Warga Nunukan tempuh ribuan kilometer demi hadiri Napak Tilas Tumbang Anoi
Kuala Kurun (ANTARA) - Dua orang warga Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara rela menempuh jarak ribuan kilometer demi menghadiri Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Tumbang Anoi 1894, di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 22-24 Juli 2019.
Keduanya adalah Herman (55) dan Nelwan (39). Mereka mengendarai motor matik, menempuh jalur darat dan air, untuk merasakan sendiri bagaimana para leluhur mereka yang menempuh perjalanan ribuan kilometer, demi menghadiri perdamaian Tumbang Anoi pada tahun 1894.
“Ini merupakan panggilan jiwa. Kami ingin merasakan napak tilas, merasakan sendiri dan tidak hanya mendengar cerita dari orang lain,” kata Herman yang didampingi Nelwan, saat dibincangi di Desa Tumbang Anoi.
Mereka memulai perjalanan dari Nunukan menuju Tumbang Anoi pada tanggal 14 Juli 2019, melewati jalur Samarinda, Kalimantan Timur, lalu ke Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Kemudian dari sana mereka menuju Kuala Kurun, Kabupaten Gumas pada 19 Juli 2019. Sempat bermalam satu hari di Kuala Kurun, mereka melanjutkan perjalanan ke Tumbang Anoi, dan tiba dengan selamat pada tanggal 20 Juli 2019.
Menurut Herman, perjalanan yang mereka tempuh sangat luar biasa melelahkan dan memakan jarak tempuh sekitar empat ribu kilometer. Tak jarang, mereka harus menginap di emperan toko maupun di hutan. Untungnya, mereka tidak mengalami kendala yang berarti selama perjalanan.
Walau demikian, mereka merasa puas dapat tiba di Tumbang Anoi, merasakan perjuangan para leluhur yang menempuh jarak ribuan kilometer demi menghadiri perdamaian Tumbang Anoi pada tahun 1894 lalu.
“Demi perdamaian, para leluhur kita rela ke Tumbang Anoi menempuh jarak yang sangat jauh. Sekarang ini kita tinggal menikmatinya, jadi perdamaian harus kita jaga dan jangan sampai rusak,” kata dia.
Ketua Panitia Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai 1894 Dagut H Djunas mengatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan hingga 24 Juli 2019 ini bertujuan untuk mempersatukan masyarakat Dayak di Indonesia, Malaysia, Brunei DarusSalam, dan lainnya.
“Yang hadir pada kegiatan ini berjumlah ribuan, berasal dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam,” demikian Dagut.
Keduanya adalah Herman (55) dan Nelwan (39). Mereka mengendarai motor matik, menempuh jalur darat dan air, untuk merasakan sendiri bagaimana para leluhur mereka yang menempuh perjalanan ribuan kilometer, demi menghadiri perdamaian Tumbang Anoi pada tahun 1894.
“Ini merupakan panggilan jiwa. Kami ingin merasakan napak tilas, merasakan sendiri dan tidak hanya mendengar cerita dari orang lain,” kata Herman yang didampingi Nelwan, saat dibincangi di Desa Tumbang Anoi.
Mereka memulai perjalanan dari Nunukan menuju Tumbang Anoi pada tanggal 14 Juli 2019, melewati jalur Samarinda, Kalimantan Timur, lalu ke Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Kemudian dari sana mereka menuju Kuala Kurun, Kabupaten Gumas pada 19 Juli 2019. Sempat bermalam satu hari di Kuala Kurun, mereka melanjutkan perjalanan ke Tumbang Anoi, dan tiba dengan selamat pada tanggal 20 Juli 2019.
Menurut Herman, perjalanan yang mereka tempuh sangat luar biasa melelahkan dan memakan jarak tempuh sekitar empat ribu kilometer. Tak jarang, mereka harus menginap di emperan toko maupun di hutan. Untungnya, mereka tidak mengalami kendala yang berarti selama perjalanan.
Walau demikian, mereka merasa puas dapat tiba di Tumbang Anoi, merasakan perjuangan para leluhur yang menempuh jarak ribuan kilometer demi menghadiri perdamaian Tumbang Anoi pada tahun 1894 lalu.
“Demi perdamaian, para leluhur kita rela ke Tumbang Anoi menempuh jarak yang sangat jauh. Sekarang ini kita tinggal menikmatinya, jadi perdamaian harus kita jaga dan jangan sampai rusak,” kata dia.
Ketua Panitia Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai 1894 Dagut H Djunas mengatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan hingga 24 Juli 2019 ini bertujuan untuk mempersatukan masyarakat Dayak di Indonesia, Malaysia, Brunei DarusSalam, dan lainnya.
“Yang hadir pada kegiatan ini berjumlah ribuan, berasal dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam,” demikian Dagut.