Pelacakan 22 dokter peserta PPDS terpapar COVID-19

id Dokter terpapar covid19,peserta PPDS terpapar COVID-19,Dokter corona,Surabaya,Febria Rachmanita

Pelacakan 22 dokter peserta PPDS terpapar COVID-19

Koordinator Bidang Pencegahan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita (kanan) dan Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya M. Fikser saat menggelar jumpa pers terkait penanganan kasus COVID-19 di Balai Surabaya, Sabtu (2/5/2020). ANTARA/HO-Humas Pemkot Surabaya/am.

Surabaya (ANTARA) - Pelacakan sedang dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya terhadap 22 dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang diduga terpapar COVID-19 saat menjalani PPDS di RSUD Dr. Soetomo, Kota Surabaya, Jatim.

Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Sabtu, mengatakan setelah mendapat informasi itu pihaknya langsung mendatangi RSUD dr. Soetomo untuk berkoordinasi dan memastikan hal tersebut.

"Kita dari gugus tugas selalu melakukan 'tracing' (pelacakan). Tadi ke RSUD dr. Soetomo untuk melakukan 'tracing' eksternal," kata Feny, sapaan akrab Febria Rachmanita.

Berdasarkan keterangan pihak rumah sakit, kata dia, mereka sudah melakukan pelacakan secara internal.

Namun, kata dia, untuk pelacakan eksternal pihak rumah sakit meminta bantuan kepada Pemkot Surabaya.

Meski begitu, Feny menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu data-data pendukung dari pihak manajemen rumah sakit untuk kebutuhan pelacakan.

"Kami akan melakukan 'tracing' eksternal setelah mendapatkan data dari RSUD dr Soetomo. Datanya kita masih menunggu. Setelah pertemuan tadi, besok (kami, red.) akan bersurat kalau misalnya datanya belum ada," ujarnya.

Feny yang juga Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu, menilai jika pelacakan eksternal tidak segera dilakukan, kondisi itu dapat berbahaya bagi masyarakat.

Sebab, kata dia, mereka yang diduga terpapar COVID-19 tersebut sebelumnya tidak diketahui bertemu dengan siapa saja dan dari mana saja.

"Karena kalau tidak dapat data, tidak melakukan 'tracing', maka di masyarakat itulah nanti yang berbahaya. Karena kalau kita 'tracing', harus diputus mata rantai COVID-19 dan harus ada tindak lanjut dari orang terdekat, kontak erat," katanya.