700 pekerja PT LAK Kapuas mogok kerja

id pemkab kapuas,pemerintah kabupaten kapuas,kuala kapuas,mogok kerja,pekerja,hak pekerja,pt lak,PT Lifere Agro Kapuas,Serikat Buruh Sejahtera Indonesia

700 pekerja PT LAK Kapuas mogok kerja

Pekerja PT LAK bersama perwakilan SBSI Kalteng. (Foto Istimewa)

Kuala Kapuas (ANTARA) - Sekitar 700 pekerja PT Lifere Agro Kapuas (LAK) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah akan melakukan aksi mogok kerja sebab tuntutan mereka kepada perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu tak dihiraukan.

"Mungkin ada sekitar 700 pekerja yang akan melakukan aksi mogok pada Rabu (19/6). Pertemuan yang dilakukan di perusahaan hari ini, terkait persoalan pengupahan, namun tidak memberikan hasil," kata Ketua Korwil Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kalteng Jasa Tarigan di Kapuas, Selasa.

Bahkan perusahaan tidak mau menemui pihaknya untuk menyelesaikan persoalan itu, karena perusahaan tidak ingin adanya kehadiran pihak Korwil SBSI Kalteng. Pada pertemuan tersebut, hendaknya hanya dihadiri oleh perusahaan dengan para pekerja saja.

Padahal kedatangan SBSI sangat jelas, yaitu diminta mendampingi dan memberikan pembelaan kepada para pekerja untuk menyelesaikan persoalan industrial mereka, hal itu sesuai dengan undang-undang nomor 21 tahun 2000 tentang perserikatan buruh.

"Selain itu, memang tugas SBSI mendampingi serta membela kepentingan hak normatif buruh serta meningkatkan kesejahteraan mereka beserta keluarganya," tuturnya.

Tarigan menjelaskan, kehadiran pihaknya memang karena sudah disurati oleh buruh dan SBSI perwakilan,yaitu pada Rabu, para pekerja akan melakukan aksi mogok kerja di PT LAK.

Kemudian pihaknya juga menangkap respon positif diadakannya pertemuan pada Selasa (18/6), dengan harapan pertemuan itu membuahkan hasil dan solusi terhadap hak-hak pekerja. Namun nyatanya pihak perusahaan malah tidak bersedia memberi ruang untuk menyelesaikan masalah tersebut bersama-sama.

"Sementara undang-undang mengatur seperti itu dan tidak ada batasan bagi kami selaku organisasi struktural mulai dari DPP, Korwil hingga PK untuk tidak terlibat dalam persoalan pemenuhan hak pekerja," tuturnya.

Tarigan menerangkan, persoalan yang terjadi antara perusahaan dengan pekerja ini berkaitan dengan tidak dipenuhinya hak buruh terkait pengupahan. Pada pasal 55 disebutkan, kesepakatan kerja tidak boleh dicabut, dibatalkan sepihak dan harus mendapatkan persetujuan kedua belah pihak.

Akan tetapi, pada 2 Mei 2019, perusahaan mengubah perhitungan upah borongan kerja, sehingga sangat memberatkan pekerja. Pekerja pun melakukan protes, namun diabaikan oleh perusahaan.

"Pekerja merasa keberatan, tetapi pihak perusahaan mengabaikannya dan memaksakan agar upah yang baru itu tetap diterapkan," ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, setelahnya kembali dilakukan pertemuan pada Dinas Tenaga Kerja setempat, namun juga tak membuahkan hasil. Intinya perubahan itu, mengakibatkan menurunnya pengupahan pekerja.

Kedatangan SBSI bertujuan untuk mencarikan solusi dan membuat situasi menjadi lebih baik. Untuk itu pihaknya terus berupaya membantu para pekerja agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan. Sementara itu hingga saat ini, konfirmasi kepada pihak perusahaan terkait masalah tersebut terus dilakukan.