Meski iuran naik, pasien mengaku masih terbantu oleh program JKN
Purwokerto (ANTARA) - Pasien di RS Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto mengaku masih terbantu oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meski iuran BPJS Kesehatan resmi naik per Januari 2020.
Hadi Rianto salah satu peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III saat ditemui di RSMS Purwokerto, Jumat, mengaku tetap "untung" walau besaran iuran naik.
"Untung" yang dimaksud oleh Hadi adalah dirinya hanya membayar nominal yang lebih kecil melalui iuran BPJS Kesehatan setiap bulan ketimbang bila berobat secara mandiri ke rumah sakit.
"Bisa dibayangkan kalau sekarang saya berobat pakai umum itu Rp500 ribu hingga Rp700 ribu. Lha ini untuk empat orang cuma Rp160 ribuan. Lebih menguntungkan ini," tambah Hadi.
Hadi yang memiliki gangguan penyakit jantung dan diabetes mengemukakan dirinya secara rutin harus kontrol kesehatannya ke RS dua kali dalam sebulan dengan biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp700 ribu bila tidak menggunakan JKN.
Sementara Hadi hanya perlu membayar Rp42 ribu untuk dirinya, istrinya, dan dua orang anak dalam sebulan sebagai peserta JKN kelas III.
Dia menyebutkan sebelum menjadi peserta BPJS Kesehatan sempat menjual mobil miliknya untuk biaya pengobatan istri yang masuk rumah sakit.
"Sebenarnya kalau dipikir berat ya berat. Saya nerima-nerima aja ya, ikutin aja. Biasanya kalau pertama naik sangat kerasa, nanti seiring berjalannya waktu jadi biasa," kata Hadi mengomentari kenaikan iuran yang mulai berlaku Januari 2020.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta PBPU, Bukan Pekerja, dan Pekerja Penerima Upah (PPU) mulai berlaku per Januari 2020.
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang JKN menyebutkan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri kelas III naik menjadi Rp42 ribu, peserta kelas II Rp110 ribu, dan peserta kelas I menjadi Rp160 ribu.
Hadi Rianto salah satu peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III saat ditemui di RSMS Purwokerto, Jumat, mengaku tetap "untung" walau besaran iuran naik.
"Untung" yang dimaksud oleh Hadi adalah dirinya hanya membayar nominal yang lebih kecil melalui iuran BPJS Kesehatan setiap bulan ketimbang bila berobat secara mandiri ke rumah sakit.
"Bisa dibayangkan kalau sekarang saya berobat pakai umum itu Rp500 ribu hingga Rp700 ribu. Lha ini untuk empat orang cuma Rp160 ribuan. Lebih menguntungkan ini," tambah Hadi.
Hadi yang memiliki gangguan penyakit jantung dan diabetes mengemukakan dirinya secara rutin harus kontrol kesehatannya ke RS dua kali dalam sebulan dengan biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp700 ribu bila tidak menggunakan JKN.
Sementara Hadi hanya perlu membayar Rp42 ribu untuk dirinya, istrinya, dan dua orang anak dalam sebulan sebagai peserta JKN kelas III.
Dia menyebutkan sebelum menjadi peserta BPJS Kesehatan sempat menjual mobil miliknya untuk biaya pengobatan istri yang masuk rumah sakit.
"Sebenarnya kalau dipikir berat ya berat. Saya nerima-nerima aja ya, ikutin aja. Biasanya kalau pertama naik sangat kerasa, nanti seiring berjalannya waktu jadi biasa," kata Hadi mengomentari kenaikan iuran yang mulai berlaku Januari 2020.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta PBPU, Bukan Pekerja, dan Pekerja Penerima Upah (PPU) mulai berlaku per Januari 2020.
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang JKN menyebutkan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri kelas III naik menjadi Rp42 ribu, peserta kelas II Rp110 ribu, dan peserta kelas I menjadi Rp160 ribu.