Sampit (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, kembali mengingatkan agar kepala desa menjaga netralitas dalam pemilu.
“Kami melalui pengawas desa maupun panwascam sudah mengimbau agar kepala desa menjaga sikap netral terhadap pemilu, salah satunya dengan tidak terlibat aktif dalam pelaksanaan kampanye,” kata Kepala Bawaslu Kotawaringin Timur Muhamad Natsir di Sampit, Minggu.
Seperti diketahui, pada 11 Desember 2023 lalu Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor melantik 81 kepala desa hasil pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak di wilayah setempat.
Dari 81 kepala desa tersebut yang paling mendominasi adalah pendatang baru, sehingga sudah sepatutnya sosialisasi terkait aturan-aturan berhubungan dengan kepala desa perlu dilaksanakan, salah satunya terkait netralitas terhadap pemilu.
Natsir mengaku, hal ini pun telah diantisipasi dari jauh-jauh hari. Bawaslu Kotim sesuai instruksi dari Bawaslu RI dengan format surat baku telah menyampaikan imbauan kepada para kepala desa di Kabupaten Kotawaringin Timur melalui pengawas desa dan panwascam.
Pemerintah desa diminta untuk turut menjaga kondusivitas selama tahapan pemilu berlangsung. Pemerintah desa juga diharapkan turut mengawasi pelaksanaan kampanye, terlebih jika ada aparat desa yang terlibat dalam pelaksanaan kampanye.
“Karena mereka yang lebih tahu mana yang kepala desa atau perangkat desa masing-masing, jadi kami minta kerjasamanya dalam membantu pengawas di tingkat desa maupun kecamatan,” imbuhnya.
Baca juga: KPU Kotim mulai perakitan kotak suara
Terkait dengan mulai maraknya kampanye tatap muka, Natsir menjelaskan seorang kepala desa sama seperti ASN yang juga memiliki hak pilih tapi dituntut untuk menjaga netralitas.
Kepala desa boleh hadir dalam acara kampanye, tetapi sekadar untuk mendengarkan visi misi dari peserta pemilu sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan pribadi.
Kepala desa dilarang keras aktif dalam pelaksanaan kampanye. Mereka tidak boleh terlibat sebagai pelaksana acara, tidak boleh ikut menyuarakan yelyel, tidak boleh mengenakan seragam dinas ketika menghadiri kampanye, tidak boleh menghadiri kampanye saat jam kerja, bahkan tidak boleh sekadar menyanyikan lagu untuk memeriahkan kampanye.
“Kepala desa boleh hadir kampanye dengan dalih mendengarkan visi misi peserta pemilu. Tapi, kami mohon dengan hormat agar bersikap pasif saja,” ujar Natsir.
Ia menambahkan, sesuai Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, jika seorang kepala desa sebagai pejabat publik terbukti tidak netral maka dapat dikenakan delik pidana dengan ancaman hukuman paling lama 1 tahun dan denda Rp12 juta.
Kepala desa yang terbukti tidak netral juga terancam dicopot dari jabatannya, namun hal ini tergantung pada keputusan pimpinan daerah.
“Hasil kajian kami terhadap kepala desa yang terbukti melanggar aturan akan kami rekomendasikan kepada Bupati sebagai PPK melalui DPMD. Selanjutnya silakan mereka yang mengkaji hasil kajian kami karena Siapa tahu mereka mempunyai prinsip penindakan hukum yang berbeda dengan fakta-fakta yang kami sampaikan,” demikian Natsir.
Baca juga: Hipmi Kotim manfaatkan pameran dan olahraga ajak pemuda jadi pengusaha
Baca juga: 15 pejabat Kotim jalani asesmen lelang jabatan
Baca juga: KPU Kotim terima 930.504 surat suara untuk pemilihan legislatif