Palangka Raya (ANTARA) - Penguatan kemitraan antara petani dan perusahaan sawit bisa berdampak positif pada upaya Indonesia untuk menurunkan emisi karbon demi mencegah perubahan iklim.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Musdalifah Mahmud melalui pernyataan yang diterima di Palangka Raya, Kamis minta perusahaan meningkatkan kemitraan untuk menolong petani meningkatkan produktivitasnya.
"Kemitraan itu bisa dalam program penanaman ulang (replanting). Petani bisa memanfaatkan benih sawit berkualitas seperti yang digunakan perusahaan perkebunan. Perusahaan juga wajib menolong peningkatan kapasitas petani, termasuk pemasaran hasil panen,” katanya.
Dia mengatakan, produktivitas lahan petani sawit di Indonesia masih rendah, hanya 2 ton crude palm oil (CPO) per hektare, per tahun. Sementara produktivitas perkebunan skala besar bisa mencapai 8 ton CPO per hektare, per tahun.
Pernyataan itu diungkapkan dia terkait pelaksanaan diskusi panel di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP 27 di Sharm El Sheikh, Mesir beberapa waktu lalu.
Saat ini pemerintah menyediakan berbagai fasilitas untuk memperkuat perkebunan skala rakyat. Diantaranya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program Smart Farming yang mencakup digitalisasi rantai pasokan.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan KLHK Belinda Arunawati mengungkapkan, di luar kawasan hutan negara masih terdapat sekitar 7,4 juta hektare lahan yang berstatus areal penggunaan lain yang memiliki tutupan hutan.
“Untuk mencegah konversi hutan, kerja sama yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun sub-nasional penting untuk dilakukan,” katanya.
Baca juga: DLH Palangka Raya edukasi siswa kelola sampah jadi barang bernilai ekonomi
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki sekitar 95,3 juta hektare tutupan hutan di seluruh wilayah Indonesia.
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan salah satu upaya yang dilakukan Indonesia untuk menurunkan emisi karbon adalah melaksanakan agenda Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Tujuannya untuk mencegah pelepasan sekaligus meningkatkan penyerapan gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.
“Target dari FOLU Net Sink 2030 adalah tingkat emisi GRK minus 140 juta ton setara karbon dioksida (CO2e). Artinya tingkat penyerapan GRK sudah seimbang atau bahkan lebih besar dibandingkan emisinya," katanya.
Direktur PT Smart Tbk dan Senior Advisor Sustainability Sinar Mas Agribusiness and Food Agus Purnomo mengatakan, pihaknya berkomitmen dalam pelestarian lingkungan dan berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Pihaknya juga menghargai komitmen pemerintah Indonesia dan bangga dengan kemajuan yang telah dicapai dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Berkat kerja sama dengan masyarakat setempat, sekitar 43.000 hektare area hutan berhasil dipertahankan.
Sinar Mas Agribusiness and Food juga memastikan mitra pemasok melaksanakan kebijakan konservasi untuk menjaga tutupan hutan di areal pengelolaannya. Dari upaya tersebut terdapat 117.000 hektare tutupan hutan yang dilindungi.
“Kami percaya bahwa kelapa sawit memainkan peranan penting dalam pencapaian target untuk FOLU Net Sink 2030 Indonesia di luar kawasan hutan. Kami juga yakin bahwa bila kita bekerja sama melibatkan seluruh pemangku, akan ada perubahan nyata yang berdaya guna,” katanya.
Baca juga: Pemkot Palangka Raya lestarikan seni "menjawet uwei"
Baca juga: BPBD Palangka Raya siapkan lokasi pengungsian korban banjir kiriman