MAKI ragukan jaksa soal kasasi pengurangan hukuman Djoko Tjandra
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meragukan jaksa penuntut umum akan melakukan kasasi atas pengurangan hukuman Djoko Tjandra jika berkaca pada putusan terhadap jaksa Pinangki.
"Saya prinsipnya menghormati putusan itu. Tapi saya menjadi ragu apakah nanti jaksa akan melakukan kasasi terhadap vonis yang turun ini," kata Boyamin di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memotong vonis Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun penjara dalam perkara pemberian suap kepada aparat penegak hukum dan pemufakatan jahat.
Menurut Boyamin, pengurangan hukuman terhadap Djoko Tjandra memiliki keterkaitan dengan putusan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari yang dikurangi hukumannya dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara dalam perkara yang sama.
"Karena kalau kasasi dan (Djoko Tjandra) dihukum berat repot juga kan di atas Pinangki misalnya," katanya.
Boyamin mengatakan pengurangan hukuman terhadap Djoko Tjandra merupakan semacam rumus hukum yang ada selama ini.
"Rumus hukum Indonesia kan memang begitu, jadi antara penyuap dan yang disuap adalah lebih berat yang disuap. Kalau Pinangki empat tahun maka Djoko Tjandra otomatis ya turun di bawahnya," kata Boyamin.
Boyamin menyatakan bahwa perihal yang bermasalah adalah hakim di tingkat banding yang menetapkan vonis turunnya hukuman bagi Jaksa Pinangki. Kebetulan, beberapa hakim yang mengurangi vonis Djoko Tjandra sama dengan yang mengurangi hukuman pada Jaksa Pinangki, ujarnya.
“Hakim tersandera dengan putusan terhadap jaksa Pinangki,” kata Boyamin.
Djoko Tjandra terbukti menyuap Jaksa Pinangki sebesar 500 ribu dolar AS, memberikan suap senilai 37 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura kepada Irjen Pol. Napoleon Bonaparte serta 100 ribu dolar AS kepada Brigjen Pol. Prasetijo Utomo.
Selain itu, Djoko Tjandra juga terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung dengan membayar biaya sebesar 10 juta dolar AS.
"Saya prinsipnya menghormati putusan itu. Tapi saya menjadi ragu apakah nanti jaksa akan melakukan kasasi terhadap vonis yang turun ini," kata Boyamin di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memotong vonis Djoko Tjandra menjadi 3,5 tahun penjara dalam perkara pemberian suap kepada aparat penegak hukum dan pemufakatan jahat.
Menurut Boyamin, pengurangan hukuman terhadap Djoko Tjandra memiliki keterkaitan dengan putusan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari yang dikurangi hukumannya dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara dalam perkara yang sama.
"Karena kalau kasasi dan (Djoko Tjandra) dihukum berat repot juga kan di atas Pinangki misalnya," katanya.
Boyamin mengatakan pengurangan hukuman terhadap Djoko Tjandra merupakan semacam rumus hukum yang ada selama ini.
"Rumus hukum Indonesia kan memang begitu, jadi antara penyuap dan yang disuap adalah lebih berat yang disuap. Kalau Pinangki empat tahun maka Djoko Tjandra otomatis ya turun di bawahnya," kata Boyamin.
Boyamin menyatakan bahwa perihal yang bermasalah adalah hakim di tingkat banding yang menetapkan vonis turunnya hukuman bagi Jaksa Pinangki. Kebetulan, beberapa hakim yang mengurangi vonis Djoko Tjandra sama dengan yang mengurangi hukuman pada Jaksa Pinangki, ujarnya.
“Hakim tersandera dengan putusan terhadap jaksa Pinangki,” kata Boyamin.
Djoko Tjandra terbukti menyuap Jaksa Pinangki sebesar 500 ribu dolar AS, memberikan suap senilai 37 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura kepada Irjen Pol. Napoleon Bonaparte serta 100 ribu dolar AS kepada Brigjen Pol. Prasetijo Utomo.
Selain itu, Djoko Tjandra juga terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung dengan membayar biaya sebesar 10 juta dolar AS.