DPRD Kotim kecewa rekomendasi penyelesaian polemik lahan kuburan diabaikan
Sampit (ANTARA) - DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah kecewa karena rekomendasi yang mereka keluarkan terkait polemik lahan kuburan, dinilai diabaikan pemerintah kabupaten setempat.
"Kami merasa dilecehkan karena hingga saat ini pemerintah kabupaten belum juga menyelesaikan masalah ini. Sesuai hasil rapat dengar pendapat, mereka diberi waktu menyelesaikan ini, tapi sampai sekarang tidak ada penjelasan," kata anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur Rimbun di Sampit, Selasa.
Rimbun bersama tiga anggota Komisi l lainnya yaitu Parningotan Lumban Gaol, Sutik dan Hendra Sia turun ke lapangan menyaksikan pengecekan ulang batas lahan kuburan di Jalan Jenderal Sudirman km 6. Hadir dalam kegiatan itu pihak yayasan sosial, tokoh agama, kuasa hukum lintas agama, masyarakat dan Badan Pertanahan Nasional Kotawaringin Timur.
Sesuai rapat dengar pendapat Jumat (7/2) lalu, pemerintah kabupaten diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah ini. Namun kenyataannya, sudah lebih dari sebulan, masalah itu belum juga diselesaikan oleh pemerintah kabupaten sehingga dipertanyakan oleh masyarakat.
Lahan kuburan di Jalan Jenderal Sudirman km 6 disiapkan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur pada 1987 dengan luas 1.500 m x 1.000 m untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Lahan itu disiapkan pemerintah daerah sebagai kompensasi atas kesediaan warga untuk pemindahan makam warga Tionghoa di tempat pemakaman Jalan MT Haryono yang kini berdiri Terminal Patih Rumbih dan Mal Pelayanan Terpadu.
Masalah muncul pada 2015 karena adanya klaim oleh warga terhadap sebagian lahan kuburan tersebut. Bahkan warga menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat sehingga ini menjadi masalah besar bagi pemerintah yang mencadangkan lahan tersebut untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Menurut Rimbun, data sementara yang mereka terima, sekitar 90 persen dari lahan tersebut saat ini dikuasai pihak lain. Fakta di lapangan, banyak bangunan bahkan perumahan warga di lokasi yang dulunya telah dicadangkan untuk pemakaman umat masing-masing agama.
Dari 1.500 meter panjang tanah, kata Rimbun, yang tersisa untuk lahan kuburan saat ini hanya sekitar 350 meter. Kondisi ini sangat jauh dari ukuran seharusnya seperti yang sebelumnya ditetapkan pemerintah daerah.
Rimbun menegaskan, DPRD tidak ingin mencari siapa yang salah dalam masalah ini. DPRD hanya mendorong pemerintah kabupaten untuk secepatnya menyelesaikan ini agar tidak berlarut-larut.
Hak umat lintas agama harus dipenuhi untuk mengembalikan fungsi lahan berukuran 1x1,5 km itu menjadi tempat pemakaman. Namun pemerintah daerah juga harus memenuhi hak masyarakat yang kini menempati lahan tersebut.
"Pemerintah daerah harus segera menyelesaikan ini. Kalau memang nantinya harus diganti rugi atau ada kebijakan lain, maka harus segera diputuskan dan kemudian dibahas dengan DPRD jika itu menyangkut anggaran, seperti untuk ganti rugi lahan dan lainnya," kata Rimbun.
Sementara itu saat pengecekan di lapangan, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan bahwa titik lahan tersebut masih tetap seperti saat pengecekan 2017 lalu.
Baca juga: DPRD Kotim menilai normalisasi sungai di Sampit mendesak dilakukan
BPN segera menginventarisasi klaim lahan oleh warga terhadap lahan kuburan tersebut. Inventarisasi itu diperkirakan selesai dalam satu pekan, kemudian hasilnya disampaikan kepada DPRD.
"Memang ada permintaan pemerintah kabupaten kepada kami untuk inventarisasi lahan. Kami sarankan pemerintah kabupaten membentuk tim, bukan hanya kami BPN supaya ini bisa tuntas," kata Lampo Halkam yang mewakili BPN Kotawaringin Timur.
Sementara itu, pengecekan batas lahan hari ini juga disertai pembuatan parit penanda batas lahan. Sebuah ekskavator diturunkan untuk mengeruk membuat parit sebagai batas lahan.
Perwakilan Yayasan Perkumpulan Bakti Sosial, Ayes mengatakan, pihaknya sangat mengetahui asal-usul lahan kuburan tersebut. Namun dengan fakta yang terjadi saat ini, pihaknya berharap ada penyelesaian terbaik oleh pemerintah daerah karena selama ini masalah ini berlarut-larut.
"Kita tidak ingin mencari permasalahan dengan masyarakat. Ekskavator itu untuk membersihkan dan memperjelas batas saja. Kami berharap kita duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini agar ada jalan terbaik dan tuntas," kata Ayes.
Kuasa hukum lintas agama yang dipercaya menangani masalah ini, Muhammad Sofyan Noor mengatakan, hasil pengecekan oleh tim bersama BPN akan dibuat berita acaranya. Selanjutnya dilakukan inventarisasi perizinan atau klaim warga di atas lahan yang dulunya dicadangkan untuk kuburan tersebut.
"Nanti kami akan menyurati pemerintah daerah seperti apa mediasi dan penyelesaiannya.
Kami akan mempertanyakan terkait bagaimana tindak lanjut dari rekomendasi DPRD tersebut," demikian Sofyan.
Baca juga: DPRD Kotim apresiasi pemkab cepat tanggap antisipasi Covid-19
Baca juga: Pariwisata Kotim ikut terkena dampak wabah Covid-19
"Kami merasa dilecehkan karena hingga saat ini pemerintah kabupaten belum juga menyelesaikan masalah ini. Sesuai hasil rapat dengar pendapat, mereka diberi waktu menyelesaikan ini, tapi sampai sekarang tidak ada penjelasan," kata anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur Rimbun di Sampit, Selasa.
Rimbun bersama tiga anggota Komisi l lainnya yaitu Parningotan Lumban Gaol, Sutik dan Hendra Sia turun ke lapangan menyaksikan pengecekan ulang batas lahan kuburan di Jalan Jenderal Sudirman km 6. Hadir dalam kegiatan itu pihak yayasan sosial, tokoh agama, kuasa hukum lintas agama, masyarakat dan Badan Pertanahan Nasional Kotawaringin Timur.
Sesuai rapat dengar pendapat Jumat (7/2) lalu, pemerintah kabupaten diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah ini. Namun kenyataannya, sudah lebih dari sebulan, masalah itu belum juga diselesaikan oleh pemerintah kabupaten sehingga dipertanyakan oleh masyarakat.
Lahan kuburan di Jalan Jenderal Sudirman km 6 disiapkan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kotawaringin Timur pada 1987 dengan luas 1.500 m x 1.000 m untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Lahan itu disiapkan pemerintah daerah sebagai kompensasi atas kesediaan warga untuk pemindahan makam warga Tionghoa di tempat pemakaman Jalan MT Haryono yang kini berdiri Terminal Patih Rumbih dan Mal Pelayanan Terpadu.
Masalah muncul pada 2015 karena adanya klaim oleh warga terhadap sebagian lahan kuburan tersebut. Bahkan warga menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat sehingga ini menjadi masalah besar bagi pemerintah yang mencadangkan lahan tersebut untuk tempat pemakaman seluruh agama.
Menurut Rimbun, data sementara yang mereka terima, sekitar 90 persen dari lahan tersebut saat ini dikuasai pihak lain. Fakta di lapangan, banyak bangunan bahkan perumahan warga di lokasi yang dulunya telah dicadangkan untuk pemakaman umat masing-masing agama.
Dari 1.500 meter panjang tanah, kata Rimbun, yang tersisa untuk lahan kuburan saat ini hanya sekitar 350 meter. Kondisi ini sangat jauh dari ukuran seharusnya seperti yang sebelumnya ditetapkan pemerintah daerah.
Rimbun menegaskan, DPRD tidak ingin mencari siapa yang salah dalam masalah ini. DPRD hanya mendorong pemerintah kabupaten untuk secepatnya menyelesaikan ini agar tidak berlarut-larut.
Hak umat lintas agama harus dipenuhi untuk mengembalikan fungsi lahan berukuran 1x1,5 km itu menjadi tempat pemakaman. Namun pemerintah daerah juga harus memenuhi hak masyarakat yang kini menempati lahan tersebut.
"Pemerintah daerah harus segera menyelesaikan ini. Kalau memang nantinya harus diganti rugi atau ada kebijakan lain, maka harus segera diputuskan dan kemudian dibahas dengan DPRD jika itu menyangkut anggaran, seperti untuk ganti rugi lahan dan lainnya," kata Rimbun.
Sementara itu saat pengecekan di lapangan, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan bahwa titik lahan tersebut masih tetap seperti saat pengecekan 2017 lalu.
Baca juga: DPRD Kotim menilai normalisasi sungai di Sampit mendesak dilakukan
BPN segera menginventarisasi klaim lahan oleh warga terhadap lahan kuburan tersebut. Inventarisasi itu diperkirakan selesai dalam satu pekan, kemudian hasilnya disampaikan kepada DPRD.
"Memang ada permintaan pemerintah kabupaten kepada kami untuk inventarisasi lahan. Kami sarankan pemerintah kabupaten membentuk tim, bukan hanya kami BPN supaya ini bisa tuntas," kata Lampo Halkam yang mewakili BPN Kotawaringin Timur.
Sementara itu, pengecekan batas lahan hari ini juga disertai pembuatan parit penanda batas lahan. Sebuah ekskavator diturunkan untuk mengeruk membuat parit sebagai batas lahan.
Perwakilan Yayasan Perkumpulan Bakti Sosial, Ayes mengatakan, pihaknya sangat mengetahui asal-usul lahan kuburan tersebut. Namun dengan fakta yang terjadi saat ini, pihaknya berharap ada penyelesaian terbaik oleh pemerintah daerah karena selama ini masalah ini berlarut-larut.
"Kita tidak ingin mencari permasalahan dengan masyarakat. Ekskavator itu untuk membersihkan dan memperjelas batas saja. Kami berharap kita duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini agar ada jalan terbaik dan tuntas," kata Ayes.
Kuasa hukum lintas agama yang dipercaya menangani masalah ini, Muhammad Sofyan Noor mengatakan, hasil pengecekan oleh tim bersama BPN akan dibuat berita acaranya. Selanjutnya dilakukan inventarisasi perizinan atau klaim warga di atas lahan yang dulunya dicadangkan untuk kuburan tersebut.
"Nanti kami akan menyurati pemerintah daerah seperti apa mediasi dan penyelesaiannya.
Kami akan mempertanyakan terkait bagaimana tindak lanjut dari rekomendasi DPRD tersebut," demikian Sofyan.
Baca juga: DPRD Kotim apresiasi pemkab cepat tanggap antisipasi Covid-19
Baca juga: Pariwisata Kotim ikut terkena dampak wabah Covid-19