DAD Kotim siap terapkan hukum adat terkait perusakan lingkungan

id DAD Kotim, gahara, kerusakan lingkungan, hukum adat, kalteng, Sampit, kotim, Kotawaringin Timur, sanksi adat

DAD Kotim siap terapkan hukum adat terkait perusakan lingkungan

Ketua Harian DAD Kotim Gahara. ANTARA/Devita Maulina.

Sampit (ANTARA) - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyatakan siap menerapkan hukum adat terhadap pihak-pihak yang melakukan perusakan lingkungan, seperti pembukaan lahan tanpa izin.

“Apabila hukum negara ini tidak bisa menghentikan maka hukum adat yang akan kami berlakukan, kami bersama masyarakat dengan hukum adat yang didasarkan pada cinta terhadap lingkungan akan melakukan perlawanan,” kata Ketua Harian DAD Kotim Gahara di Sampit, Selasa.

Hal ini ia sampaikan sehubungan kabar adanya salah satu perusahaan besar swasta (PBS) yang gencar melakukan pembukaan lahan atau land clearing di Kecamatan Antang Kalang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit, padahal kabarnya izinnya telah dicabut

Isu ini menjadi sorotan banyak pihak, terlebih setelah video yang menunjukkan aktivitas pembabatan lahan yang diduga kuat dilakukan oleh PBS tersebut beredar di media sosial.

Bahkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan melibatkan seluruh pihak terkait guna menindaklanjuti isu tersebut, namun pihak PBS yang dimaksud tidak hadir.

Menurut Gahara, isu ini semakin menjadi sorotan karena sebelumnya telah terjadi bencana banjir yang cukup parah di wilayah Aceh dan Sumatera yang disebut-sebut akibat dari perusakan lingkungan, khususnya hutan.

“Kami melihat potensi itu dan kami khawatir masyarakat yang berada di sekitar PBS tersebut akan terdampak cukup berat. Karena dari video yang beredar itu, terlihat cukup masif perusakannya,” ujarnya.

Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi PDIP jalankan pendidikan politik bagi masyarakat

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa kelembagaan DAD menolak aksi pembukaan lahan secara masif karena berdampak buruk terhadap lingkungan dan meminta pemerintah daerah segera mencabut izin dari PBS yang bersangkutan.

“Sebab ini tidak bagus untuk hutan kita. Walaupun mereka berizin, tapi perizinan itu harus diimbangi juga dengan pertimbangan dari sisi lingkungannya, kalau lebih banyak rusak daripada manfaatnya kenapa harus dilanjutkan,” lanjutnya.

Gahara juga mengaku sebelumnya sempat berbincang dengan Bupati Kotim yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DAD Kotim terkait PBS yang dimaksud. Pasalnya, izin dari PBS tersebut pernah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Maka dari itu, ia pun kaget ketika melihat video pembukaan lahan yang beredar di media sosial apalagi adanya penolakan dari masyarakat setempat. Ia mendesak agar hal ini ditelusuri lebih lanjut dan jika PBS tersebut terbukti melakukan pelanggaran maka hukum harus ditegakkan.

Ia pun menilai, sekalipun PBS tersebut memiliki izin tetapi dengan banyaknya penolakan dari masyarakat sekitar maka sudah sepantasnya aktivitas pembukaan lahan tersebut dihentikan.

“Kalau terus memaksakan diri maka kami pun akan bergerak melakukan perlawanan. Kita jaga daerah kita supaya musibah-musibah seperti di daerah lain tidak terjadi juga di Kotim, kita harus antisipasi,” ucapnya.

Bahkan, ia menegaskan bahwa apabila hukum negara tidak bisa menghentikan tindakan dari PBS tersebut, maka pihaknya siap menindaklanjutinya dengan hukum adat setempat.

“Kami siap melakukan aksi di lapangan, kita stop bersama-sama karena pengaruh dan dampaknya besar bagi daerah kita,” demikian Gahara.

Baca juga: Refleksi Natal 2025, umat Kristiani di Kotim diajak jauhi judol, pinjol dan narkoba

Baca juga: Dinkes Kotim siapkan posko kesehatan jelang Nataru

Baca juga: DPRD Kotim pantau pengerjaan rekonstruksi jalan jelang akhir tahun


Pewarta :
Uploader : Admin 2
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.