Sampit (ANTARA) - Wacana relokasi muncul dalam upaya penyelamatan sebuah kubah atau makam ulama di Pantai Ujung Pandaran, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, yang saat ini terancam hancur akibat abrasi yang semakin parah.
"Ada opsi (relokasi) itu karena kalau kita paksakan tetap di situ tapi kemudian dua atau tiga bulan hancur lagi akibat abrasi maka uang akan terbuang dan kita tidak bisa memperbaikinya lagi," kata Bupati Halikinnor di Sampit, Rabu.
Pantai Ujung Pandaran yang berjarak sekitar 85 kilometer dari pusat kota Sampit merupakan objek wisata alam andalan Kotawaringin Timur karena pemandangannya yang indah.
Di pantai itu juga terdapat objek wisata religi berupa kubah atau makam seorang ulama bernama Syekh Abu Hamid bin Syekh Haji Muhammad As`ad Al Banjary.
Syekh Abu Hamid merupakan buyut dari ulama terkenal di Kalimantan Selatan yakni Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary atau lebih dikenal dengan sebutan Datu Kelampayan, yang terkenal dengan kitab karangannya berjudul Sabilal Muhtadin yang hingga kini banyak digunakan di sejumlah negara.
Kubah itu menjadi objek wisata religi dan banyak didatangi peziarah dari luar daerah. Namun kini keberadaannya terancam akibat abrasi yang terus menggerus pantai tersebut.
Jalan menuju kubah sudah terputus oleh abrasi sehingga peziarah harus menggunakan perahu motor. Bahkan mushalla yang berjarak beberapa meter dari kubah tersebut, kini sudah ambruk akibat pondasinya ambles digerus abrasi yang dipicu kuatnya gelombang dari Laut Jawa menghantam pantai tersebut.
Halikinnor menjelaskan, pemerintah daerah sangat serius membenahi kubah yang kini juga menjadi objek wisata religi tersebut dengan merencanakan pemugaran. Namun jika abrasi masih mengancam maka bisa menjadi kendala karena dikhawatirkan kubah tersebut tetap tidak terselamatkan akibat abrasi yang terus terjadi.
Untuk itu penanganannya akan dikaji lebih mendalam dan dibahas melibatkan sejumlah pihak, termasuk tokoh agama dan Suriah atau keturunan ulama tersebut. Pembangunan penahan gelombang dipastikan akan menghabiskan dana miliaran rupiah, namun tidak menjamin kubah tersebut selamanya terlindung dari abrasi karena dari tahun ke tahun kondisinya bertambah parah.
Baca juga: Bupati Kotim tantang kemandirian KNPI dengan berkebun
Hal itulah yang kemudian memunculkan wacana merelokasi kubah tersebut dan membangunnya lebih representatif. Alternatif lokasi baru yaitu di sekitar perkampungan warga yang terdapat fasilitas umum sehingga peziarah atau wisatawan justru semakin mudah dan nyaman untuk berkunjung.
"Kita ada dapat dana DAK Penugasan yang bisa kita gunakan. Kita ingin itu menjadi salah satu destinasi religi. Kalau kita paksakan di lokasi yang ada saat ini namun tidak bisa bertahan lama akibat abrasi yang terus terjadi, kan percuma. Kalau memang memungkinkan, kenapa tidak kita relokasi saja supaya itu bisa dibangun lebih representatif," jelas Halikinnor didampingi Penjabat Sekretaris Daerah yang juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Fajrurrahman.
Terkait semakin parahnya dampak abrasi, Halikinnor mengaku mendapat informasi terkait dugaan adanya penambangan liar pasir zirkon di Pantai Ujung Pandaran oleh masyarakat. Dia sudah meminta Kapolres Kotawaringin Timur untuk menelusuri kegiatan ilegal yang menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan tersebut.
"Penanganan saat ini kita sementara hanya melarang orang menambang pasir zirkon di sekitar kawasan tersebut. Geobag (untuk tanggul darurat) pun baru dipesan. Sementara kita belum bisa berbuat apa-apa di sana," demikian Halikinnor.
Baca juga: Gedung baru RSUD Murjani Sampit difungsikan bertahap
Baca juga: Kebakaran hanguskan rumah ketua RT di Sampit
Baca juga: Pemkab Kotim belum mendapat kepastian perbaikan jalan lingkar selatan