Bayi delapan bulan di Sikka-NTT meninggal akibat DBD
Kupang (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa seorang bayi usia delapan bulan di daerah tersebut meninggal dunia akibat terkena serangan demam berdarah dengue (DBD) dan menjadi kasus yang ke-15.
"Bayi yang meninggal ini merupakan korban meninggal dunia ke-15 untuk kasus DBD di Kabupaten Sikka," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus saat dihubungi ANTARA dari Kupang, Senin.
Ia menjelaskan bahwa bayi yang meninggal tersebut selain menderita DBD, ada juga penyakit lain yang diderita atau yang biasa disebut dengan komplikasi.
Selain karena adanya sakit lain yang diderita, kata dia, orang tua dari bayi tersebut juga saat bayi itu dalam kondisi tidak stabil justru dibawa ke dokter praktik untuk diperiksa.
"Orang tua bayi itu tidak membawa anaknya ke puskesmas tetapi malah ke dokter praktik, dan pesan dari dokter praktik dua hari lagi baru datang lagi untuk kontrol," katanya.
Namun, karena melihat anaknya tidak demam, orang tua dari bayi itu tidak membawanya ke dokter praktik. Pada hari berikutnya bayi tersebut kembali terserang demam, sehingga langsung dibawa ke Rumah Sakit (RS) Kewapante.
Di RS Kewapante bayi tersebut dirawat selama empat hari, namun karena selama perawatan keadaan memburuk, pihak RS Kewapante langsung merujuk bayi itu ke RSUD TC Hillers dan langsung dirawat intensif di ruangan ICU.
"Bayi tersebut dibawa pada siang hari, pada malam hari bayi itu tak bisa tertolong karena menurut dokter sudah dalam keadaan kritis," katanya.
Ia menambahkan bahwa dokter di RSUD TC Hiller sendiri sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolong bayi tersebut, namun karena terlambat dibawa ke RS sehingga ajalpun menjemputnya.
Bayi yang meninggal tersebut merupakan kasus ke-15 di kabupaten itu.
Korban DBD meninggal di Kabupaten Sikka tersebut terjadi lagi setelah sebelumnya pada Februari lalu pernah ada pasien DBD yang juga meninggal dunia, demikian Petrus Herlemus.
"Bayi yang meninggal ini merupakan korban meninggal dunia ke-15 untuk kasus DBD di Kabupaten Sikka," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka Petrus Herlemus saat dihubungi ANTARA dari Kupang, Senin.
Ia menjelaskan bahwa bayi yang meninggal tersebut selain menderita DBD, ada juga penyakit lain yang diderita atau yang biasa disebut dengan komplikasi.
Selain karena adanya sakit lain yang diderita, kata dia, orang tua dari bayi tersebut juga saat bayi itu dalam kondisi tidak stabil justru dibawa ke dokter praktik untuk diperiksa.
"Orang tua bayi itu tidak membawa anaknya ke puskesmas tetapi malah ke dokter praktik, dan pesan dari dokter praktik dua hari lagi baru datang lagi untuk kontrol," katanya.
Namun, karena melihat anaknya tidak demam, orang tua dari bayi itu tidak membawanya ke dokter praktik. Pada hari berikutnya bayi tersebut kembali terserang demam, sehingga langsung dibawa ke Rumah Sakit (RS) Kewapante.
Di RS Kewapante bayi tersebut dirawat selama empat hari, namun karena selama perawatan keadaan memburuk, pihak RS Kewapante langsung merujuk bayi itu ke RSUD TC Hillers dan langsung dirawat intensif di ruangan ICU.
"Bayi tersebut dibawa pada siang hari, pada malam hari bayi itu tak bisa tertolong karena menurut dokter sudah dalam keadaan kritis," katanya.
Ia menambahkan bahwa dokter di RSUD TC Hiller sendiri sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolong bayi tersebut, namun karena terlambat dibawa ke RS sehingga ajalpun menjemputnya.
Bayi yang meninggal tersebut merupakan kasus ke-15 di kabupaten itu.
Korban DBD meninggal di Kabupaten Sikka tersebut terjadi lagi setelah sebelumnya pada Februari lalu pernah ada pasien DBD yang juga meninggal dunia, demikian Petrus Herlemus.