Obama-Merkel Kutuk "Pencaplokan" Rusia Atas Krimea

id Obama-Merkel Kutuk Pencaplokan Rusia Atas Krimea, Ukraina, Jhon Kerry,

Obama-Merkel Kutuk "Pencaplokan" Rusia Atas Krimea

Pria bersenjata menjaga bandara Simferopol di Semenanjung Krim, Ukraina (Reuters) Istimewa

Washington, (ANTARA News) - Presiden AS Barack Obama dan Kanselir Jerman Angela Merkel, Selasa (18/3), mengutuk tindakan Rusia --"yang secara resmi mencaplok Krimea".

Dalam percakapan telepon mereka pada Selasa pagi, Obama dan Merkel mengkaji "pencaplokan" Rusia atas Krimea sebagai "pelanggaran terhadap hukum internasional" dan menyatakan akan ada tebusan untuk tindakan itu, kata Gedung Putih dalam satu pernyataan.

Kedua pemimpin tersebut sepakat untuk terus menggaris-bawahi kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa "ada jalur jelas bagi penyelesaian krisis ini secara diplomatis", kata pernyataan itu.

Obama dan Merkel juga sepakat bahwa untuk segera mengirim pemantau internasional dari Organisasi bagi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) serta PBB ke bagian selatan dan timur Ukraina, kata pernyataan tersebut sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta,, Rabu pagi.

Pada Selasa pagi, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani kesepakatan dengan para pemimpin Krimea untuk menerima Republik Krimea dan Kota Sevastopol menjadi bagian dari wilayah Rusia.

Kesepakatan itu dicapai setelah keputusan Parlemen Krimea pada Senin (17/3) untuk memproklamasikan kemerdekaan dari Ukraina, setelah hasil resmi dari referendum pada 16 Maret memperlihatkan 96,77 persen pemberi suara di Krimea memilih bergabung dengan Rusia.

Putin kembali menyatakan referendum itu sepenuhnya mematuhi hukum internasional, terutama sesuai dengan Pasal 1 Piagam PBB, yang menetapkan prinsip kesamaan dan hak rakyat untuk memutuskan nasib sendiri.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry berbicara dengan timpalannya dari Rusia Sergei Lavrov pada Selasa pagi (18/3) mengenai peristiwa di Ukraina.

Kerry memberitahu Lavrov tindakan yang telah dilakukan Rusia "tidak sah" dan "tak bisa diterima", kata Wanita Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki di dalam satu taklimat. Ia menambahkan Kerry juga memperingatkan bahwa "akan terus ada tebusan dan konsekuensi" atas peristiwa itu.

(C003)