Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof dr Endang L Achadi mengemukakan bahwa stunting tidak sama dengan anak pendek karena genetik atau kerdil.
Endang dalam webinar bedah buku pencegahan stunting yang ditulis oleh beberapa pakar, dipantau di Jakarta, Senin, menerangkan terdapat pemahaman yang salah di masyarakat, karena menganggap anak yang tumbuh dengan tubuh pendek mengikuti potensi genetik orang tuanya yang juga tidak tinggi.
Baca juga: Menteri dorong riset pangan tangani kekerdilan di tengah pandemi
Padahal yang sesungguhnya terjadi, kata Endang, anak tumbuh menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud, yaitu proses pertumbuhan selama dalam kandungan dan beberapa bulan setelah dilahirkan.
"Stunting bukan semata pada ukuran fisik pendek, tapi lebih pada konsep bahwa proses terjadinya stunting bersamaan dengan proses terjadinya hambatan pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya, termasuk otak, jantung, ginjal dan lain-lain," kata Endang.
Endang menerangkan kondisi stunting yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan organ-organ tubuh pada anak termasuk otak anak bisa menyebabkan anak tersebut memiliki kemampuan berpikir di bawah anak-anak yang tidak stunting.
Dengan begitu, kata dia, kondisi stunting pada anak tidak hanya berdampak pada individu yang bersangkutan, namun juga pada kondisi SDM suatu negara.
Baca juga: Antisipasi stunting, Balitbangtan masyarakatkan padi Inpari Nutri Zinc
Baca juga: Pemerintah pastikan asupan gizi ibu hamil dan anak selama pandemi
Dia menjabarkan anak yang stunting karena kurang mendapatkan asupan gizi selama dalam kandungan dan dua tahun setelah dilahirkan akan memiliki masalah pada perkembangan organ-organ di dalam tubuhnya pada masa pertumbuhan tersebut.
Hal itulah yang menyebabkan anak tersebut memiliki risiko lebih tinggi memiliki penyakit yang berkaitan dengan gangguan kesehatan pada organ tubuh, seperti hipertensi, gagal ginjal, jantung koroner, dan diabetes melitus.
Ahli gizi dari FKM UI Dr Ir Diah M Utari yang juga salah satu penulis buku tersebut menegaskan kerdil tidak bisa disamakan dengan stunting. Kerdil atau dwarfism didefinisikan sebagai orang dewasa yang memiliki tinggi badan kurang dari 147 cm diakibatkan faktor genetik atau medis.
Sementara stunting bila ditemukan pada dewasa laki-laki memiliki tinggi badan di bawah 161,9 cm dan perempuan kurang dari 150,1 cm.
Berita Terkait
Dishanpang dukung Posyandu optimalkan pencegahan stunting di Pulang Pisau
Rabu, 21 Juni 2023 17:09 Wib
Indonesia masuk kelompok 10 negara dengan tubuh terpendek di dunia
Sabtu, 18 Februari 2023 0:18 Wib
Stunting bisa diderita anak dari berbagai level ekonomi
Jumat, 3 Februari 2023 9:09 Wib
Pertajam data keluarga agar kekerdilan diatasi tepat sasaran, kata Kepala BKKBN
Kamis, 7 April 2022 21:43 Wib
Rokok disebut jadi faktor Indonesia duduki posisi 108 kekerdilan dunia
Kamis, 20 Januari 2022 15:18 Wib
Jumlah anak kerdil daerah ini menurun selama 2019
Minggu, 22 Desember 2019 11:44 Wib
Target Ma'ruf Amin turunkan angka stunting di Indonesia hingga tujuh persen
Kamis, 31 Oktober 2019 16:03 Wib
Begini cara mencegah anak menderita stunting
Minggu, 24 Februari 2019 17:56 Wib