Akibat PPDB, seorang pelajar berprestrasi putus sekolah
Jakarta (ANTARA) - Pelajar prestasi meraih ratusan penghargaan Aristawidya Maheswari (15), akhirnya memilih putus sekolah, setelah prestasi meraih ratusan penghargaan tidak terakomodasi oleh sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jakarta 2020.
"Agak sedih juga tapi karena memang tidak masuk karena nilai. Nilai aku tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah juga. Udah coba ke delapan sekolah, tapi tidak dapat juga," kata Arista, saat dijumpai di kediamannya, Rusun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu.
Rabu (8/7) pukul 15.00 WIB adalah batas waktu penerimaan sekolah negeri melalui jalur terakhir berupa 'bangku sisa' yang dialokasikan dari peserta PPDB yang tidak mendaftar ulang serta siswa tidak naik kelas.
Meski faktor usia tidak lagi dipertimbangkan dalam jalur terakhir itu, namun perempuan peraih 700 lebih penghargaan seni lukis tingkat daerah dan nasional itu kalah bersaing dalam perolehan pembobotan nilai.
Baca juga: Peserta PPDB peraih ratusan penghargaan berharap 'bangku sisa'
Alumni SMPN 92 Jakarta itu hanya mengumpulkan total nilai 7.762,4 berdasarkan akumulasi nilai rata-rata rapor 81,71 dikalikan nilai akreditasi 9,5 poin.
"Pada jalur terakhir ini aku mencoba di SMAN 12, 21, 36, 61, 53, 59, 45 dan 102. Tapi rata-rata yang diterima nilainya 8.000-an," katanya.
Arista pun memutuskan untuk putus sekolah pada tahun ini. Kondisi itu akan dimanfaatkan untuk fokus mengajar lukis di sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur.
"Rasanya sedih juga, tapi senangnya, aku bisa meluangkan waktu untuk melukis, mengajar dan lebih banyak waktu berbagi di RPTRA," katanya.
Baca juga: Di mana bangku sekolah untuk Arista?
Saat ini, Arista memiliki aktivitas rutin mengajar lukis di RPTRA Cibesut, Jaka Berseri, Jaka Teratai dan Yayasan Rumah Kita.
Selain berbagi ilmu melukis kepada anak jalanan, perempuan yatim piatu yang mengidolakan pelukis Basuki Abdullah itu, juga memiliki murid dari kalangan anak-anak perumahan di sekitar RPTRA.
"Kalau di RPTRA itu sifatnya sosial tidak ada biaya, kecuali yang privat panggilan ke rumah di dekat RPTRA, ada untuk uang jajan saya," katanya.
Sedangkan untuk bersekolah di swasta, Arista terbentur dengan biaya.
Baca juga: Demo protes PPDB DKI berlanjut hingga ke Istana Merdeka
Putri dari pasangan Triyo Nuryamin dan Armeisita Nugraha Riska itu berstatus yatim piatu sejak usia dua tahun setelah orang tuanya meninggal pada kurun 2010 dan 2012.
Peraih 700 lebih penghargaan sejak usia TK dan SD itu gagal di jalur prestasi PPDB 2020 sebab sistem mensyaratkan penghargaan lomba diraih maksimal tiga tahun terakhir.
"Agak sedih juga tapi karena memang tidak masuk karena nilai. Nilai aku tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah juga. Udah coba ke delapan sekolah, tapi tidak dapat juga," kata Arista, saat dijumpai di kediamannya, Rusun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu.
Rabu (8/7) pukul 15.00 WIB adalah batas waktu penerimaan sekolah negeri melalui jalur terakhir berupa 'bangku sisa' yang dialokasikan dari peserta PPDB yang tidak mendaftar ulang serta siswa tidak naik kelas.
Meski faktor usia tidak lagi dipertimbangkan dalam jalur terakhir itu, namun perempuan peraih 700 lebih penghargaan seni lukis tingkat daerah dan nasional itu kalah bersaing dalam perolehan pembobotan nilai.
Baca juga: Peserta PPDB peraih ratusan penghargaan berharap 'bangku sisa'
Alumni SMPN 92 Jakarta itu hanya mengumpulkan total nilai 7.762,4 berdasarkan akumulasi nilai rata-rata rapor 81,71 dikalikan nilai akreditasi 9,5 poin.
"Pada jalur terakhir ini aku mencoba di SMAN 12, 21, 36, 61, 53, 59, 45 dan 102. Tapi rata-rata yang diterima nilainya 8.000-an," katanya.
Arista pun memutuskan untuk putus sekolah pada tahun ini. Kondisi itu akan dimanfaatkan untuk fokus mengajar lukis di sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur.
"Rasanya sedih juga, tapi senangnya, aku bisa meluangkan waktu untuk melukis, mengajar dan lebih banyak waktu berbagi di RPTRA," katanya.
Baca juga: Di mana bangku sekolah untuk Arista?
Saat ini, Arista memiliki aktivitas rutin mengajar lukis di RPTRA Cibesut, Jaka Berseri, Jaka Teratai dan Yayasan Rumah Kita.
Selain berbagi ilmu melukis kepada anak jalanan, perempuan yatim piatu yang mengidolakan pelukis Basuki Abdullah itu, juga memiliki murid dari kalangan anak-anak perumahan di sekitar RPTRA.
"Kalau di RPTRA itu sifatnya sosial tidak ada biaya, kecuali yang privat panggilan ke rumah di dekat RPTRA, ada untuk uang jajan saya," katanya.
Sedangkan untuk bersekolah di swasta, Arista terbentur dengan biaya.
Baca juga: Demo protes PPDB DKI berlanjut hingga ke Istana Merdeka
Putri dari pasangan Triyo Nuryamin dan Armeisita Nugraha Riska itu berstatus yatim piatu sejak usia dua tahun setelah orang tuanya meninggal pada kurun 2010 dan 2012.
Peraih 700 lebih penghargaan sejak usia TK dan SD itu gagal di jalur prestasi PPDB 2020 sebab sistem mensyaratkan penghargaan lomba diraih maksimal tiga tahun terakhir.