Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian memprediksi produksi karet hingga akhir 2019 akan menurun hingga 15 persen dari total kontribusi produksi sekitar 3,68 juta ton per tahun dibanding 2018 akibat wabah penyakit gugur daun atau Pestalotiopsis sp.
"Penyakit ini diperkirakan berdampak pada penurunan produksi karet Indonesia secara nasional pada tahun 2019 minimal 15 persen," ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyo saat menggelar konferensi pers di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu.
Ia mengatakan luas perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,6 juta hektare dan lahan terdampak serangan jamur yang tercatat Januari-Juni 2019 mencapai 10 persennya atau 381,9 ribu hektare.
Dari rincian luasan lahan yang terserang penyakit itu, sebesar 232,4 ribu hektare berkategori berat dan 149,6 ribu hektare berkategori ringan.
Eskalasi dan intensitas serangan penyakit gugur daun ini sudah terjadi sejak 2017. Namun hingga satu tahun terakhir hingga Juli 2019, luasannya mengalami peningkatan yang signifikan.
Ia menjelaskan, pertama kali penyakit itu ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan kemudian menyebar ke Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur
"Penyakit itu sudah ada sejak beberapa tahun terakhir tapi belum begitu besar jumlahnya. Sekarang jumlahnya, cakupan luas, sudah pada taraf mengkhawatirkan," kata dia.
Tak hanya di Indonesia, penyakit gugur daun ini juga menyerang perkebunan karet di Malaysia. Berdasarkan laporan Lembaga Getah Malaysia, serangan paling parah terjadi di sekitar Semenanjung Malaka.
Kasdi mengatakan upaya yang tengah dilakukan pemerintah antara lain mengendalikan pertumbuhan cendawan dengan menyemprotkan bahan kimia aktif heksakonazol atau propikonazol.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan pupuk, agar tanaman karet menjadi sehat dan tidak rentan terhadap penyakit.
"Ini tindakan rutin, karena juga dilakukan tahun lalu dan bisa mengurangi penyebaran hingga 80 persen," kata Kasdi.