Jokowi nyatakan tata kelola BPJS Kesehatan harus diperbaiki

id bpjs ,tata kelola bpjs,bpjs kesehatan,Jokowi nyatakan tata kelola BPJS Kesehatan harus diperbaiki

Jokowi nyatakan tata kelola BPJS Kesehatan harus diperbaiki

Presiden Joko Widodo usai meninjau penggunaan BPJS Kesehatan di RS Abdul Moeloek, Bandar Lampung pada Jumat (15/11/2019). (Bayu Prasetyo)

Lampung (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menegaskan tata kelola BPJS Kesehatan harus diperbaiki untuk mengurangi defisit anggaran di institusi tersebut.

"Sekali lagi, tata kelola manajemen yang ada di BPJS memang harus diperbaiki," kata Presiden usai meninjau penggunaan BPJS Kesehatan di RS Abdul Moeloek, Bandar Lampung, Jumat.

Presiden mengatakan defisit BPJS Kesehatan terjadi karena salah pengelolaan. Masalah terjadi pada peserta mandiri yang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan.

Menurut Presiden pendisiplinan pembayaran iuran perlu diintensifkan untuk membantu mengurangi defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100 persen dinilai tidak wajar

Jokowi mengatakan dirinya memeriksa ke lapangan para pengguna BPJS Kesehatan yang sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI), maupun penggunaan BPJSK mandiri.

Sebelumnya menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, penyebab defisit BPJSK karena Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) berjumlah 32 juta jiwa.
Menurutnya hanya sekitar 50 persen dari PBPU yang taat membayarkan iuran.

Sementara, saat ini sebanyak 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat melalui APBN yang disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Baca juga: BPJS: Perubahan kelas jadi alternatif hadapi kenaikan tarif JKN-KIS

Sedangkan, sebanyak 37,3 juta jiwa lainnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah melalui APBD.
Setiap tahun program JKN mengalami defisit sebesar Rp1,9 triliun tahun 2014, kemudian Rp9,4 triliun (2015), Rp6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017), dan Rp19,4 triliun (2018).

Untuk mengatasi defisit JKN itu, pemerintah telah memberikan bantuan dalam bentuk Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp5 triliun (2015) dan Rp6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018).

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun pada tahun 2019, dan meningkat menjadi Rp44 triliun pada 2020 dan Rp56 triliun pada 2021.

Baca juga: Ingin turun kelas iuran BPJS Kesehatan? Begini caranya

Baca juga: Belum ada lonjakan pindah kelas jelang kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Baca juga: Keluhan warga Palangka Raya terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan