Jakarta (ANTARA) - Petani sawit yang berproduksi secara swadaya maupun bermitra dengan pihak lain perlu lebih memahami mengenai pentingnya memperoleh sertifikasi berkelanjutan karena sifatnya multiguna atau memiliki banyak keuntungan termasuk dari aspek ekonomi.
Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal dalam rilis tentang sawit berkelanjutan di Jakarta, Sabtu, menyatakan bahwa secara umum, baik petani swadaya maupun plasma, banyak yang masih belum memahami mengenai pentingnya sertifikasi dari kelapa sawit berkelanjutan itu sendiri.
Saat ini, ujar Achmad Maulizal, ada dua sertifikasi untuk sawit berkelanjutan, yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Kita dukung ISPO, karena syaratnya lebih detail dan juga secara perlakuan untuk mendapatkan syarat-syarat tadi itu menjadi bagian dari BPDPKS," katanya.
Maulizal mengemukakan, BPDPKS sedang mengembangkan beberapa produk dari kelapa sawit, antara lain uji coba kelayakan B40.
Selain itu, BPDPKS juga sedang mencoba peremajaan sawit rakyat (PSR) melalui program kemitraan dengan perusahaan-perusahaan sebagai penjamin untuk mendapatkan dana peremajaan dari BPDPKS senilai Rp30 juta per hektare.
Pembicara lainnya, Koordinator Tim Sekretariat Komite ISPO, Herdradjat Natawidjaja menegaskan, sertifikasi ISPO wajib atau mandatori untuk semua tipe perkebunan. Sementara untuk pekebunan rakyat, akan diberikan masa transisi 5 tahun.
"Nanti pada 2025 bukan hanya perusahaan perkebunan yang mandatori, tapi juga pekebun rakyat wajib hukumnya dilakukan sertifikasi ISPO," kata Herdradjat.
Adapun, perusahaan wajib membuat sertifikat ISPO berlandaskan pada Perpres 44/2020, sedangkan regulasi turunan telah disiapkan untuk implementasi Perpres 44/2020 tersebut.
Ia menjelaskan manfaat melakukan sertifikasi ISPO bagi perusahaan atau petani. Pertama, memberikan keuntungan yang lebih kompetitif dalam bisnis, terutama untuk memenangkan dukungan dari berbagai pihak.
Mulai dari menciptakan pertumbuhan pasar dan peningkatan harga jual, memperoleh pinjaman dengan bunga yang kompetitif dari bank,permudah mendapatkan izin untuk beroperasi atau memperluas area lebih mudah dan terkendali.
Lalu, sertifikasi ISPO membuat perusahaan atau petani mendapatkan pengakuan secara sosial untuk beroperasi, dan dapat merangkul lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang selama ini menjadi musuh perusahaan sawit.
Kedua, mengadopsi Prinsip dan Kriteria tentang GAP (Good Agricultural Practices) akan meningkatkan pertumbuhan tanaman dan mengarah ke peningkatan produktivitas. Ketiga, membantu meringankan dampak negatif kepada lingkungan.
Keempat, membantu melindungi warisan hutan, ekologi, budaya lokal dan nilai-nilai sejarah. "Kelima atau yang terakhir, sertifikasi ISPO dapat membantu pekerja dan membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar," ujarnya.
Ketua Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Narno mengungkapkan, tantangan terbesar proses awal ialah sulitnya mengubah pola pikir petani dan menciptakan rasa kebersamaan petani. "Tapi setelah diikuti dalam prosesnya, petani akan semakin memahami bahwa betapa penting sertifikasi itu," katanya.
Berita Terkait
Pemda dan aparat bersinergi jaga iklim investasi perkebunan sawit di Kobar
Senin, 11 November 2024 17:46 Wib
DPRD Gumas ajukan raperda inisiatif terkait angkutan hasil produksi PBS
Senin, 11 November 2024 14:20 Wib
Pemprov Kalteng komitmen wujudkan kesejahteraan pekebun sawit rakyat
Jumat, 8 November 2024 14:06 Wib
DPRD Seruyan nilai perlunya inovasi dalam menciptakan lapangan kerja baru
Kamis, 31 Oktober 2024 16:54 Wib
DPRD Seruyan : Dapil dua punya potensi sektor perkebunan
Selasa, 15 Oktober 2024 22:58 Wib
Pemkab Lamandau sosialisasikan Program Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun
Senin, 30 September 2024 12:52 Wib
Bank Kalteng-USAID SEGAR kolaborasi kembangkan pendanaan hijau
Selasa, 24 September 2024 13:54 Wib
Peduli lingkungan, GAPKI tanam mangrove tahap III di Kobar
Minggu, 15 September 2024 0:16 Wib