Jakarta (Antara Kalteng) - Mantan Menteri Agama M. Maftuh Basyuni menyatakan, percetakan Al-Quran milik Kementerian Agama (Kemenag) segera "dikubur" dan mesin-mesinnya yang bernilai Rp28 miliar segera jadi besi tua.
"Ya, jadi mesin besi karatan dan besi tua," ungkap Maftuh yang menjabat Menteri Agama periode 2004-2009 itu di kediamannya, Rabu malam.
Dengan nada sedih dan suara serak lantaran kesehatannya terganggu, menteri agama periode Kabinet Indonsia Bersatu Jilid I tersebut mengatakan, tidak habis pikir dana yang diinvestasikan demikian besar dan diharapkan dapat memenuhi harapan program satu rumah umat Islam dapat memiliki satu Al Quran, dalam perjalannya segera masuk "liang kubur" alias mati tak terurus.
Di lingkungan Kementerian Agama, lanjut dia, masih ada oknum yang tidak suka percetakan Al Quran milik kementerian itu dapat berjalan dengan baik. Alasannya, karena bila percetakan itu berjalan bagus tentu ke depan pengadaan Al Quran tidak lagi dilakukan dengan tender. Jika dengan tender, tentu ada komisinya.
"Ujungnya, ya komisi," sebut Maftuh yang saat itu pembicaraan kerasnya didengar penulis biografinya, Lingga Akbar.
Lembaga percetakan Al Quran dibangun dengan dukungan uang APBN dan akan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) di bawah pembinaan Departemen Agama (kini Kemenag). Dana yang dihabiskan mencapai Rp30 miliar di atas lahan 1.530 meter.
Di atas lahan seluas itu ada mesin pracetak, mesin cetak web, mesin cetak warna, mesin cetak sheet DS4, dan mesin-mesin lainnya.
"Saya mencari mesin cetak terbaik. Saat itu, saya minta rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kenang Maftuh dengan nada meninggi.
Maftuh mengatakan, lembaga percetakan Al Quran ini dibangun dengan uang dari APBN dan akan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) di bawa pembinaan Departemen Agama.
Percetakan Al Quran dengan di Jalan Raya Puncak, Km 65, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu diresmikan pada 15 Nopember 2008. Dan mulai berhenti beroperasi sejak pertengahan 2015.
"Saya nggak tahu, sejak dicopot, mengapa percetakan itu tak jalan lagi," ungkap Samidin Nashir, melalui saluran telepon Kamis pagi.
Hadirnya percetakan Al Quran ini sudah lebih dari 38 tahun dinantikan. Setelah Maftuh lengser, mencuat kasus korupsi Al Quran di era menteri Suryadharma Ali. Padahal percetakan tersebut tergolong modern, kapasitas produksi mencapai 1,5 juta eksemplar per tahun. Rencananya, percetakan itu diharapkan dapat menjadi awal menentukan bentuk pelat baku dan meminimalisir salah cetak Al Quran.
Melalui standar pengawasan mutu ketat yang ditangani Lajnah Pentashih Al Quran, tentu kesalahan cetak bisa dihindari. Lagi pula perlakuan mencetak kesuciannya terjaga. "Bukan sampul Al Quran dijadikan terompet seperti kasus tahun lalu," ujarnya.
Percetakan itu kini hanya ditunggui penjaga. Tidak ada lagi aktivitas. "Sedih, walaupun saya sudah ngasih solusi ke Sekjen Kemenag," ungkap Samidin.