460 orang tewas, tentara Sudan setuju perpanjang gencatan senjata selama 72 jam
Ankara (ANTARA) - Tentara Sudan pada Kamis setuju untuk memperpanjang gencatan senjata kemanusiaan dengan kelompok paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) selama 72 jam lagi dimulai dari berakhirnya gencatan senjata sebelumnya.
"Pemimpin tentara nasional setuju untuk memperpanjang gencatan senjata dengan masa tambahan 72 jam, berlaku mulai saat berakhirnya gencatan senjata saat ini," kata tentara nasional Sudan dalam sebuah pernyataan.
Dalam pernyataan itu, tentara nasional menekankan bahwa "pemberontak harus mematuhi persyaratan gencatan senjata kali ini."
Tentara menuduh RSF "menyerang institusi militer dan tempat-tempat angkatan bersenjata, menyabotase fasilitas penting, dan membahayakan nyawa warga."
Setidaknya 460 orang tewas dan lebih dari 4.000 mengalami luka-luka dalam bentrokan antara tentara nasional dengan RSF sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan Sudan.
Ketidaksepakatan telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara tentara dan paramiliter mengenai reformasi keamanan militer.
Reformasi tersebut mempertimbangkan partisipasi penuh RSF dalam militer yang menjadi salah satu isu utama dalam negosiasi dengan pihak internasional dan regional untuk transisi menuju pemerintahan sipil dan demokratis.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat yang dalam kekuatan politik disebut "kudeta".
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
"Pemimpin tentara nasional setuju untuk memperpanjang gencatan senjata dengan masa tambahan 72 jam, berlaku mulai saat berakhirnya gencatan senjata saat ini," kata tentara nasional Sudan dalam sebuah pernyataan.
Dalam pernyataan itu, tentara nasional menekankan bahwa "pemberontak harus mematuhi persyaratan gencatan senjata kali ini."
Tentara menuduh RSF "menyerang institusi militer dan tempat-tempat angkatan bersenjata, menyabotase fasilitas penting, dan membahayakan nyawa warga."
Setidaknya 460 orang tewas dan lebih dari 4.000 mengalami luka-luka dalam bentrokan antara tentara nasional dengan RSF sejak 15 April, menurut Kementerian Kesehatan Sudan.
Ketidaksepakatan telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara tentara dan paramiliter mengenai reformasi keamanan militer.
Reformasi tersebut mempertimbangkan partisipasi penuh RSF dalam militer yang menjadi salah satu isu utama dalam negosiasi dengan pihak internasional dan regional untuk transisi menuju pemerintahan sipil dan demokratis.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat yang dalam kekuatan politik disebut "kudeta".
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan