutan dan lahan, yang mengakibatkan terjadinya bencana kabut asap.
"Tuduhan tersebut sama sekali tidak benar. Yang ditangkap itu hanya peladang biasa. Kalaupun membersihkan lahan dengan cara membakar, itu berada di ladang yang sudah digunakan untuk bercocok tanam sejak lama," beber dia.
Pria yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng ini menegaskan, kegiatan berladang para peladang di provinsi ini sama sekali tidak bisa dilakukan di lahan gambut. Sebab, lahan gambut sangat sulit ditanami berbagai tanaman.
Dia mengatakan persepsi yang selama ini beredar terkait karhutla dan bencana Kabut asap akibat kegiatan adanya aktivitas berladang, jelas keliru dan seperti ada upaya 'mengkambinghitamkan' petani dan peladang di Provinsi Kalteng.
"Jadi, kami meminta para peladang yang sekarang ini ditangkap aparat kepolisian agar segera dilepaskan. Mereka tidak tahu apa-apa, dan membersihkan lahan dengan cara dibakar hanya untuk bercocok tanam dan bertahan hidup," demikian Ferdi.
Baca juga: DPRD Kalteng manfaatkan reses pantau sasaran program pemprov tahun 2020
Baca juga: BK DPRD Kalteng komitmen jaga nama baik dan marwah lembaga
Rencananya pertemuan tersebut diagendakan pada tanggal 16 Desember 2019, kata Tantang kepada media usai menerima dan berdialog dengan Solidaritas Peladang Trasional Kalteng yang melaksanakan aksi damai di depan gedung DPRD Kalteng, Senin.
"Kalau sekarang kan tidak bisa bertemu dan berdialog, karena pimpinan dan anggota DPRD Kalteng sedang melaksanakan reses ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Reses itu baru selesai 15 Desember 2019," beber dia.
Dalam pertemuan yang rencananya dilaksanakan 16 Desember 2019 itu, Sekretaris DPRD Kalteng ini mempersilahkan masing-masing lembaga tergabung di Solidaritas Peladang Trasional untuk hadir, karena telah dipersiapkan ruangan berkapasitas 30 sampai 40 orang.
"Kami mempersiapkan hal itu untuk memenuhi harapan para Solidaritas Peladang Trasional saat pengunjuk rasa tadi. Kami siapkan fasilitasnya untuk beraudiensi dengan pimpinan dan anggota DPRD Kalteng," kata Tantan.
Sebelumnya, ratusan orang tergabung dalam Solidaritas Peladang Tradisional menggelar unjuk rasa, sebagai bentuk perjuangan menuntut keadilan, khususnya para peladang yang saat ini diamankan pihak kepolisian.
Baca juga: Tiga tahun menunggu, bantuan sapi dari Pemprov tak kunjung datang
Koordinator unjuk rasa Ferdi Kurnianto mengatakan ada banyak Peladang di Kalteng yang ditangkap karena dituduh menjadi dalang dari insiden kebakaran hutan dan lahan, yang mengakibatkan terjadinya bencana kabut asap.
"Tuduhan tersebut sama sekali tidak benar. Yang ditangkap itu hanya peladang biasa. Kalaupun membersihkan lahan dengan cara membakar, itu berada di ladang yang sudah digunakan untuk bercocok tanam sejak lama," beber dia.
Pria yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng ini menegaskan, kegiatan berladang para peladang di provinsi ini sama sekali tidak bisa dilakukan di lahan gambut. Sebab, lahan gambut sangat sulit ditanami berbagai tanaman.
Dia mengatakan persepsi yang selama ini beredar terkait karhutla dan bencana Kabut asap akibat kegiatan adanya aktivitas berladang, jelas keliru dan seperti ada upaya 'mengkambinghitamkan' petani dan peladang di Provinsi Kalteng.
"Jadi, kami meminta para peladang yang sekarang ini ditangkap aparat kepolisian agar segera dilepaskan. Mereka tidak tahu apa-apa, dan membersihkan lahan dengan cara dibakar hanya untuk bercocok tanam dan bertahan hidup," demikian Ferdi.
Baca juga: DPRD Kalteng manfaatkan reses pantau sasaran program pemprov tahun 2020
Baca juga: BK DPRD Kalteng komitmen jaga nama baik dan marwah lembaga