Gapki dan pemerintah satukan persepsi terkait aturan perkebunan

id Gapki, perkebunan, kelapa sawit, gapki kalteng, pemprov kalteng, plasma 20 persen, palangka raya, kalteng, kalimantan tengah

Gapki dan pemerintah satukan persepsi terkait aturan perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan RI dan Pemprov Kalteng serta Gapki Pusat dan provinsi setempat, melaksanakan sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat di Palangka Raya, Rabu, (26/10/2022). (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Palangka Raya (ANTARA) -
Direktorat Jenderal Perkebunan RI dan Dinas Perkebunan se-Kalimantan Tengah, bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pusat dan provinsi setempat melaksanakan sosialisasi peraturan terkait kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat yang dilaksanakan di Kota Palangka Raya, Rabu (26/10). 
 
Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Pusat Azis Hidayat, Kamis, mengatakan, secara profesional Gapki siap mengikuti aturan yang berlaku serta mensosialisasikan aturan tersebut kepada anggota Gapki di seluruh Indonesia.
 
"Termasuk kepada pemerintah daerah tentang aturan fasilitasi 20 persen pembangunan kebun untuk masyarakat supaya semua pihak punya pemahaman yang sama," jelasnya.
 
Azis menyampaikan, sesuai dengan aturan yang ada, kewajiban fasilitasi 20 persen itu bukan membangun kebun dan kemudian dibagikan kepada masyarakat dan/atau meminta agar HGU perusahaan untuk dibagi-bagikan.
 
"Aturan tersebut harus ada harmonisasi dan sejalan antara Kementerian/Lembaga, juga antara pemerintah pusat dan daerah. Maka dari itu langkah sosialisasi ini untuk menyamakan persepsi, artinya semua pihak punya satu pemahaman atas aturan yang sama, supaya ada iklim investasi yang kondusif, usaha berjalan lancar dan ada kepastian hukum," terangnya.
 
Oleh karenanya, dia mengatakan,fasilitasi menjadi kata kunci dalam hal ini, baik tentang pola kredit, bagi hasil dan bukan semata-mata membangun kebun. Gapki pusat sangat konsen dan berkomitmen dalam mencari solusi untuk membangun Kalteng ke depan agar lebih baik lagi.
 
Untuk itu harus ada realisasi fasilitasi pembangunan kebun masyarakat bilamana ada lahannya. Jika tidak ada lahannya lagi, maka bisa dilakukan usaha produktif, pola bagi hasil dan tidak harus ditanami kelapa sawit.
 
"Jika masyarakat ingin melakukan pengelolaan ternak sapi atau perikanaan dan lainnya, ini merupakan salah satu bentuk realisasi kewajiban plasma 20 persen tersebut," jelasnya.

Baca juga: Pemprov Kalteng berangkatkan 27 warga umrah ke Tanah Suci Mekkah
 
Pihaknya juga masih menunggu penetapan nilai optimum produksi sesuai Undang-Undang No 11 Tahun 2020 untuk menjadi acuan penentuan nilai pembiayaan bagi perusahaan wajib memberikan fasilitasi bagi masyarakat.
 
Dia juga menambahkan, fasilitasi pembangunan kebun masyarakat hanya diberikan satu kali sesuai dengan nilai optimum produksi yang ditetapkan. Misalnya kebun ada 1.000 hektare, maka wajib plasma 20 persen dan bilamana sudah tidak tersedia lahannya lagi, maka bisa dipenuhi dengan kegiatan produktif lain yang disepakati dengan masyarakat dan diketahui oleh pemda dengan nilai pembiayaan sesuai dengan nilai optimum produksi yang ditetapkan.

Baca juga: Revitalisasi posyandu bantu percepatan penurunan stunting di Kalteng
 
Nantinya ditentukan penggunaannya sesuai kesepakatan bersama dengan sistem kemitraan. Pada intinya pelaksanaan pembiayaan kegiatan produktif yang disepakati tergantung pada kesepakatan dengan masyarakat dan kemampuan perusahaan berapa tahun pemberiannya.
 
"Makanya kami minta juga agar semua perusahan masuk menjadi anggota Gapki untuk lebih memudahkan koordinasi," ungkap mantan Ditjen Perkebunan Kementan itu.
 
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rizky R Badjuri menuturkan, belum semua perkebunan besar di Kalteng merealisasikan pembangunan kebun masyarakat minimal 20 persen dari luas lahan yang ada. 
 
Padahal Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar, yakni seluas 20 persen dari areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.
 
"Memang 20 persen tersebut belum ada komitmen, belum ada kejelasan tentang ketetapan angkanya. Sebab, harga optimum itulah yang menjadi dasar perhitungan. Jadi secara bertahap penyelesaian konversi 20 persen terkait fasilitasi pembangunan kebun masyarakat," terang Rizky.

Baca juga: Wagub Kalteng: Santri menjadi pilar memajukan bangsa dan negara
 
Ia menekankan, jika nantinya aturan dan tercapainya kesepakatan angka nila optimum. Maka harus ditaati, regulasi untuk ditaati. Apabila sudah disepakati, maka pihaknya akan melakukan penertiban dan pengawasan terkait hal itu dengan masif, agar aturan tersebut benar-benar berjalan dengan baik.
 
Sementara itu Ketua Gapki Kalteng Dwi Dharmawan menambahkan, pada prinsipnya pelaku usaha perkebunan kelapa sawit selalu taat aturan dan mengharapkan dukungan pemangku kepentingan dan masyarakat, agar bisa mengoptimalkan pembangunan kebun masyarakat.
 
"Komitmen kami bisa memenuhi 20 persen plasma sebagai porsi kemitraan masyarakat sesuai dengan aturan. Biar nanti akan ada solusi hingga tidak berkepanjangan ada persoalan dan menimbulkan konflik yang justru akan merugikan semua pihak. Kami mendukung pemerintah mencari solusi ini agar berjalan sesuai regulasi yang ada. Kami akan patuh mengikuti regulasi yang ada," ucapnya.
 
Masyarakat diharapkan bersabar menunggu aturan yang sedang dalam proses harmonisasi dan Gapki Kalteng berharap agar pemda dapat mendorong agar situasi kondusif. Perusahaan masih dapat berjalan agar ekonomi daerah terus berjalan dan tidak terpengaruh dengan kondisi ekonomi global yang kurang baik ini.

Baca juga: Pemprov Kalteng gencar beri edukasi ke remaja tentang cegah stunting

Baca juga: Pemprov Kalteng kirim perahu optimalkan penanganan banjir di Kobar

Baca juga: Dinas Ketahanan Pangan Kalteng siapkan subsidi kendalikan harga pangan