Wabup Kotim peringatkan pelaku prostitusi terselubung di Sampit
Sampit (ANTARA) - Wakil Bupati Kotawaringin Timur, Irawati memperingatkan pelaku prostitusi terselubung di sejumlah lokasi di Sampit untuk segera menghentikan aktivitasnya karena sudah meresahkan masyarakat.
"Ini akan saya laporkan ke bupati untuk kita sikapi secara serius. Kalau saya pribadi, tentu menginginkan pemerintah daerah bersikap tegas karena mereka ini tidak jera meski sudah berulang kali ditertibkan. Satpol PP sudah memperingatkan dan kecamatan sudah memerintahkan pembongkaran tapi mereka tidak melaksanakan," kata Irawati di Sampit, Jumat.
Irawati mengatakan, meski dirinya dan Bupati Halikinnor baru dilantik pada Jumat (26/2) lalu, namun laporan masyarakat sudah banyak terkait prostitusi terselubung. Masyarakat resah karena menilai kegiatan terlarang itu membawa dampak tidak baik bagi masyarakat, khususnya generasi muda.
Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat, sekaligus menjalankan perintah bupati, pada Kamis (4/3) malam Irawati sengaja ikut Satuan Polisi Pamong Praja yang sedang berpatroli. Dia bersama Ketua DPRD Kotawaringin Timur Rinie dan anggota DPRD Kotawaringin Timur Modika Latifah Munawarah.
Salah satu lokasi yang mereka datangi adalah Jalan Mohammad Hatta atau lingkar selatan. Sejak dulu, kawasan itu sering ditemukan praktik prostitusi terselubung bermodus warung remang-remang penjualan kopi, namun di dalamnya menyiapkan sejumlah ranjang yang diduga untuk prostitusi.
Saat meninjau salah satu warung, Irawati bahkan melihat sendiri ada pasangan diduga bukan muhrim dalam sebuah kamar. Pasangan tersebut bersama pengelola warung kemudian didata dan diingatkan untuk menghentikan aktivitas terlarang tersebut.
"Kami lihat di dalam ada beberapa tempat tidur. Ada handbody, minyak dan tisu. Saya kira di belakang itu WC ternyata tempat tidur. Tadi malam malah kedapatan. Kami suruh berpakaian dulu. Yang lainnya sempat kabur," kata Irawati.
Baca juga: 1.789 orang di Kotim jadi pengangguran selama pandemi COVID-19
Berdasarkan laporan Satuan Polisi Pamong Praja, kata Irawati, perempuan-perempuan yang ada di warung-warung tersebut merupakan "pemain lama". Mereka sudah pernah ditertibkan dan warungnya dibongkar paksa, namun tidak juga jera.
Menurut Irawati, hal ini serupa dengan pekerja seks komersial di lokalisasi km 12 Jalan Jenderal Sudirman. Meski lokalisasi itu resmi ditutup pada 5 Desember 2017 lalu, sebagian pekerja seks komersial diduga kembali menjalankan aktivitas itu di beberapa lokasi tidak jauh dari eks lokalisasi tersebut.
Padahal, pemerintah telah membantu para pekerja seks komersial tersebut biaya untuk pulang kampung dan modal usaha, namun ternyata itu hanya sebentar dan mereka kembali menjalankan aktivitas tersebut.
"Ini soal individunya. Mau berubah atau tidak. Tapi, ini memang harus kita tangani secara serius agar tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat," demikian Irawati.
Baca juga: Pembelajaran tatap muka di Kotim terus dievaluasi
"Ini akan saya laporkan ke bupati untuk kita sikapi secara serius. Kalau saya pribadi, tentu menginginkan pemerintah daerah bersikap tegas karena mereka ini tidak jera meski sudah berulang kali ditertibkan. Satpol PP sudah memperingatkan dan kecamatan sudah memerintahkan pembongkaran tapi mereka tidak melaksanakan," kata Irawati di Sampit, Jumat.
Irawati mengatakan, meski dirinya dan Bupati Halikinnor baru dilantik pada Jumat (26/2) lalu, namun laporan masyarakat sudah banyak terkait prostitusi terselubung. Masyarakat resah karena menilai kegiatan terlarang itu membawa dampak tidak baik bagi masyarakat, khususnya generasi muda.
Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat, sekaligus menjalankan perintah bupati, pada Kamis (4/3) malam Irawati sengaja ikut Satuan Polisi Pamong Praja yang sedang berpatroli. Dia bersama Ketua DPRD Kotawaringin Timur Rinie dan anggota DPRD Kotawaringin Timur Modika Latifah Munawarah.
Salah satu lokasi yang mereka datangi adalah Jalan Mohammad Hatta atau lingkar selatan. Sejak dulu, kawasan itu sering ditemukan praktik prostitusi terselubung bermodus warung remang-remang penjualan kopi, namun di dalamnya menyiapkan sejumlah ranjang yang diduga untuk prostitusi.
Saat meninjau salah satu warung, Irawati bahkan melihat sendiri ada pasangan diduga bukan muhrim dalam sebuah kamar. Pasangan tersebut bersama pengelola warung kemudian didata dan diingatkan untuk menghentikan aktivitas terlarang tersebut.
"Kami lihat di dalam ada beberapa tempat tidur. Ada handbody, minyak dan tisu. Saya kira di belakang itu WC ternyata tempat tidur. Tadi malam malah kedapatan. Kami suruh berpakaian dulu. Yang lainnya sempat kabur," kata Irawati.
Baca juga: 1.789 orang di Kotim jadi pengangguran selama pandemi COVID-19
Berdasarkan laporan Satuan Polisi Pamong Praja, kata Irawati, perempuan-perempuan yang ada di warung-warung tersebut merupakan "pemain lama". Mereka sudah pernah ditertibkan dan warungnya dibongkar paksa, namun tidak juga jera.
Menurut Irawati, hal ini serupa dengan pekerja seks komersial di lokalisasi km 12 Jalan Jenderal Sudirman. Meski lokalisasi itu resmi ditutup pada 5 Desember 2017 lalu, sebagian pekerja seks komersial diduga kembali menjalankan aktivitas itu di beberapa lokasi tidak jauh dari eks lokalisasi tersebut.
Padahal, pemerintah telah membantu para pekerja seks komersial tersebut biaya untuk pulang kampung dan modal usaha, namun ternyata itu hanya sebentar dan mereka kembali menjalankan aktivitas tersebut.
"Ini soal individunya. Mau berubah atau tidak. Tapi, ini memang harus kita tangani secara serius agar tidak membawa dampak buruk bagi masyarakat," demikian Irawati.
Baca juga: Pembelajaran tatap muka di Kotim terus dievaluasi