New York (ANTARA) - Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya ke level tertingginya dalam hampir enam bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena kegelisahan atas pertumbuhan global, khususnya di Uni Eropa, Inggris, dan China, menyebabkan investor berbondong-bondong ke mata uang safe-haven dolar AS.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,66 persen menjadi 104,8080 pada akhir perdagangan.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Komposit final Hamburg Commercial Bank (HCOB), yang dirilis Selasa (5/9) oleh S&P Global, turun menjadi 46,7 pada Agustus dari 48,6 pada Juli, terendah yang belum pernah terlihat sejak November 2020.
“Zona euro tidak tergelincir ke dalam resesi pada paruh pertama tahun ini, namun paruh kedua akan menghadirkan tantangan yang lebih besar,” kata Cyrus de la Rubia, Kepala Ekonom di Hamburg Commercial Bank. "Angka-angka yang mengecewakan ini berkontribusi pada revisi turun PDB kita yang saat ini berada di minus 0,1 persen untuk kuartal ketiga," katanya lagi.
Penurunan aktivitas bisnis zona euro meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan pada bulan lalu, karena industri jasa-jasa yang dominan di blok tersebut mengalami kontraksi, menurut survei yang menunjukkan bahwa blok tersebut dapat jatuh ke dalam resesi.
Aktivitas jasa-jasa China berkembang pada laju paling lambat dalam delapan bulan pada Agustus, sebuah survei sektor swasta menunjukkan pada Selasa (5/9), karena lemahnya permintaan terus membebani perekonomian terbesar kedua di dunia itu dan stimulus gagal menghidupkan kembali konsumsi secara berarti.
"Kekhawatiran meningkat terhadap perlambatan pertumbuhan global yang disebabkan oleh China dan Eropa. Akibatnya dolar AS mendapatkan tawaran safe haven yang kuat," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Convera di Washington.
“Pada saat yang sama, peningkatan inflasi di AS menyebabkan memudarnya ekspektasi The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat,” katanya pula.
Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengatakan pada Selasa (5/9) bahwa data ekonomi terbaru memberikan ruang bagi Bank Sentral AS untuk melihat apakah mereka perlu menaikkan suku bunga lagi, sambil mencatat bahwa saat ini ia tidak melihat apa pun yang dapat memaksa dilakukannya upaya untuk meningkatkan kembali biaya pinjaman jangka pendek.
Pasar keuangan meyakini kenaikan suku bunga The Fed sudah berakhir. Namun Waller memperingatkan agar tidak membuat asumsi seperti itu, mengingat bahwa The Fed telah terpukul sebelumnya oleh data yang tampaknya menunjukkan perbaikan pada sisi inflasi namun kemudian melihat tekanan harga menjadi lebih kuat dari perkiraan.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,0721 dolar AS dari 1,0795 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,2566 dolar AS dari 1,2631 dolar AS.
Sementara itu, kenaikan harga minyak telah menghidupkan kembali kekhawatiran inflasi global. Harga minyak mentah West Texas Intermediate telah naik 7,0 persen dalam dua minggu. Meskipun patokan minyak AS turun 0,3 persen pada Selasa (5/9), angka tersebut masih mendekati level tertinggi sejak pertengahan November 2022.
Imbal hasil obligasi bergerak berbanding terbalik dengan harga, sehingga aksi jual obligasi mendorong imbal hasil lebih tinggi. Imbal hasil obligasi Pemerintah AS bertenor 10 tahun naik di atas 4,23 persen pada Selasa (5/9).
Dolar AS dibeli 147,7660 yen Jepang, lebih tinggi dari 146,4900 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS meningkat menjadi 0,8896 franc Swiss dari 0,8842 franc Swiss, dan meningkat menjadi 1,3638 dolar Kanada dari 1,3593 dolar Kanada. Dolar AS naik menjadi 11,1026 krona Swedia dari 11,0071 krona Swedia.