Kekalahan Hendra/Ahsan di All England karena ini
Jakarta (ANTARA) - Pelatih ganda putra timnas bulu tangkis Indonesia Herry Iman Pierngadi menilai kekalahan yang dialami pasangan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dari Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe pada perempat final All England Open 2020 akibat kondisi fisik yang kurang prima.
"Kalau Hendra/Ahsan mungkin kasusnya agak berbeda menurut saya. Mereka dari babak pertama ketemunya Jepang terus, ketat terus dan juga rubber. Sampai pertandingan ketiganya mereka ketemu Endo/Watanabe. Memang kalau ketemu Endo/Watanabe kondisi fisik kita harus benar-benar segar," kata Herry IP dalam laman PP PBSI yang dikutip di Jakarta, Selasa.
Herry menilai setiap pasangan yang bertemu dengan Endo/Watanabe harus memiliki kesiapan fisik dan kesabaran yang prima, mengingat pertahanan yang dibangun ganda putra asal Jepang tersebut sangat sulit ditembus.
Menurut dia, Endo/Watanabe tidak akan memberikan poin secara cuma-cuma kepada lawan hanya dengan melakukan kesalahan sendiri, namun harus direbut secara konsisten dan dengan usaha keras.
"Kalau mau ambil poin dari mereka harus 'membunuh'. Membunuh artinya apa? Ya kita harus menyerang. Tidak bisa kita dapat poin secara gratis, menunggu kesalahan mereka. Jadi benar-benar harus 'membunuh', makanya tenaga dan fisik harus segar dan tidak boleh kendur," kata Herry.
Kekalahan yang dialami The Daddies pun dinilai memiliki faktor yang berbeda jika dibandingkan dengan hal serupa yang dialami Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang juga dikalahkan Endo/Watanabe di babak final hari Minggu.
Menurut Herry, Kevin/Marcus harus menelan karena kurang sabar dan juga kurang beruntung. Namun ia sangat mengapresiasi performa The Minions yang menurutnya jauh lebih baik dibanding pertemuan sebelumnya dengan Endo/Watanabe.
Selain mengevaluasi Hendra/Ahsan dan Kevin/Marcus, pelatih asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung, ini turut menyoroti dua ganda putra Indonesia yang juga turun di All England 2020 yaitu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Wahyu Nayaka Arya P/Ade Yusuf Santoso.
Fajar/Rian dinilai bermain dengan performa yang tidak sebaik ajang tahun 2019. Tahun lalu mereka berhasil mencapai semifinal, namun di tahun ini sayangnya mereka hanya mampu bertahan di babak kedua.
"Kemarin Fajar/Rian tampil di bawah performa terbaiknya. Saat itu kaki Rian memang sedang bermasalah, jadi kecepatannya sedikit menurun. Ditambah juga kemarin menurut saya, Fajar banyak melakukan kesalahan yang tidak perlu. Secara keseluruhan penampilan mereka bisa dibilang agak turun di All England tahun ini," katanya.
Sedangkan Wahyu/Ade, yang langsung tersingkir di babak pertama, masih menghadapi kendala dengan mental tanding yang belum stabil sehingga mempengaruhi performa di lapangan.
"Dari segi teknik permainan mereka tidak kalah. Cuma dari mentalnya mereka naik turun. Kadang bisa bagus, kadang bisa turun. Ini yang menjadi PR dan evaluasi buat mereka sendiri. Kesempatan, saya rasa cukup banyak dan cukup baik. Saya dan PBSI sudah memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut pertandingan di mana-mana. Cuma hasilnya masih kurang memuaskan. Ini memang terkait faktor individu mereka masing-masing. Kehidupan sehari-hari mereka seperti apa, mereka harus evaluasi diri mereka sendiri," tutur Herry.
"Kalau Hendra/Ahsan mungkin kasusnya agak berbeda menurut saya. Mereka dari babak pertama ketemunya Jepang terus, ketat terus dan juga rubber. Sampai pertandingan ketiganya mereka ketemu Endo/Watanabe. Memang kalau ketemu Endo/Watanabe kondisi fisik kita harus benar-benar segar," kata Herry IP dalam laman PP PBSI yang dikutip di Jakarta, Selasa.
Herry menilai setiap pasangan yang bertemu dengan Endo/Watanabe harus memiliki kesiapan fisik dan kesabaran yang prima, mengingat pertahanan yang dibangun ganda putra asal Jepang tersebut sangat sulit ditembus.
Menurut dia, Endo/Watanabe tidak akan memberikan poin secara cuma-cuma kepada lawan hanya dengan melakukan kesalahan sendiri, namun harus direbut secara konsisten dan dengan usaha keras.
"Kalau mau ambil poin dari mereka harus 'membunuh'. Membunuh artinya apa? Ya kita harus menyerang. Tidak bisa kita dapat poin secara gratis, menunggu kesalahan mereka. Jadi benar-benar harus 'membunuh', makanya tenaga dan fisik harus segar dan tidak boleh kendur," kata Herry.
Kekalahan yang dialami The Daddies pun dinilai memiliki faktor yang berbeda jika dibandingkan dengan hal serupa yang dialami Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang juga dikalahkan Endo/Watanabe di babak final hari Minggu.
Menurut Herry, Kevin/Marcus harus menelan karena kurang sabar dan juga kurang beruntung. Namun ia sangat mengapresiasi performa The Minions yang menurutnya jauh lebih baik dibanding pertemuan sebelumnya dengan Endo/Watanabe.
Selain mengevaluasi Hendra/Ahsan dan Kevin/Marcus, pelatih asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung, ini turut menyoroti dua ganda putra Indonesia yang juga turun di All England 2020 yaitu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Wahyu Nayaka Arya P/Ade Yusuf Santoso.
Fajar/Rian dinilai bermain dengan performa yang tidak sebaik ajang tahun 2019. Tahun lalu mereka berhasil mencapai semifinal, namun di tahun ini sayangnya mereka hanya mampu bertahan di babak kedua.
"Kemarin Fajar/Rian tampil di bawah performa terbaiknya. Saat itu kaki Rian memang sedang bermasalah, jadi kecepatannya sedikit menurun. Ditambah juga kemarin menurut saya, Fajar banyak melakukan kesalahan yang tidak perlu. Secara keseluruhan penampilan mereka bisa dibilang agak turun di All England tahun ini," katanya.
Sedangkan Wahyu/Ade, yang langsung tersingkir di babak pertama, masih menghadapi kendala dengan mental tanding yang belum stabil sehingga mempengaruhi performa di lapangan.
"Dari segi teknik permainan mereka tidak kalah. Cuma dari mentalnya mereka naik turun. Kadang bisa bagus, kadang bisa turun. Ini yang menjadi PR dan evaluasi buat mereka sendiri. Kesempatan, saya rasa cukup banyak dan cukup baik. Saya dan PBSI sudah memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut pertandingan di mana-mana. Cuma hasilnya masih kurang memuaskan. Ini memang terkait faktor individu mereka masing-masing. Kehidupan sehari-hari mereka seperti apa, mereka harus evaluasi diri mereka sendiri," tutur Herry.