Perjelas posisi PT NAP, DPRD Kalteng jadwalkan RDP dengan Dishut
Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah Lohing Simon menyatakan bahwa pihaknya sedang menjadwalkan rapat dengar pendapat dengan Dinas Kehutanan, sebagai upaya menyikapi dan memperjelas posisi PT Nagabhuana Aneka Piranti, perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan plywood.
Penjadwalan RDP sangat diperlukan karena Komisi II menemukan fakta bahwa perusahaan yang berada di Kabupaten Pulang Pisau itu tidak sepenuhnya memproduksi plywood dari kayu Sengon, kata Simon di Palangka Raya, Senin.
"Ternyata perusahaan itu juga membuat plywood dari kayu Meranti dan kayu campuran lainnya. Jadi, tidak murni bahan bakunya hanya berasal dari kayu Sengon. Ini yang mau kami perjelas dengan Dinas Kehutanan Kalteng melalui RDP," tambahnya.
Dikatakan, fakta yang terjadi tersebut cukup disayangkan, terlebih PT NAP ini dapat dikatakan sebagai pabrik plywood terbesar di Kalteng. Padahal sejak awal berdirinya, pabrik tersebut memang memproduksi kayu olahan berbahan baku sengon.
Dia mengatakan kondisi di lapangan ternyata berbeda dengan informasi pendirian awal. Sebab, perusahaan tersebut memproduksi plywood dari meranti dan kayu lain yang didapat dari perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
"Hampir tidak ada lagi mereka menggunakan kayu Sengon dalam membuat plywood. Sementara masyarakat di Kalteng, khususnya di Pulang Pisau dan Kapuas sudah banyak yang memanam tanaman Sengon, dengan harapan dibeli oleh PT NAP saat siap di panen," kata Lohing.
Baca juga: Diduga tak fokus kayu Sengon, DPRD Kalteng berencana panggil PT NAP
Jikapun perusahaan mengambil kayu Sengon dari perkebunan masyarakat, lanjut dia, kualitas dan standar yang diminta sulit dipenuhi oleh para pekebun di wilayah setempat. Di mana pihak pabrik hanya menerima yang berdiameter 30 sentimeter, sedangkan sengon yang dihasilkan masyarakat tidak banyak yang mampu mencapai standar tersebut.
Akibat seleksi yang relatif sulit itu, membuat masyarakat merasa bakal rugi dan akhirnya tidak memiliki pemikiran untuk kembali menanam sengon. Sementara, keberadaan perusahaan tersebut awalnya untuk membantu peningkatan ekonomi masyarakat.
"Kami juga tidak tahu HTI mana yang menyuplai bahan bakunya. Ini juga harus dibicarakan dengan Dinas Kehutanan agar sama-sama tahu dan persoalannya bisa kita lihat," demikian Lohing.
Baca juga: Legislator Kalteng minta pemprov bantu UMKM hadapi kesulitan saat COVID-19
Baca juga: Jalan dan jembatan penghubung Kotim-Seruyan perlu ditangani segera
Baca juga: Masyarakat di Kapuas keluhkan minimnya jaringan listrik dan telekomunikasi
Baca juga: Legilastor Kalteng berharap perbankan buka layanan hingga kecamatan
Baca juga: Legislator Kalteng ingatkan penyalahgunaan obat-obatan harus Dicegah
Penjadwalan RDP sangat diperlukan karena Komisi II menemukan fakta bahwa perusahaan yang berada di Kabupaten Pulang Pisau itu tidak sepenuhnya memproduksi plywood dari kayu Sengon, kata Simon di Palangka Raya, Senin.
"Ternyata perusahaan itu juga membuat plywood dari kayu Meranti dan kayu campuran lainnya. Jadi, tidak murni bahan bakunya hanya berasal dari kayu Sengon. Ini yang mau kami perjelas dengan Dinas Kehutanan Kalteng melalui RDP," tambahnya.
Dikatakan, fakta yang terjadi tersebut cukup disayangkan, terlebih PT NAP ini dapat dikatakan sebagai pabrik plywood terbesar di Kalteng. Padahal sejak awal berdirinya, pabrik tersebut memang memproduksi kayu olahan berbahan baku sengon.
Dia mengatakan kondisi di lapangan ternyata berbeda dengan informasi pendirian awal. Sebab, perusahaan tersebut memproduksi plywood dari meranti dan kayu lain yang didapat dari perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
"Hampir tidak ada lagi mereka menggunakan kayu Sengon dalam membuat plywood. Sementara masyarakat di Kalteng, khususnya di Pulang Pisau dan Kapuas sudah banyak yang memanam tanaman Sengon, dengan harapan dibeli oleh PT NAP saat siap di panen," kata Lohing.
Baca juga: Diduga tak fokus kayu Sengon, DPRD Kalteng berencana panggil PT NAP
Jikapun perusahaan mengambil kayu Sengon dari perkebunan masyarakat, lanjut dia, kualitas dan standar yang diminta sulit dipenuhi oleh para pekebun di wilayah setempat. Di mana pihak pabrik hanya menerima yang berdiameter 30 sentimeter, sedangkan sengon yang dihasilkan masyarakat tidak banyak yang mampu mencapai standar tersebut.
Akibat seleksi yang relatif sulit itu, membuat masyarakat merasa bakal rugi dan akhirnya tidak memiliki pemikiran untuk kembali menanam sengon. Sementara, keberadaan perusahaan tersebut awalnya untuk membantu peningkatan ekonomi masyarakat.
"Kami juga tidak tahu HTI mana yang menyuplai bahan bakunya. Ini juga harus dibicarakan dengan Dinas Kehutanan agar sama-sama tahu dan persoalannya bisa kita lihat," demikian Lohing.
Baca juga: Legislator Kalteng minta pemprov bantu UMKM hadapi kesulitan saat COVID-19
Baca juga: Jalan dan jembatan penghubung Kotim-Seruyan perlu ditangani segera
Baca juga: Masyarakat di Kapuas keluhkan minimnya jaringan listrik dan telekomunikasi
Baca juga: Legilastor Kalteng berharap perbankan buka layanan hingga kecamatan
Baca juga: Legislator Kalteng ingatkan penyalahgunaan obat-obatan harus Dicegah