Pedagang makanan berjuang di tengah pandemi COVID-19

id Pedagang makanan berjuang di tengah pandemi COVID-19, Palangka raya, hab

Pedagang makanan berjuang di tengah pandemi COVID-19

Budi karyawan 'Kedai Kampoeng Baroe' di Jalan Mangga Induk Komplek Kampung Baru Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya saat beraktivitas di tempat kerjanya, Kamis (19/11/2020). ANTARA/Adi Wibowo

Palangka Raya (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak Maret lalu, benar-benar menimbulkan dampak luas hampir di semua sektor usaha, tidak terkecuali bagi pedagang makanan di Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah.

Alfian warga Jalan Mangga Induk, Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut adalah satu dari beberapa pedagang makanan di Kota Palangka Raya yang terus berjuang keras agar bisa bertahan, yakni dengan tetap berjualan.

"Berbagai cara saya lakukan agar makanan yang saya jual bisa laku. Salah satunya saya memberikan minuman gratis pada setiap pelanggan yang membeli makan tersebut setiap hari Jumat," ujar Alfian di Palangka Raya, Kamis.

Alfian mengakui, pandemi COVID-19 membawa dampak luar biasa terhadap usahanya. Kendati banyak pelanggannya yang hilang akibat berkembangnya wabah Corona, perlahan ayah dua anak itu terus melakukan berbagai cara untuk menarik para pelanggannya.

Sebelum pandemi, biasanya anak sekolah yang menjadi langganan membeli dagangan Alfian karena harganya terjangkau yakni nasi dengan menu ayam geprek yang disajikan hanya dijual dengan harga Rp10.000 sehingga cukup terjangkau bagi anak sekolah.

Namun akibat pandemi COVID-19, semua praktis berubah. Sekolah ditutup dan diganti pembelajaran jarak jauh atau daring sehingga otomatis dagangan Alfian sepi karena pelajar tidak berangkat ke sekolah.

Kini selama pandemi COVID-19 ini, pelanggan yang menjadi sasarannya adalah warga yang bekerja di Pasar Besar, karyawan bank, toko sembako dan warga yang berada di Perumahan Komplek Kampung Baru.

Dijelaskannya, sebelum adanya pandemi COVID-19, dagangannya mampu menghabiskan 12 sampai 13 kilogram ayam setiap harinya dan per harinya. Dari ayam sebanyak itu dirinya bisa mengais penghasilan  Rp1,5 juta sampai Rp1,6 juta.

Namun munculnya wabah tersebut sejak awal Maret 2020 lalu, seketika penjualannya menurun drastis. Kini dagangannya hanya mampu menghabiskan sekitar delapan kilogram ayam yang dia sediakan untuk pelanggan setianya.

"Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lalu, sangat menurun pendapatan kami. Untuk bertahan hidup terpaksa kami mengurangi bahan yang kami jual ke pelanggan," tuturnya.

Alfian mengaku juga sempat kebingungan ketika pemerintah memberlakukan PSBB. Harga jual daging ayam ras mengalami penurunan yakni per kilogramnya sempat Rp20 ribu.

Namun sayangnya, walaupun harga daging ayam potong sudah turun, dagangan kulinernya tidak laku seperti hari-hari biasanya. Beruntungnya dengan berjalannya waktu serta keuletannya demi mempertahankan keberlangsungan keluarganya, ia tetap menjual kuliner andalannya.

"Waktu PSBB lalu pendapatan kami per hari sekitar Rp800 ribu, sekarang sudah agak normal sejak ada adaptasi kebiasaan baru di daerah kita diberlakukan," ungkapnya.

Dia berharap, agar usahanya kulinernya bisa berkembang seperti yang diimpikan selama ini, doa utama yang dipanjatkannya kepada tuhan adalah agar wabah COVID-19 di Palangka Raya segera berakhir.

Selanjutnya, aktivitas masyarakat di daerah setempat bisa normal kembali sehingga ia dan dua karyawannya bisa bebas untuk berekspresi demi memberikan kepuasan bagi pelanggannya.

Baca juga: DPRD Palangka Raya ingatkan jangan abaikan ancaman karhutla

Baca juga: Palangka Raya lepas 91,5 ribu bibit ikan di Danau Hanjelutung