Penguatan pangan berkelanjutan antisipasi krisis dunia
Badung, Bali (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan penguatan promosi sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan merupakan salah satu upaya dalam mengantisipasi krisis dunia.
"Kerja sama dunia dalam menghadapi krisis pangan ini mutlak dilakukan karena tidak ada satu negara yang punya kemampuan sendiri," katanya dalam Global Food Security Forum Presidensi G20 Indonesia di Bali, Minggu.
Selain itu, mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka dan nondiskriminatif serta memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan turut menjadi langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi krisis.
Mentan menegaskan pangan adalah human rights sehingga tidak boleh ada negara G20 yang menutup diri atau membatasi ekspornya maupun memproteksi hanya demi kepentingan negara masing-masing.
Terlebih lagi, global sudah kesepakatan sepakat bahwa sektor pangan merupakan sektor super prioritas yang harus dikelola bersama dan berkelanjutan sehingga anggaran di semua negara harus dinaikkan untuk mendukung ketersediaannya.
Ia menegaskan global harus mempunyai data negara-negara yang mengalami permasalahan dari sisi pangannya sehingga negara lain dapat membantu untuk mengatasinya.
Bagi negara yang memiliki ketersediaan pangan berlebih maka harus dicanangkan untuk kepentingan global termasuk membantu negara-negara yang mengalami krisis pangan.
"Stok beras di Indonesia sendiri saat ini sekarang ini sebanyak 10,2 juta ton beras," ujarnya.
Mentan menambahkan, peningkatan skala produksi pangan lokal untuk menyubtitusi gandum juga tak kalah penting untuk mengatasi krisis.
Saat ini, Kementerian Pertanian telah menyiapkan sagu, gandum dan singkong sebagai bahan pembuat tepung pengganti gandum.
"Memang kami harus mempersiapkan langkah substitusi pada masalah gandum itu, kami persiapkan sagu, kami persiapkan singkong dan kami persiapkan juga sorgum," jelas Mentan.
"Kerja sama dunia dalam menghadapi krisis pangan ini mutlak dilakukan karena tidak ada satu negara yang punya kemampuan sendiri," katanya dalam Global Food Security Forum Presidensi G20 Indonesia di Bali, Minggu.
Selain itu, mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka dan nondiskriminatif serta memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan turut menjadi langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi krisis.
Mentan menegaskan pangan adalah human rights sehingga tidak boleh ada negara G20 yang menutup diri atau membatasi ekspornya maupun memproteksi hanya demi kepentingan negara masing-masing.
Terlebih lagi, global sudah kesepakatan sepakat bahwa sektor pangan merupakan sektor super prioritas yang harus dikelola bersama dan berkelanjutan sehingga anggaran di semua negara harus dinaikkan untuk mendukung ketersediaannya.
Ia menegaskan global harus mempunyai data negara-negara yang mengalami permasalahan dari sisi pangannya sehingga negara lain dapat membantu untuk mengatasinya.
Bagi negara yang memiliki ketersediaan pangan berlebih maka harus dicanangkan untuk kepentingan global termasuk membantu negara-negara yang mengalami krisis pangan.
"Stok beras di Indonesia sendiri saat ini sekarang ini sebanyak 10,2 juta ton beras," ujarnya.
Mentan menambahkan, peningkatan skala produksi pangan lokal untuk menyubtitusi gandum juga tak kalah penting untuk mengatasi krisis.
Saat ini, Kementerian Pertanian telah menyiapkan sagu, gandum dan singkong sebagai bahan pembuat tepung pengganti gandum.
"Memang kami harus mempersiapkan langkah substitusi pada masalah gandum itu, kami persiapkan sagu, kami persiapkan singkong dan kami persiapkan juga sorgum," jelas Mentan.