Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait adanya narapidana yang kembali melakukan tindak kriminal usai dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemik COVID-19.
"Saya harapkan seluruh Kakanwil dan Kadivpas berkoordinasi dengan para Kapolda di seluruh daerahnya agar warga binaan pemasyarakatan yang mengulangi tindak pidana setelah mendapatkan asimilasi dan integrasi untuk segera dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan usai menjalani BAP di kepolisian, agar yang bersangkutan langsung menjalani pidananya," ujar Yasonna dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Hal tersebut disampaikan Yasonna saat memberikan pengarahan secara daring kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Selain pihak kepolisian, Yasonna juga meminta jajarannya untuk berkoordinasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda).
Dia pun mengingatkan kepada Kakanwil Kemenkumham dan Kadivpas untuk melengkapi administrasi para narapidana dan anak yang dibebaskan, serta basis data pasca program asimilasi terkait COVID-19, agar koordinasi bisa berjalan baik.
Dalam kesempatan itu, Yasonna juga meminta jajarannya untuk melakukan evaluasi serta meningkatkan pengawasan terhadap warga binaan yang dibebaskan melalui asimilasi dan integrasi.
Menurutnya, upaya ini penting dilakukan guna menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program tersebut.
"Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian, termasuk curanmor. Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang akan mendapat program asimilasi harus dipantau lagi rekam jejaknya. Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena dapat merusak muruah dari program ini," ujarnya menegaskan.
Yasonna juga menekankan agar Kakanwil turut memonitor narapidana dan anak yang telah dibebaskan. "Cek langsung ke keluarga tempat warga binaan menjalani asimilasi. Saya minta seluruh Kakanwil memantau program ini 24 jam setiap harinya," ucap Yasonna.
Yasonna menyebut pengarahan ini dilakukan sebagai bentuk evaluasi atas sikap masyarakat yang mengeluhkan kebijakan asimilasi dan integrasi terkait wabah COVID-19.
Keluhan ini, kata dia, muncul akibat sejumlah kasus pengulangan tindak pidana oleh warga binaan yang dibebaskan lewat kebijakan tersebut.
Kendati angka pengulangan tindak pidana tersebut dinilai rendah, Yasonna tetap meminta dilakukan berbagai evaluasi untuk memulihkan rasa aman di dalam masyarakat.
Hingga Senin, pukul 07.00 WIB, jumlah narapidana dan anak yang dibebaskan lewat program asimilasi mencapai 38.822 orang.
"Hal ini sangat penting kita lakukan. Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum COVID-19 ini," ujar Yasonna.
"Tapi, kita tidak boleh beralasan demikian. Terlebih saat ini publik disuguhi informasi yang mengerikan, termasuk yang sebenarnya merupakan hoaks, terkait warga binaan asimilasi di sejumlah daerah. Karenanya, bila ada berita di media terkait pengulangan tindak pidana, saya minta setiap kanwil bertindak aktif memastikan kebenarannya di kepolisian. Hal ini harus dilakukan agar masyarakat tidak jadi ketakutan akibat berita miring yang tidak benar," tuturnya.
Dalam sesi pengarahan itu, Yasonna kembali mengingatkan agar kebijakan asimilasi ini bersih dari pungli.
"Hukuman berat menanti bila ada pegawai melakukan pungli terhadap narapidana yang berhak mendapatkan program asimilasi. Saya sampaikan, jangan ada yang mencoba bermain," kata dia.