Menko Luhut: Indonesia tetap anut One China Policy
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa Indonesia tetap menganut posisi One China Policy atau Kebijakan Satu China menyusul potensi konflik antara China dan Taiwan.
"Saya sampaikan juga kepada Wang Yi (Menteri Luar Negeri China), Indonesia tetap pada posisi One China Policy dan saya kira menjadi konsistensi dari kebijakan luar negeri kita," ujar Luhut dalam acara bertajuk "Supply Chain Dynamic in Critical Minerals Geopolitical" di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan Luhut terkait kemungkinan terjadinya konflik antara China dan Taiwan. Meskipun, tidak terjadi peperangan, kata Luhut, akan tetapi terdapat ketegangan antara China dan Taiwan.
One China Policy merupakan kebijakan yang menyatakan China merupakan pemerintah resmi dari China daratan, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Dengan demikian, tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Menurut Luhut, hal tersebut perlu ditegaskan oleh Indonesia guna memperjelas posisi Indonesia bagi China di tengah potensi konflik yang terjadi dengan Taiwan.
"Memang betul saya katakan tadi, saya belum melihat akan ada potensi perang terbuka antara China dan Taiwan, tetapi ketegangan itu pasti akan ada pengaruhnya," ujar Luhut.
Selain potensi konflik geopolitik yang terjadi antara Taiwan dan China, Luhut juga menyoroti kemungkinan gejolak geopolitik lainnya, seperti dampak dari pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat yang akan berlangsung pada 5 November 2024.
Terdapat dua calon presiden yang diduga akan melaju dalam pilpres tersebut, yakni Joe Biden dan Donald Trump.
Luhut menjelaskan pentingnya membaca situasi geopolitik China dan Amerika Serikat dikarenakan kedua negara tersebut merupakan bagian dari tiga kekuatan dunia yang memengaruhi perdagangan global.
Selain China dan Amerika Serikat, terdapat Eropa yang juga kondisi geopolitiknya harus diantisipasi.
"Faktor geopolitik yang memengaruhi perdagangan global ini, sebenarnya ada tiga kekuatan besar kalau saya katakan, ada China, Amerika (Serikat), dan Uni Eropa," kata Luhut.
"Saya sampaikan juga kepada Wang Yi (Menteri Luar Negeri China), Indonesia tetap pada posisi One China Policy dan saya kira menjadi konsistensi dari kebijakan luar negeri kita," ujar Luhut dalam acara bertajuk "Supply Chain Dynamic in Critical Minerals Geopolitical" di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan Luhut terkait kemungkinan terjadinya konflik antara China dan Taiwan. Meskipun, tidak terjadi peperangan, kata Luhut, akan tetapi terdapat ketegangan antara China dan Taiwan.
One China Policy merupakan kebijakan yang menyatakan China merupakan pemerintah resmi dari China daratan, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Dengan demikian, tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Menurut Luhut, hal tersebut perlu ditegaskan oleh Indonesia guna memperjelas posisi Indonesia bagi China di tengah potensi konflik yang terjadi dengan Taiwan.
"Memang betul saya katakan tadi, saya belum melihat akan ada potensi perang terbuka antara China dan Taiwan, tetapi ketegangan itu pasti akan ada pengaruhnya," ujar Luhut.
Selain potensi konflik geopolitik yang terjadi antara Taiwan dan China, Luhut juga menyoroti kemungkinan gejolak geopolitik lainnya, seperti dampak dari pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat yang akan berlangsung pada 5 November 2024.
Terdapat dua calon presiden yang diduga akan melaju dalam pilpres tersebut, yakni Joe Biden dan Donald Trump.
Luhut menjelaskan pentingnya membaca situasi geopolitik China dan Amerika Serikat dikarenakan kedua negara tersebut merupakan bagian dari tiga kekuatan dunia yang memengaruhi perdagangan global.
Selain China dan Amerika Serikat, terdapat Eropa yang juga kondisi geopolitiknya harus diantisipasi.
"Faktor geopolitik yang memengaruhi perdagangan global ini, sebenarnya ada tiga kekuatan besar kalau saya katakan, ada China, Amerika (Serikat), dan Uni Eropa," kata Luhut.