Pertajam data keluarga agar kekerdilan diatasi tepat sasaran, kata Kepala BKKBN
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan pihaknya terus berupaya mempertajam data keluarga agar permasalahan kekerdilan pada anak dapat diatasi dengan tepat sasaran.
“Persiapan keluarga kami juga mengukur dengan data-data terkini, bagaimana sih dengan indeks kesiapan berkeluarga remaja ini sehingga nantinya siap untuk siap nikah dan siap hamil,” katanya dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan BKKBN secara daring pada 7.322 remaja usia 20-24 tahun yang belum menikah, Hasto menyebutkan, indeks kesiapan berkeluarga para remaja di Indonesia menyentuh angka 72.91 yang berarti berkategori belum siap.
Penelitian yang dilakukan pada rentang waktu 20 Juli-7 Agustus 2021 itu, menyebutkan apabila belum siap remaja Indonesia untuk menikah dapat dilihat dari enam dimensi yakni aspek finansial, usia rencana menikah, emosional, fisik, intelektual, dan sosial.
Guna lebih mempertajam data terkait dengan kesiapan keluarga, BKKBN bahkan membuat sebuah aplikasi bernama Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) agar program percepatan penurunan kekerdilan tepat sasaran.
“Data-data yang tercatat dapat diakses secara real time by name by address oleh para kepala daerah masing-masing agar intervensi bisa segara dilakukan sebelum terjadinya pernikahan dan kehamilan,” ucap dia.
Sayangnya, katanya, hasil menunjukkan terdapat 65.833 calon pengantin di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 22 persen calon pengantin perempuan dinyatakan terkena anemia dan 18 persen di antaranya memiliki lingkar lengan atas yang kurang dari 23,5 sentimeter.
Bahkan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Timor Tengah Selatan, yang menjadi kabupaten dengan angka prevalensi tertinggi secara nasional, memiliki ibu dengan anemia sebanyak 47 persen dan 18 persen memiliki lingkar lengan kurang dari 23,5 sentimeter.
“Kalau kita lihat juga lumayan mengerikan, secara nasional dari dua minggu lalu sampai hari ini data bergerak terus. Yang terkena anemia 22 persen, kemudian NTT saat saya ke sana ada 876 catin (calon pengantin) yang kita periksa, 48 persennya anemia calon ibu rumah tangganya,” kata Hasto.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan semua pihak harus ikut bekerja sama mengantisipasi agar generasi masa depan bangsa tidak terkena kekerdilan.
Ia menuturkan dengan angka prevalensi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini yakni 24,4 persen, artinya satu di antara empat anak dipastikan mengalami kekerdilan, jauh dari standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Apabila kekerdilan tidak diselesaikan sejak saat ini, Indonesia akan sulit menyambut generasi emas. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ekstra guna mengentaskan masalah tersebut.
“Kalau kita tidak menyelesaikan permasalahan ini hari ini itulah sebabnya kita harus bersama-sama semua pihak untuk mencoba mencari akar permasalahannya dan mengambil peran khususnya dalam mengatasi permasalahan ini,” ucap dia.
“Persiapan keluarga kami juga mengukur dengan data-data terkini, bagaimana sih dengan indeks kesiapan berkeluarga remaja ini sehingga nantinya siap untuk siap nikah dan siap hamil,” katanya dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan BKKBN secara daring pada 7.322 remaja usia 20-24 tahun yang belum menikah, Hasto menyebutkan, indeks kesiapan berkeluarga para remaja di Indonesia menyentuh angka 72.91 yang berarti berkategori belum siap.
Penelitian yang dilakukan pada rentang waktu 20 Juli-7 Agustus 2021 itu, menyebutkan apabila belum siap remaja Indonesia untuk menikah dapat dilihat dari enam dimensi yakni aspek finansial, usia rencana menikah, emosional, fisik, intelektual, dan sosial.
Guna lebih mempertajam data terkait dengan kesiapan keluarga, BKKBN bahkan membuat sebuah aplikasi bernama Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil) agar program percepatan penurunan kekerdilan tepat sasaran.
“Data-data yang tercatat dapat diakses secara real time by name by address oleh para kepala daerah masing-masing agar intervensi bisa segara dilakukan sebelum terjadinya pernikahan dan kehamilan,” ucap dia.
Sayangnya, katanya, hasil menunjukkan terdapat 65.833 calon pengantin di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 22 persen calon pengantin perempuan dinyatakan terkena anemia dan 18 persen di antaranya memiliki lingkar lengan atas yang kurang dari 23,5 sentimeter.
Bahkan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni Timor Tengah Selatan, yang menjadi kabupaten dengan angka prevalensi tertinggi secara nasional, memiliki ibu dengan anemia sebanyak 47 persen dan 18 persen memiliki lingkar lengan kurang dari 23,5 sentimeter.
“Kalau kita lihat juga lumayan mengerikan, secara nasional dari dua minggu lalu sampai hari ini data bergerak terus. Yang terkena anemia 22 persen, kemudian NTT saat saya ke sana ada 876 catin (calon pengantin) yang kita periksa, 48 persennya anemia calon ibu rumah tangganya,” kata Hasto.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan semua pihak harus ikut bekerja sama mengantisipasi agar generasi masa depan bangsa tidak terkena kekerdilan.
Ia menuturkan dengan angka prevalensi yang dimiliki oleh Indonesia saat ini yakni 24,4 persen, artinya satu di antara empat anak dipastikan mengalami kekerdilan, jauh dari standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Apabila kekerdilan tidak diselesaikan sejak saat ini, Indonesia akan sulit menyambut generasi emas. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ekstra guna mengentaskan masalah tersebut.
“Kalau kita tidak menyelesaikan permasalahan ini hari ini itulah sebabnya kita harus bersama-sama semua pihak untuk mencoba mencari akar permasalahannya dan mengambil peran khususnya dalam mengatasi permasalahan ini,” ucap dia.