Jakarta (ANTARA) - Peneliti dan Project Lead Policy Center for Indonesia’s Development Initiatives (CISDI) Ayu Ariyanti mengusulkan agar minuman bergula dalam kemasan (MBDK) berpeluang dikenakan sebagai Barang Kena Cukai (BKC) setelah disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Meski cukup disayangkan cukai MBDK tidak secara eksplisit dimasukkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tetapi kami optimis masih ada peluang menambahkannya ke daftar BKC pada tahun depan," kata Ayu Ariyanti dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, ada peluang memasukkan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada APBN 2022 setelah disahkannya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan oleh DPR RI, Kamis (7/10).
Hal tersebut, lanjutnya, sejalan dengan paparan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengatakan bahwa pemerintah membuka kesempatan penambahan BKC dalam penyusunan RAPBN.
Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjuti UU HPP dengan mengajukan cukai MBDK demi meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
"Kami khawatir penambahan dan penerapan cukai MBDK akan terulur-ulur seperti cukai plastik. Padahal, sangat penting bagi Indonesia untuk segera mengendalikan konsumsi minuman manis yang memiliki kaitan erat dengan prevalensi diabetes dan obesitas," katanya.
Sebagai catatan, ujar dia, Indonesia menjadi negara dengan konsumsi MBDK ketiga tertinggi di Asia Tenggara dengan konsumsi sebanyak 20,23 liter/orang/tahun.
Selain itu, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, tren obesitas di Indonesia meningkat dari 10,3 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018 dan menurut riset yang sama, penderita diabetes juga mengalami tren kenaikan dari 5,7 persen pada 2007, melonjak ke 10,9 persen pada 2018.
Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Shita Dewi menyatakan, meningkatnya jumlah individu yang mengalami obesitas atau diabetes akan berdampak pada produktivitas masyarakat serta meningkatkan beban pembiayaan pengobatan yang pemerintah tanggung melalui Jaminan Kesehatan Nasional dalam jangka panjang. Cukai adalah salah satu instrumen kebijakan yang dapat mendorong perubahan perilaku, baik perilaku konsumen maupun produsen.
"Pendapatan dari cukai yang di-earmarked untuk sektor kesehatan juga berpotensi menjadi sumber baru untuk pembiayaan kesehatan. Cukai menjadi salah satu opsi kebijakan yang membuktikan peran multisektor untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan penyakit tidak menular," katanya.
Senada, peneliti dari UI, Abdillah Ahsan mengingatkan bahwa Cukai MBDK sudah beberapa kali dibahas dalam rapat dengan DPR RI, sehingga saya yakin sudah ada inisiatif baik dari pemerintah terutama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan.
Ke depannya, ujar Abdillah Ahsan, tinggal memastikan dan mengawal perumusan RAPBN agar cukai MBDK dapat diinklusikan.
Berita Terkait
Kata-kata positif dapat bangun kesehatan mental anak
Sabtu, 18 Mei 2024 15:53 Wib
Artis Epy Kusnandar tersangka narkoba depresi sehingga dirawat di RSKO
Jumat, 17 Mei 2024 19:21 Wib
Skintific merilis produk baru untuk wajah berminyak dan berjerawat
Jumat, 17 Mei 2024 17:37 Wib
Penjualan gim GTA 5 capai 200 juta kopi
Jumat, 17 Mei 2024 16:26 Wib
Obesitas awal pada anak dapat kurangi setengah harapan hidup
Jumat, 17 Mei 2024 16:04 Wib
Usia 25-30 tahun jadi masa reproduksi paling sehat bagi perempuan
Jumat, 17 Mei 2024 16:00 Wib
Bugatti merilis edisi spesial mobil balap Type 35
Jumat, 17 Mei 2024 15:56 Wib
Chevrolet Camaro akan hadir dalam versi listrik
Jumat, 17 Mei 2024 15:50 Wib