"Sambil menunggu kapal ferinya giliran menyeberang, sini mampir, daripada di luar panas. Biar saya buatkan minuman. Paling sebentar merebus air sudah matang. Sekarang kami pakai kompor gas. Jadi bisa lebih cepat dibanding pakai kayu bakar," kata Ira dengan ramah, Senin.
Beberapa pria yang di antaranya merupakan warga dari Jakarta yang berkunjung untuk sebuah kegiatan, tampak terkesima dengan sikap ramah yang ditunjukkan Ira. Dia kagum dengan keramahan masyarakat Dayak terhadap pendatang, meski belum saling kenal. Setidaknya tergambar dari sikap tulus Ira.
Hal lain yang cukup menarik perhatian, ternyata gas elpiji sudah sampai ke desa ini sehingga warga tidak lagi susah-susah menggunakan kayu bakar karena sudah bisa menggunakan kompor gas. Desa Sungai Hanya berjarak sekitar 196 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 4,5 jam dari Sampit Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Timur, sehingga distribusi barang memerlukan waktu cukup lama.
Ini memang sedikit menjadi pertanyaan karena Kecamatan Antang Kalang termasuk satu dari enam kecamatan di Kotawaringin Timur yang belum mendapat program konversi minyak tanah ke gas elpiji subsidi oleh pemerintah pusat. Namun faktanya, gas elpiji 3 kilogram itu kini mulai banyak digunakan warga di kecamatan paling ujung wilayah hulu Kotawaringin Timur tersebut.
Dari 17 kecamatan yang ada di Kotawaringin Timur, saat ini masih ada enam kecamatan yang belum tersentuh program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Enam kecamatan itu adalah Kecamatan Kota Besi, Telawang, Mentaya Hulu, Bukit Santuai, Telaga Antang dan Antang Kalang.
Meski belum terjamah program konversi, namun sebagian besar warga di enam kecamatan yang meliputi 80 desa itu sudah beralih menggunakan gas elpiji. Selain dinilai lebih praktis dibanding menggunakan kompor minyak maupun kayu bakar, beralih menggunakan elpiji seakan sudah menjadi keharusan karena warga juga semakin sulit mendapatkan minyak tanah.
Artinya, kini masyarakat di pelosok pun mulai bergantung dengan pasokan elpiji dari Pertamina. Saat ini, warga setempat mendapatkan gas elpiji dari kecamatan sekitar yang sudah masuk program konversi, maupun saat mereka turun berbelanja ke Sampit.
Hasil penelusuran, ternyata konsumsi gas elpiji di Kecamatan Antang Kalang bahkan sudah sampai ke Desa Tumbang Gagu. Desa ini merupakan desa paling ujung di utara Kotawaringin Timur yang berbatasan dengan kabupaten tetangga yaitu Katingan.
Meski berada paling jauh dan belum bisa ditembus melalui jalan darat, Desa Tumbang Gagu sudah cukup dikenal karena di desa ini terdapat objek wisata yang mendunia yaitu Betang Tumbang Gagu. Rumah panggung khas masyarakat Dayak itu dibangun pada tahun 1870 dengan bahan kayu ulin dan selesai pada 1878.
Untuk mencapai desa ini, otomatis warga masih mengandalkan moda transportasi sungai. Begitu pun untuk mengangkut kebutuhan pokok, warga mengandalkan perahu bermesin yang sering disebut kelotok.
Waktu tempuh dari Desa Tumbang Kalang Ibu Kota Kecamatan Antang Kalang menuju Desa Tumbang Gagu, sekitar empat sampai lima jam dengan medan jalur sungai yang berat karena harus melintasi sejumlah riam.
Perjalanan yang cukup berisiko bagi keselamatan penumpang maupun barang yang dibawa. Terlebih saat kemarau seperti sekarang, tidak jarang motoris dan penumpang harus turun untuk menarik perahu motor agar bisa melintasi titik sungai yang dangkal.
Kepala Desa Tumbang Gagu, Duberso mengatakan, untuk menyewa kelotok, warga harus merogoh kocek Rp3,5 juta hingga Rp4 juta. Bahkan saat kemarau panjang, sungai kering sehingga warga tidak bisa menggunakan kelotok.
Kondisi ini tentu berpengaruh besar terhadap harga bahan kebutuhan di desa yang berjarak sekitar 240 kilometer dari Sampit ini. Termasuk gas elpiji, harganya jauh berkali-kali lipat dibanding di kota.
"Di Desa Tumbang Gagu, warga yang menggunakan minyak tanah sudah tidak ada lagi. Warga hanya menggunakan kayu bakar dan elpiji 12 kg dan 3 kg. Elpiji 12 kg harganya Rp350 ribu, sedangkan yang 3 kg harganya Rp100 ribu per tabung," kata Duberso.
Warga mendapatkan elpiji dari pedagang di desa itu yang membelinya dari Desa Tumbang Kalang dan Tumbang Senamang yang diangkut melalui jalur sungai. Terkadang warga berbelanja ke kabupaten tetangga yaitu Katingan karena ada jalan darat yang tembus ke desa terdekat di Kecamatan Katingan Hulu.
Bagi warga Desa Tumbang Gagu, penggunaan kompor gas cukup efektif dan praktis. Untuk itu warga sangat berharap pasokan gas elpiji merata sampai ke desa mereka sehingga agar Si "Api Biru" juga menyala di dapur mereka.
Menurut Duberso, hal yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah pemerataan pasokan. Belum berpikir menikmati subsidi, jika pasokan elpiji tersedia saja, warga akan sangat bersyukur.
"Soal subsidi, mungkin bagi kami di Tumbang Gagu belum ada pengaruhnya secara langsung. Tapi kalau nantinya itu memang bisa, tentu sangat bersyukur. Mudah-mudahan saja. Tapi yang jelas saat ini yang diharapkan adalah pasokan elpiji merata sampai ke Tumbang Gagu," harap Duberso menyampaikan aspirasi warganya.
Harapan yang sama disampaikan masyarakat di Kota Sampit. Warga sangat berharap ketersediaan gas elpiji, terlebih ukuran 3 kilogram diharapkan selalu terjaga sehingga warga tidak kesulitan mendapatkannya.
Terkadang warga harus antre untuk mendapatkan gas elpiji di pangkalan. Opsi lain dengan membeli di warung, harganya dipastikan lebih tinggi dan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
HET elpiji 3 kilogram di Sampit hanya Rp22.000, sedangkan di warung berkisar Rp35.000 per tabung. Bahkan saat stok sedang kosong, harganya terkadang melonjak hingga di atas Rp40.000 per tabung 3 kilogram.
Tidak heran jika warga selalu antusias ketika ada operasi pasar gas elpiji 3 kilogram. Hal itu lantaran warga bisa mendapatkan gas bersubsidi itu dengan harga sesuai HET yang ditetapkan pemerintah.
"Faktanya, terkadang kalau di pangkalan lagi kosong, ya belinya di warung dengan harga lebih tinggi di banding di pangkalan. Intinya sih pasokannya yang harus mencukupi karena elpiji ini sudah menjadi kebutuhan pokok," kata Diana, seorang ibu rumah tangga di Sampit.
Selain untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, kecukupan dan kelancaran pasokan elpiji juga diharapkan oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Penggunaan elpiji dirasakan sangat praktis dan efisien sehingga berdampak terhadap pendapatan pelaku UMKM.
Berdasarkan keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023, pelaku UMKM termasuk kelompok yang berhak menggunakan elpiji 3 kilogram. Ini upaya pemerintah mendukung kebangkitan ekonomi kerakyatan melalui distribusi elpiji bersubsidi tepat sasaran.
"Selain minyak tanah memang sudah tidak ada yang jual, penggunaan elpiji memang terasa jauh lebih hemat dan cepat dibanding saat masih menggunakan minyak tanah. Harapannya cuma, pasokan dan harganya diharapkan stabil," kata Rahman, pedagang pentol bakso keliling.
Untuk menjalankan usahanya, Rahman dan rekan-rekan seprofesinya sangat memerlukan elpiji 3 kilogram yang digunakan untuk memanaskan pentol bakso yang mereka jual. Elpiji ukuran 3 kilogram tentu menjadi kebutuhan penting bagi mereka agar bisa berjualan dan mendapatkan keuntungan.
"Selain elpiji 3 kilogram itu lebih murah karena bersubsidi, tentu sangat berat kalau kami harus pakai elpiji 5 kilogram, apalagi 12 kilogram berkeliling jualan pakai sepeda motor. Harganya juga mahal," timpal Rahman berseloroh.
Gas elpiji juga turut andil dalam tingkat inflasi di Sampit. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kotawaringin Timur, inflasi year on year (y-on-y) di Sampit pada Juli 2024 sebesar 1,39 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,21. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga memberi andil sebesar 0,10 persen.
Gas elpiji kini menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Harapan terbesar saat ini adalah kuota dipenuhi sesuai kebutuhan, serta sebarannya merata hingga ke pelosok sehingga membawa manfaat besar bagi kegiatan rumah tangga dan peningkatan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Siap konversi mandiri
Konversi minyak tanah ke gas menjadi salah satu perhatian Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. Bahkan dalam beberapa kesempatan, Bupati Halikinnor terus meminta agar kuota gas elpiji 3 kilogram untuk daerah ini ditambah, khususnya bagi enam kecamatan yang tidak sempat mendapatkan program konversi minyak tanah ke gas elpiji.
"Sekarang ini sebagian besar masyarakat kita sudah menggunakan kompor gas, termasuk di enam kecamatan yang belum konversi. Wajar saja kalau sekarang sering kekurangan elpiji karena faktanya warga di enam kecamatan itu otomatis membeli elpiji dari kecamatan lain yang sudah dapat program konversi padahal itu kuota untuk kecamatan tersebut," kata Halikinnor.
Halikinnor menunjukkan keseriusannya memperjuangkan konversi minyak tanah ke gas elpiji. Dia bahkan langsung memimpin jajarannya ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk memperjuangkan penambahan kuota gas elpiji 3 kilogram.
Begitu pula dalam sebuah diskusi tentang energi di Sampit yang dihadiri perwakilan BPH Migas dan DPR RI, Halikinnor kembali menyuarakan usulan penambahan kuota elpiji 3 kilogram tersebut.
Halikinnor menyebut, pemerintah daerah mengusulkan tambahan kuota elpiji 3 kilogram sebanyak 6,4 juta kilogram atau 2,1 juta tabung untuk rumah tangga miskin dan UMKM di enam kecamatan yang belum masuk program konversi minyak tanah ke gas.
Menurutnya, penambahan pasokan itu penting agar kebutuhan elpiji 3 kilogram di 17 kecamatan yang ada di Kotawaringin Timur terpenuhi dengan baik sehingga membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Jika pun harus dilakukan konversi secara mandiri, masyarakat di enam kecamatan tersebut sudah siap. Faktanya, kata dia, saat ini masyarakat sudah memiliki kompor dan tabung gas sendiri yang dibeli dengan uang pribadi masing-masing. Tinggal pasokan gas elpiji yang sangat dibutuhkan.
"Makanya kami gencar memperjuangkan penambahan kuota elpiji 3 kilogram ini melalui konversi mandiri. Kita bersinergi dan berkolaborasi memperjuangkan kepentingan masyarakat. Saya berharap distribusi elpiji 3 kilogram ini merata hingga ke pelosok Kotawaringin Timur," demikian Halikinnor.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur terus aktif memperjuangkan aspirasi ini melalui koordinasi intens dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM serta BPH Migas. Solusi yang diberikan adalah konversi secara mandiri.
Untuk itulah pemerintah daerah melakukan sosialisasi terkait program ini kepada masyarakat pada Selasa (16/7/2024) lalu. Pemerintah daerah juga mengundang Pertamina dan Hiswana Migas untuk turut memberikan informasi kepada masyarakat.
Sasaran sosialisasi yang digelar di Sampit ini adalah camat, lurah, kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dari enam kecamatan yang tidak mendapat program konversi minyak tanah ke gas elpiji. Harapannya, mereka nantinya menjadi penyambung lidah untuk menyampaikan kepada masyarakat secara masif dan lebih luas lagi.
Sosialisasi ini merupakan syarat dalam pengusulan program konversi secara mandiri. Tujuannya agar masyarakat benar-benar memahami situasinya sehingga penambahan kuota elpiji secara bertahap bisa berjalan sukses dan lancar di lapangan.
Kepala Bagian Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur Rody Kamislam mengatakan, hasil koordinasi dengan pemerintah pusat disampaikan bahwa program konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram bisa dilakukan secara mandiri apabila masyarakatnya memang sudah beralih secara mandiri.
Langkah inilah yang sedang diupayakan saat ini. Jika disetujui, maka penambahan kuota elpiji akan dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga secara bertahap, sembari diiringi pengurangan pasokan minyak tanah di enam kecamatan tersebut.
"Sambil menunggu keputusan dari Dirjen Migas turun ke BPH Migas, BPH Migas nanti akan mengatur kuota dan memerintahkan Pertamina untuk melaksanakan konversi mandiri itu sesuai dengan kuota yang dibutuhkan Kabupaten Kotawaringin Timur, khususnya terhadap enam kecamatan dan 80 desa yang belum masuk program konversi tersebut," kata Rody Kamislam.
Menurut Rody, pemerintah daerah sudah berupaya sejak lama memperjuangkan karena melihat kenyataan di lapangan sudah hampir tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan kompor minyak tanah. Untuk itulah pemerintah daerah berinisiatif segera meminta kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan konversi ini.
"Masyarakat kita sudah siap konversi mandiri karena kenyataannya sudah mempunyai tabung, jadi nanti tinggal ditukarkan dengan tabung baru elpiji. Saat ini kebutuhan elpiji di Kotim per bulan sekitar 9,4 atau 9,5 ribu metrik ton. Kalau ditambah dengan enam kecamatan itu, estimasinya menjadi 16.000 sampai 18.000 metrik ton," ujar Rody Kamislam.
Disambut hangat Pertamina
Kegigihan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dalam mengupayakan penambahan kuota elpiji 3 kilogram didukung oleh Pertamina. Pertamina Patra Niaga pun siap menyalurkan jika sudah ada perintah untuk menyalurkan penambahan kuota tersebut.
Sales Brand Manager Rayon II Kalteng PT Pertamina Niaga, Imam Rizki Ariyanto berharap konversi mandiri ini bisa terlaksana tahun ini. Pertamina juga ingin melayani kebutuhan elpiji masyarakat, bahkan hingga ke daerah pelosok.
Untuk itu Pertamina mendukung Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur mengintensifkan koordinasi dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM dan BPH Migas selaku pemilik kewenangan memberi penugasan kepada Pertamina untuk menyalurkan elpiji ke enam kecamatan yang belum mendapat program konversi tersebut.
Dalam hal ini nantinya Ditjen Migas Kementerian ESDM akan memberikan arahan terkait kuota elpiji yang akan disalurkan, sementara BPH Migas memberi arahan tentang penarikan atau pengurangan pasokan minyak tanah di enam kecamatan tersebut.
"Tapi untuk persetujuan kuota tergantung dari situasional di Kementerian itu sendiri karena penambahan kuota ini kan pengaruhnya ke APBN. Tapi harapannya, ada kolaborasi antara Pertamina dengan Pemkab Kotawaringin Timur untuk melakukan usulan penambahan kuota ke Ditjen Migas," ujar Imam.
Jika konversi mandiri ini disetujui, kata Imam, skema yang akan dilakukan adalah menambah kuota elpiji secara bertahap, diiringi mengurangi kuota minyak tanah secara bertahap pula setiap bulannya. Sangat bagus jika nantinya usulan penambahan kuota disetujui 100 persen sehingga semua bisa dilaksanakan sekaligus.
Dia menambahkan, Pertamina tidak hanya fokus pada upaya pemenuhan kuota elpiji, tetapi juga memperhatikan kelancaran distribusi dan harganya. Tujuannya agar subsidi yang diberikan pemerintah bisa tepat sasaran dan dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
"Kalau nanti enam kecamatan itu sudah dibuka konversinya, dalam artian Pertamina bisa menaruh pangkalan resmi di sana, harapannya ketika konsumen yang datang ke pangkalan resmi itu untuk membeli elpiji maka harganya sesuai HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah," harap Imam.
Dalam hal ini, semua pihak berupaya keras memperjuangkan aspirasi masyarakat akan pemenuhan kebutuhan elpiji. Semua bergerak dengan semangat bersama, seperti tema yang diusung Pertamina yakni "Energizing The Acceleration" atau memberi energi pada akselerasi.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur berkomitmen untuk mendukung Pertamina sebagai operator penyalur minyak dan gas dalam melaksanakan kebijakan distribusi minyak dan gas dari pemerintah pusat, baik pelaksanaan BBM satu harga melalui SPBU satu harga, pembangunan Pertashop di seluruh pelosok serta kegiatan Pertamina lainnya.
Sebaliknya, Pertamina juga memberikan perannya membantu pemerintah daerah agar upaya yang dilakukan berjalan sesuai aturan sehingga penambahan kuota elpiji 3 kilogram melalui program konversi secara mandiri bisa terwujud.
Upaya bersama ini diharapkan membuahkan hasil untuk mewujudkan harapan masyarakat terhadap distribusi elpiji hingga ke desa paling ujung, sehingga harapan agar Si "Api Biru" merata hingga ke Tumbang Gagu, bisa terwujud.
Baca juga: Pertamina UMK Academy bantu pelaku usaha Palangka Raya naik kelas
Baca juga: Pemkab Kotim sediakan lahan untuk pembangunan SPBN
Baca juga: Pertamina wajibkan pembelian LPG 3 kg pakai KTP mulai 1 Juni 2024