Begini reaksi wisatawan asing menyaksikan 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu'
Sampit (ANTARA) - Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah tahun ini dihadiri wisatawan dari luar daerah dan wisatawan asing.
"Ini bagus. Saya senang bisa menyaksikan ini. Jangan diubah-ubah. Biarkan ritual ini berjalan sesuai yang seharusnya dan seperti aslinya," kata Leena, wisatawan asing yang ikut menyaksikan ritual adat tersebut, Selasa.
Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' dilaksanakan di Taman Miniatur Budaya di Jalan Karang Taruna Sampit. Ratusan warga menghadiri ritual yang bertujuan membersihkan daerah dari hal-hal negatif tersebut.
Lena dan anaknya Arbainah Van Den Berer berasal dari Belanda. Wisatawan yang masih memiliki darah Indonesia itu datang bersilaturahmi dengan kerabatnya di Indonesia, sekaligus berwisata ke sejumlah daerah, termasuk ke Kotawaringin Timur.
Selama di Kotawaringin Timur, wisatawan yang didampingi pemandu itu berkunjung ke sejumlah lokasi, termasuk menikmati wisata alam hingga ke pedalaman Kotawaringin Timur.
Sebelum melanjutkan wisatanya ke beberapa daerah, Leena dan anaknya berkesempatan menyaksikan ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu'. Dia merasa senang bisa berada di Sampit saat digelarnya ritual yang kini masuk dalam kalender wisata Kotawaringin Timur.
"Ini menarik karena mengangkat lokalitas. Saya berharap ini dikembangkan. Setelah ini, kami juga akan berkunjung ke daerah lain," kata Leena.
Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor mengapresiasi karena event-event yang digelar membuat pariwisata Kotawaringin Timur dikenal masyarakat luas. Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' merupakan kegiatan keagamaan umat Hindu Kaharingan namun dikemas menarik sehingga menjadi daya tarik wisata tanpa mengurangi makna ritual tersebut.
"Acara 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' ini dan tradisi Mandi Safar yang digelar belum lama ini, dari tahun ke tahun semaksimal meriah. Kami mengapresiasi terobosan-terobosan yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata," kata Halikinnor didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur Fajrurrahman.
Menurut Halikinnor, pemerintah daerah sangat serius mengembangkan sektor pariwisata karena potensinya sangat besar untuk turut meningkatkan perekonomian daerah dan masyarakat.
Langkah ini juga sekaligus mengantisipasi berkurangnya potensi pendapatan daerah jika wilayah Utara kabupaten ini dimekarkan menjadi daerah otonomi baru yaitu Kabupaten Kotawaringin Utara, sehingga diharapkan sektor pariwisata bisa menjadi sektor andalan baru bagi Kotawaringin Timur.
Sementara itu, ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' berlangsung meriah. Warga yang hadir ikut dalam kegembiraan dengan 'manganjan' atau menari bersama.
Acara juga diisi ritual yang dipimpin seorang pisor atau tokoh agama Hindu Kaharingan. Selanjutnya dilakukan arak-arakan berkeliling kota sebagai simbol membersihkan kota dari hal-hal negatif.
Ritual ini dilanjutkan dengan melarung berbagai sesaji yang disebut 'sangkurup jatha' ke Sungai Mentaya. Acara ditutup dengan makan bersama seluruh warga dan tamu yang hadir.
Acara hari ini merupakan puncak karena rangkaian ritual ini sudah dilakukan sejak beberapa hari sebelumnya berupa doa bersama oleh para pemeluk agama Hindu Kaharingan.
Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' juga menjadi momen silaturahmi seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras dan antar golongan. Ritual adat tahunan ini juga terus dikemas menarik sehingga mampu menarik minat wisatawan lokal dan asing untuk datang menyaksikannya.
Baca juga: PBB-P2 dioptimalkan dongkrak PAD Kotim
Baca juga: Ini peserta yang lulus seleksi jabatan Pemkab Kotim
"Ini bagus. Saya senang bisa menyaksikan ini. Jangan diubah-ubah. Biarkan ritual ini berjalan sesuai yang seharusnya dan seperti aslinya," kata Leena, wisatawan asing yang ikut menyaksikan ritual adat tersebut, Selasa.
Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' dilaksanakan di Taman Miniatur Budaya di Jalan Karang Taruna Sampit. Ratusan warga menghadiri ritual yang bertujuan membersihkan daerah dari hal-hal negatif tersebut.
Lena dan anaknya Arbainah Van Den Berer berasal dari Belanda. Wisatawan yang masih memiliki darah Indonesia itu datang bersilaturahmi dengan kerabatnya di Indonesia, sekaligus berwisata ke sejumlah daerah, termasuk ke Kotawaringin Timur.
Selama di Kotawaringin Timur, wisatawan yang didampingi pemandu itu berkunjung ke sejumlah lokasi, termasuk menikmati wisata alam hingga ke pedalaman Kotawaringin Timur.
Sebelum melanjutkan wisatanya ke beberapa daerah, Leena dan anaknya berkesempatan menyaksikan ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu'. Dia merasa senang bisa berada di Sampit saat digelarnya ritual yang kini masuk dalam kalender wisata Kotawaringin Timur.
"Ini menarik karena mengangkat lokalitas. Saya berharap ini dikembangkan. Setelah ini, kami juga akan berkunjung ke daerah lain," kata Leena.
Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor mengapresiasi karena event-event yang digelar membuat pariwisata Kotawaringin Timur dikenal masyarakat luas. Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' merupakan kegiatan keagamaan umat Hindu Kaharingan namun dikemas menarik sehingga menjadi daya tarik wisata tanpa mengurangi makna ritual tersebut.
"Acara 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' ini dan tradisi Mandi Safar yang digelar belum lama ini, dari tahun ke tahun semaksimal meriah. Kami mengapresiasi terobosan-terobosan yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata," kata Halikinnor didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur Fajrurrahman.
Menurut Halikinnor, pemerintah daerah sangat serius mengembangkan sektor pariwisata karena potensinya sangat besar untuk turut meningkatkan perekonomian daerah dan masyarakat.
Langkah ini juga sekaligus mengantisipasi berkurangnya potensi pendapatan daerah jika wilayah Utara kabupaten ini dimekarkan menjadi daerah otonomi baru yaitu Kabupaten Kotawaringin Utara, sehingga diharapkan sektor pariwisata bisa menjadi sektor andalan baru bagi Kotawaringin Timur.
Sementara itu, ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' berlangsung meriah. Warga yang hadir ikut dalam kegembiraan dengan 'manganjan' atau menari bersama.
Acara juga diisi ritual yang dipimpin seorang pisor atau tokoh agama Hindu Kaharingan. Selanjutnya dilakukan arak-arakan berkeliling kota sebagai simbol membersihkan kota dari hal-hal negatif.
Ritual ini dilanjutkan dengan melarung berbagai sesaji yang disebut 'sangkurup jatha' ke Sungai Mentaya. Acara ditutup dengan makan bersama seluruh warga dan tamu yang hadir.
Acara hari ini merupakan puncak karena rangkaian ritual ini sudah dilakukan sejak beberapa hari sebelumnya berupa doa bersama oleh para pemeluk agama Hindu Kaharingan.
Ritual adat 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu' juga menjadi momen silaturahmi seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras dan antar golongan. Ritual adat tahunan ini juga terus dikemas menarik sehingga mampu menarik minat wisatawan lokal dan asing untuk datang menyaksikannya.
Baca juga: PBB-P2 dioptimalkan dongkrak PAD Kotim
Baca juga: Ini peserta yang lulus seleksi jabatan Pemkab Kotim