BRGM intervensi 760 desa mandiri peduli gambut, termasuk di Kalteng
Palangka Raya (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah melakukan intervensi terhadap 760 desa pada program Desa Mandiri Peduil Gambut (DMPG) sebagai bagian dari upaya restorasi gambut.
"Sampai akhir 2022, ada 760 desa di tujuh provinsi yang kita intervensi. Ada yang baru setahun, ada yang dua tahun. Karena banyak sebarannya maka kita lakukan berkala," kata Sekretaris BRGM Ayu Dewi Utari, di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis.
Tujuh provinsi sasaran program Desa Mandiri Peduli Gambut itu adalah Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
Dia mengatakan, Desa Mandiri Peduli Gambut dibentuk di daerah desa yang daerah setepat memiliki kawasan gambut. Masyarakat setempat juga telah melaksanakan kegiatan terkait restorasi gambut.
Baca juga: Kalimantan Tengah sukses juara umum Penas KTNA XVI
Aktivitas menjaga gambut ini seperti dengan memanfaatkan lahan sebagai kawasan pertanian padi, tanaman buah, kawasan tanam sayuran, kawasan budidaya perikanan dan lain sebagainya.
Dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan program DMPG, pihaknya juga terus melakukan komunikasi dan diskusi langsung, baik dengan pemerintah daerah, pihak swasta ataupun dengan masyarakat pelaku secara langsung.
Selain untuk mendukung sarana dan prasarana program DMPG, komunikasi dengan berbagai pihak itu juga untuk memastikan produk yang dihasilkan di kawasan gambut terserap pasar.
"Kita ingin dipastikan ada pasar yang menampung hasil pertanian mereka. Pada dasarnya, mereka bekerja di sektor pertanian semua," kata Ayu Dewi usai dialog dengan kelompok penggarap lokasi demfarm budidaya padi di lahan sawah gambut di Desa Talio Hulu.
Apalagi, setiap daerah sasaran program Desa Mandiri Peduli Gambut memiliki potensi daerah dengan cara pengembangan yang berbeda pula.
"Setiap daerah hasilnya beda-beda, tidak bisa kita samakan semua. Misalnya seragam harus padi, atau ternak atau lainnya. Harus disesuaikan dengan potensi daerah, minat petai dan pasar yang ada. Maka kami libatkan semua pihak terkait," katanya.
Baca juga: Wagub Kalteng minta Gapki membantu penyelesaian konflik lahan
Baca juga: Pemprov Kalteng tetapkan lima kabupaten lokus pemetaan potensi investasi
Baca juga: Pemprov Kalimantan Tengah dukung pendirian Fakultas Kedokteran UMPR
"Sampai akhir 2022, ada 760 desa di tujuh provinsi yang kita intervensi. Ada yang baru setahun, ada yang dua tahun. Karena banyak sebarannya maka kita lakukan berkala," kata Sekretaris BRGM Ayu Dewi Utari, di Desa Talio Hulu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis.
Tujuh provinsi sasaran program Desa Mandiri Peduli Gambut itu adalah Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
Dia mengatakan, Desa Mandiri Peduli Gambut dibentuk di daerah desa yang daerah setepat memiliki kawasan gambut. Masyarakat setempat juga telah melaksanakan kegiatan terkait restorasi gambut.
Baca juga: Kalimantan Tengah sukses juara umum Penas KTNA XVI
Aktivitas menjaga gambut ini seperti dengan memanfaatkan lahan sebagai kawasan pertanian padi, tanaman buah, kawasan tanam sayuran, kawasan budidaya perikanan dan lain sebagainya.
Dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan program DMPG, pihaknya juga terus melakukan komunikasi dan diskusi langsung, baik dengan pemerintah daerah, pihak swasta ataupun dengan masyarakat pelaku secara langsung.
Selain untuk mendukung sarana dan prasarana program DMPG, komunikasi dengan berbagai pihak itu juga untuk memastikan produk yang dihasilkan di kawasan gambut terserap pasar.
"Kita ingin dipastikan ada pasar yang menampung hasil pertanian mereka. Pada dasarnya, mereka bekerja di sektor pertanian semua," kata Ayu Dewi usai dialog dengan kelompok penggarap lokasi demfarm budidaya padi di lahan sawah gambut di Desa Talio Hulu.
Apalagi, setiap daerah sasaran program Desa Mandiri Peduli Gambut memiliki potensi daerah dengan cara pengembangan yang berbeda pula.
"Setiap daerah hasilnya beda-beda, tidak bisa kita samakan semua. Misalnya seragam harus padi, atau ternak atau lainnya. Harus disesuaikan dengan potensi daerah, minat petai dan pasar yang ada. Maka kami libatkan semua pihak terkait," katanya.
Baca juga: Wagub Kalteng minta Gapki membantu penyelesaian konflik lahan
Baca juga: Pemprov Kalteng tetapkan lima kabupaten lokus pemetaan potensi investasi
Baca juga: Pemprov Kalimantan Tengah dukung pendirian Fakultas Kedokteran UMPR