Awas! Duduk lama tanpa diimbangi gerakan berpotensi terkena saraf terjepit

id saraf terjepit,duduk lama,saraf kejepit,tulang belakang

Awas! Duduk lama tanpa diimbangi gerakan berpotensi terkena saraf terjepit

Ilustrasi seorang wanita duduk (ANTARA/Pexels/Moose Photos)

Tangerang (ANTARA) - Duduk di kursi dalam waktu lama tanpa diimbangi dengan gerakan maupun olahraga akan berpotensi terkena Hernia Nukleus Pulposus (HNP) atau saraf terjepit.

"Pekerja kantoran menghabiskan sebagian waktunya duduk di kursi, di mana ini bisa menaruh lebih banyak kompresi pada tulang belakang dibandingkan pada saat berdiri. Ini juga bisa terjadi saraf terjepit," kata dokter spesialis ortopedi dan traumatologi konsultan tulang belakang Eka Hospital BSD Tangerang Selatan, dr. Asrafi Rizki Gatam di Tangerang, Banten Rabu.

Baca juga: Jangan abaikan gejala penyakit syaraf di usia muda

Ia menyarankan kepada masyarakat yang banyak bekerja menghabiskan waktu dengan duduk agar mengimbangi dengan gerakan. "Jika sudah duduk selama 1,5 jam maka bergerak selama 15 menit," ujarnya.

Ia mengatakan ciri dan gejala penyakit saraf kejepit sangat khas, yaitu adanya nyeri yang menjalar dari leher sampai ke tangan, terasa kebas, kesemutan, terasa terbakar, hingga sensasi kesetrum yang sifatnya terus-menerus dan tidak hilang dalam jangka waktu yang panjang.

Baca juga: Penanganan saraf terjepit bisa gunakan teknologi endoskopi

Secara umum, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena saraf terjepit seperti usia semakin tua, berat badan dan riwayat keluarga pernah mengalami saraf terjepit.

"Saraf kejepit dapat terjadi pada hampir setiap bagian tulang seperti kaki hingga leher, namun biasanya paling sering terjadi pada tulang punggung bagian bawah. Saraf kejepit dapat menyebabkan rasa nyeri, mati rasa, hingga kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu atau kedua kaki," ujarnya.

Baca juga: Dokter sebut kurang tidur bisa sebabkan pikun

Ia menjelaskan, saraf terjepit merupakan sebuah kondisi ketika tulang belakang menerima tekanan berlebih sehingga menyebabkan bantalan yang terletak di antara tulang belakang mengalami kerusakan.

"Sekitar 70-80 persen kasus saraf terjepit terjadi akibat dari kelemahan otot, yang dimana ini terjadi karena seseorang jarang melatih ototnya dengan berolahraga," ujarnya.

Baca juga: Celine Dion mengidap gangguan saraf langka

Mengatasi saraf terjepit kini sudah dimudahkan dengan adanya kemajuan metode dan teknologi untuk mengatasi masalah tulang belakang seperti low back pain dan saraf terjepit yaitu melalui endoskopi tulang belakang.

Endoskopi merupakan sebuah teknologi berbentuk selang kecil yang dilengkapi dengan kamera dan lampu sorot di ujungnya yang digunakan untuk melakukan inspeksi ke bagian dalam tubuh tanpa harus melakukan pembedahan besar.

Baca juga: Apa saja gejala nyeri saraf terjepit?

Penggunaan endoskopi hanya memerlukan luka sayatan kecil sebesar 1-2 sentimeter, sehingga proses operasi serta pemulihan pasca operasi juga menjadi lebih efisien dan cepat.

Endoskopi biasa digunakan untuk pemeriksaan organ tubuh dalam seperti saluran pencernaan, namun juga bisa dan sering digunakan untuk mengatasi permasalahan tulang belakang, salah satunya yaitu saraf terjepit.

"Ada banyak jenis endoskopi tulang belakang dengan metode dan penanganan yang berbeda, seperti Biportal Endoscopic Spinal Surgery (BESS), Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy (PELD), dan masih banyak lagi," katanya.

Baca juga: Apa itu cedera saraf tulang belakang?

Untuk beberapa kasus saraf terjepit yang lebih berat dan membutuhkan pemasangan implan atau bantalan artifisial, dokter dapat menggunakan Robotic Navigation Spine Surgery yakni metode terbaru dalam dunia kedokteran.

Penggunaan Robotic Navigation Spine Surgery memiliki kelebihan yaitu tingkat akurasi penempatan implan mencapai 99,9 persen dan tingkat keberhasilannya mencapai 100 persen.

"Penggunaan teknologi ini juga dapat mempersingkat waktu operasi serta risiko infeksi yang lebih kecil. Selain saraf terjepit, Robotic Navigation Spine Surgery juga sering digunakan untuk mengatasi masalah tulang belakang lainnya, seperti skoliosis hingga tumor tulang," katanya.

Baca juga: Perbedaan osteoartritis dan osteoporosis menurut dokter