Pencipta alat itu adalah Eko Suryanto, mahasiswa Institut Informatika dan Bisnis (IBI) Darmajaya Lampung.
Menonton televisi terlalu dekat dan terlalu lama, bisa berdampak pada kerusakan mata, karena layar televisi memancarkan radiasi yang membuat mata lelah serta memberikan efek buruk, di antaranya pandangan kabur dan mata kering.
Menonton televisi terlalu dekat dan terlalu lama, bisa berdampak pada kerusakan mata, karena layar televisi memancarkan radiasi yang membuat mata lelah serta memberikan efek buruk, di antaranya pandangan kabur dan mata kering.
"Namun banyak orangtua
yang kesulitan menjaga anak untuk menonton televisi dengan jarak pandang
aman," katanya, di Bandarlampung, Senin.
Karena itu, mahasiswa Jurusan Sistem Komputer IBI ini terdorong menciptakan peralatan pengontrol jarak pangan aman saat menonton televisi ini.
Dia menjelaskan, komponen alat ini terdiri dari mikrokontroler ATMega 16 sebagai basis utama pengendali alat secara otomatis, sensor SRF05 yang mampu mendeteksi keberadaan manusia di depan sensor itu, dan LCD sebagai peraga hasil jarak yang dideteksi.
Sebelum mengoperasikan alat ini, Eko menjelaskan, pengguna terlebih dahulu menentukan jarak pandang aman menonton televisi dengan hitungan manual.
"Rumus yang digunakan, ukuran layar (inchi) x 5 x 0,25. Jika ukuran televisi adalah 14 inchi, maka jarak pandang aman menonton televisi adalah 1,78 meter," katanya pula.
Angka itu, kata dia, nantinya menjadi acuan pada pengaturan jarak pandang menggunakan sensor SRF05.
"Alat ini bekerja secara otomatis ketika sensor SRF05 menangkap keberadaan manusia di depannya yang kemudian ditangkap dan diterjemahkan mikrokontroler ATMega," kata dia.
Karena itu, mahasiswa Jurusan Sistem Komputer IBI ini terdorong menciptakan peralatan pengontrol jarak pangan aman saat menonton televisi ini.
Dia menjelaskan, komponen alat ini terdiri dari mikrokontroler ATMega 16 sebagai basis utama pengendali alat secara otomatis, sensor SRF05 yang mampu mendeteksi keberadaan manusia di depan sensor itu, dan LCD sebagai peraga hasil jarak yang dideteksi.
Sebelum mengoperasikan alat ini, Eko menjelaskan, pengguna terlebih dahulu menentukan jarak pandang aman menonton televisi dengan hitungan manual.
"Rumus yang digunakan, ukuran layar (inchi) x 5 x 0,25. Jika ukuran televisi adalah 14 inchi, maka jarak pandang aman menonton televisi adalah 1,78 meter," katanya pula.
Angka itu, kata dia, nantinya menjadi acuan pada pengaturan jarak pandang menggunakan sensor SRF05.
"Alat ini bekerja secara otomatis ketika sensor SRF05 menangkap keberadaan manusia di depannya yang kemudian ditangkap dan diterjemahkan mikrokontroler ATMega," kata dia.
"Jika data
yang terbaca mikrokontroler kurang dari 1,78 meter, maka televisi akan
mati secara otomatis. Jarak pandang pengguna saat menonton televisi akan
ditampilkan pada LCD yang diterima dari sensor jarak dalam satuan
sentimeter," ujarnya.
Dalam menciptakan alat itu, dia mengaku terinspirasi dari permasalahan yang sering dialami para orangtua yang sulit mengendalikan anak-anak jangan menonton televisi terlalu dekat.
Dalam menciptakan alat itu, dia mengaku terinspirasi dari permasalahan yang sering dialami para orangtua yang sulit mengendalikan anak-anak jangan menonton televisi terlalu dekat.
"Anak-anak memang cenderung sulit diatur, meskipun sudah dilarang mereka tetap menonton TV dengan jarak sangat dekat. Alat ini bisa menjadi solusi para orangtua, karena televisi akan mati dengan sendirinya ketika anak menonton dengan jarak pandang terlalu dekat," kata dia.
Dia mengakui keberhasilan menciptakan alat tersebut tak terlepas dari bimbingan dosennya, Yuni Arkhiansyah, yang senantiasa mendampingi dan memberikan pengarahan selama proses pembuatan alat.
Ia berharap, alat pendeteksi jarak pandang menonton televisi dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.
Rektor IBI Darmajaya, Dr Andi Desfiandi SE MA, menyampaikan selamat dan terima kasih atas kontribusi kepada mahasiswa menciptakan karya yang diharapkan bisa digunakan masyarakat luas.