Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Budhy Sutrisno membantah ada oknum pegawai yang dipimpinnya terlibat atau menjadi mafia tanah di wilayah setempat.
"Kalau dianggap ada oknum mafia tanah di BPN, saya tidak bisa banyak komentar. Kalau ada oknumnya itu, siapa? Yang jelas, saya tidak terlibat dalam hal itu," kata Budhy kepada sejumlah awak media di kantornya di Palangka Raya, Senin.
Munculnya indikasi ada oknum ATR/BPN Kota Palangka Raya menjadi mafia tanah, tidak lain atas pernyataan Madi Guning Sius dan Umin Duar yang melakukan unjuk rasa di Jalan Hiu Putih pada hari Minggu (28/2/2021) siang.
Bahkan ada sekitar 150 sertifikat tanah yang muncul di tanah mereka dan kini dimiliki oleh orang lain. Sedangkan mereka memiliki tanah berdasarkan paklaring sekitar tahun 1960 dan tanah tersebut mereka rawat.
"Saya tidak bisa menghitung berapa jumlah sertifikat tanah yang diterbitkan di kawasan Jalan Banteng dan Hiu Putih selama tahun 2019," kata Budhy.
Kemudian, lanjut dia, terkait penerbitan sertifikat oleh pihak BPN di Kota Palangka Raya tentunya sudah melalui prosedur yang benar.
Pertama meliputi prosedur pengukuran, prosedur pemeriksaan tanah, kemudian prosedur penerbitan sertifikat. Bahkan semua prosedur itu pasti sudah dijalani baik itu dari permohonan-permohonan pemohon dan ditindaklanjuti pemeriksaan tanah oleh BPN yang mana melibatkan lurah setempat.
"Pada intinya penerbitan sertifikat tanah sudah sesuai prosedur di BPN," katanya.
Menjawab adanya pertanyaan sejumlah awak media tentang, apakah diperkenankan penerbitan sertifikat tanah di kawasan hutan ?. Ia menjelaskan, apabila dalam kontek saat ini itu tidak diperbolehkan menerbitkan sertifikat tanah di dalam kawasan hutan.
Budhy mengatakan akan tetapi, di Palangka Raya dan provinsi setempat umumnya, pada masa-masa dimana terkait dalam kawasan dan non kawasan ada perubahan-perubahan.
Baca juga: Puluhan warga Palangka Raya resah tanah mereka diklaim orang
"Nah terkait dengan kontek apakah sertifikat tanah yang terbit dalam kawasan saat ini, mungkin jawabannya ada tetapi kenapa hal tersebut bisa terjadi itu kemungkinan pada saat penerbitan bisa pada tahun 80-90an," bebernya.
Dilanjutkannya, kemungkinan pada saat itu diperkenankan diterbitkan karena pada saat itu masih wilayahnya belum ditetapkan kawasan hutan.
Bahkan hampir semua permasalahan tanah di Palangka Raya seperti itu. Karena BPN sebenarnya juga tidak tahu kerana pihaknya selama ini, hanya sebagai lembaga administrasi dan siapa pun yang mengurus tanah disini selalu kami melayani sesuai administrasi yang diajukan.
"Jadi kalau orang-orang datang kesini mengurus penerbitan sertifikat tanah orangnya benar itu Alhamdulillah. tetapi apabila yang datang membawa surat palsu kesini siapa yang tahu," demikian Budhy.
Baca juga: Maraknya sengketa lahan, pemerintah diminta antisipasi konflik dan penyelesaiannya
Baca juga: Upaya penyelesaian konflik agraria hingga ketimpangan penguasaan tanah di Kalteng