Masjid Qiblatain dalam sejarah berubahnya arah kiblat

id Masjid Qiblatain,sejarah berubah kiblat,madinah,haji indonesia,haji 2024

Masjid Qiblatain dalam sejarah berubahnya arah kiblat

Suasana Masjid Qiblatain di Madinah. (ANTARA/MCH 2024)

Madinah (ANTARA) - Dari sekian banyak masjid yang ada di Kota Suci Madinah, Masjid Qiblatain menjadi salah satu lokasi ziarah yang wajib dikunjungi, baik oleh jamaah haji maupun umrah.


Qiblatain merupakan salah satu masjid terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Terletak sekitar 7 km di sebelah timur laut Masjid Nabawi, masjid yang awalnya bernama Masjid Bani Salamah ini berdiri kokoh.

Penamaan Masjid Bani Salamah ini, karena dibangun di bekas rumah sahabat Nabi, Bani Salamah.

Qiblatain artinya dua kiblat. Di masjid ini Nabi Muhammad saw. mendapat wahyu dari Allah Swt. untuk mengubah arah kiblat dari Masjidil Al Aqsa di Baitul Maqdis (Palestina) ke Ka'bah di Masjidil Haram.

Bahkan, mihrab (penanda arah kiblat) ke Masjidil Aqsa masih terlihat kokoh di Masjid Qiblatain. Saat masuk ruangan masjid, peziarah dapat melihat tanda mihrab tersebut.

Dikutip dari Arabnews, masjid ini dibangun oleh Sawad bin Ghanam bin Kaab pada tahun kedua hijriah.

Konsultan Ibadah PPIH Daker Madinah, Aswadi, bercerita perubahan arah kiblat diyakini terjadi pada bulan Syakban, ketika Nabi Muhammad saw. memimpin Salat Zuhur.

Ketika sudah shalat dua rakaat, turunlah wahyu yang memerintahkan untuk mengubah arah kiblat. Maka Nabi sesegera mungkin mengubah arah kiblat tersebut.

"Karena itu merupakan perintah langsung di rakaat kedua atau dua rakaat bagian yang kedua. Dan langsung baginda Rasul itu mengalihkan kiblatnya itu dari Baitul Maqdis ke Ka'bah Baitullah. Ini kemudian diikuti oleh semua jamaah," kata Aswadi yang juga guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini..


Sejarah perubahan

Ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai waktu perpindahan arah kiblat tersebut. Sebagian menyatakan terjadi di Bulan Syakban, dan ada yang mengatakan di Bulan Rajab.

Ada yang mengatakan itu adalah hari Senin. Ada yang mengatakan itu hari Selasa. Ada yang mengatakan Shalat Zuhur, ada yang mengatakan Shalat Ashar.

Dikutip dalam laman Kemenag RI, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menyatakan bahwa itu terjadi saat Shalat Zuhur.

Pendapat yang dianggap paling tepat adalah salat yang dikerjakan di Bani Salamah pada saat meninggalnya Bisyr bin Barra' bin Ma’rur adalah Shalat Zuhur.
 
Suasana dalam Masjid Qiblatain. (ANTARA/MCH 2024)


Sementara shalat yang pertama kali dikerjakan di Masjid Nabawi dengan menghadap Ka'bah adalah Salat Ashar.
Kisah perpindahan arah kiblat ini bermula ketika Nabi Muhammad mengunjungi ibu dari Bisyr bin Barra' bin Ma’rur dari Bani Salamah yang ditinggal mati keluarganya. Kemudian tibalah waktu salat. Nabi pun shalat bersama para sahabat di masjid itu.

Dua rakaat pertama masih menghadap Baitul Maqdis, sampai akhirnya Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat. Wahyu datang ketika baru saja Nabi menyelesaikan rakaat kedua.

Perintah Allah Swt. yang menyuruh untuk menghadap Masjidil Haram ini tertuang dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 144.

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan".

Baca juga: Jamaah melaksanakan umrah wajib sebaiknya pada pagi atau malam hari

Baca juga: Banyaknya keterlambatan, Kemenag evaluasi penerbangan haji Garuda


Pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 96.

"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Makkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."

Sementara Al-Quds (Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari Bani Israil. Dari Madinah, Baitul Maqdis berada di sebelah utara, sedangkan Baitullah di bagian selatan.

Ketika masih di Makkah, Nabi shalat menghadap Baitul Maqdis, juga sekaligus menghadap Ka'bah. Nabi menghadap ke utara, di mana posisi Ka'bah searah dengan Baitul Maqdis.

Perubahan arah kiblat sendiri sudah diinginkan Nabi, karena selama di Makkah beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Bahkan sampai di Madinah pun, beliau masih menghadap ke sana lebih dari setahun.

Namun, Nabi terus memohon, mencari kepastian dan berharap agar kiblat dipindahkan ke Ka'bah, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 144.

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai."


Arsitektur

Masjid Al-Qiblatain sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Awalnya masjid ini dikelola oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab. Lalu direnovasi dan dibangun kembali ketika Kesultanan Usmani berkuasa.

Pada 1987 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Fahd pernah memperluasnya, merenovasi, dan membangun dengan konstruksi baru, tetapi tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut.
 
Mihrab yang menghadap Masjidil Aqsa, Palestina. (ANTARA/MCH 2024)


Di bagian luar, arsitektur masjid terinspirasi dari elemen dan motif tradisional, sehingga menampakkan citra otentik sebuah situs bersejarah.
Ruang shalat mengadopsi geometri dan simetri ortogonal yang ditonjolkan dengan menara kembar dan kubah kembar.

Kubah utama yang menunjukkan arah kiblat yang benar dan kubah kedua hanya dijadikan sebagai pengingat sejarah. Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah kiblat.

Masjid Qiblatain awalnya memang memiliki dua arah mihrab yang menonjol yang umumnya digunakan oleh Imam shalat, ke arah Makkah dan Palestina.

Usai renovasi, Masjid Qiblatain dibangun dengan memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka'bah di Makkah, sedangkan penanda kiblat lama yang ke Baitul Maqdis dipasang di atas pintu masuk ke ruang shalat.

Desainnya merupakan reproduksi mihrab Sulaimani, seperti di ruang bawah kubah sakhrah (kubah batu) di Yerusalem mengingatkan kepada mihrab Islam tertua yang masih ada.