Kurangi pembuangan sampah ke TPA, DLH Barsel lakukan inovasi
Sebab produksi sampah di kota Buntok dalam setiap harinya rata-rata 70 hingga 75 kubik, dan itu belum lagi sampah yang dibuang secara langsung oleh masyarakat ke TPA,
Buntok, Kalteng (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, melakukan sejumlah inovasi sebagai upaya mengurangi pembuangan sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Inovasi itu sejalan dengan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) dalam pengurangan sampah mulai 2019 hingga 2024, kata kabid Pengelolaan sampah, B3, dan peningkatan kapasitas lingkungan hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Barito Selatan, Nanang Shalahuddin, di Buntok, Jumat.
"Melalui kebijakan tersebut diharapkan sampah yang masuk ke TPA dalam setiap harinya dapat dikurangi sekitar 30 persen.
Dikatakan, pengurangan sampah ini dilakukan melalui Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Di mana TPS3R itu dikelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mereka yang mengumpul dan mengambil sampah pada rumah yang berlangganan untuk diambil sampahnya.
Dia mengatakan sampah tersebut selanjutnya diproses dengan memilah dan mengumpulkan sampah yang masih bermanfaat seperti plastik, serta kardus dan residunya dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah.
"Untuk sampah basahnya digunakan mereka untuk membuat kompos, sehingga dari hal itu terjadi pengurangannya," kata Nanang
Sedangkan langkah lainnya untuk pengurangan sampah yang dibuang rumah tangga ke TPS dengan didirikannya Bank sampah. Dengan adanya Bank sampah ini, pihaknya juga menyarankan kepada masyarakat agar sebelum membuang sampah ke TPS supaya memilah sampah yang memiliki nilai jual.
Baca juga: Pembinaan kampung KB di Barsel dilakukan lintas sektoral
Dia mengatakan sampah yang masih memiliki nilai jual itu dapat dikumpul dan dibawa ke Bank sampah untuk ditabung atau dijual, dan masyarakat yang menabung dan menjual sampah itu nantinya dapat menjadi anggota Bank sampah.
"Jumlah sampah yang dibawa pihaknya dari TPS menuju ke TPA akan berkurang, sehingga usia dari TPA akan bisa menjadi lebih lama," kata Nanang.
Ia mencontohkan, seandainya luas TPA itu satu hektar yang direncanakan penuh dalam lima tahun, maka akan penuh dalam tiga tahun apabila berbagai jenis sampah masuk semuanya.
"Sebab produksi sampah di kota Buntok dalam setiap harinya rata-rata 70 hingga 75 kubik, dan itu belum lagi sampah yang dibuang secara langsung oleh masyarakat ke TPA," bebernya.
Ia menyampaikan, kalau penuh tidak sesuai dengan target usia yang direncanakan, tentunya pemerintah kabupaten akan terbebani untuk penganggaran pembuatan TPA yang baru.
"Saat ini kita hanya mampu untuk biaya operasional pengelolaannya saja, sedangkan infrastruktur pembangunan TPAnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Satuan Kerja (Satker) Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman (PLP) Provinsi Kalimantan Tengah," demikian Nanang.
Baca juga: Begini pelaksanaan ujian sekolah di Barito Selatan
Baca juga: TPA sampah sistem 'sanitary landfill' sedang dibangun di Barsel
Baca juga: Jumlah pencari kerja di Barsel selama tahun 2020 mencapai 933 orang
Baca juga: Polda Kalteng apresiasi kesiapan PPKM mikro di Barsel
Inovasi itu sejalan dengan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) dalam pengurangan sampah mulai 2019 hingga 2024, kata kabid Pengelolaan sampah, B3, dan peningkatan kapasitas lingkungan hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Barito Selatan, Nanang Shalahuddin, di Buntok, Jumat.
"Melalui kebijakan tersebut diharapkan sampah yang masuk ke TPA dalam setiap harinya dapat dikurangi sekitar 30 persen.
Dikatakan, pengurangan sampah ini dilakukan melalui Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Di mana TPS3R itu dikelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mereka yang mengumpul dan mengambil sampah pada rumah yang berlangganan untuk diambil sampahnya.
Dia mengatakan sampah tersebut selanjutnya diproses dengan memilah dan mengumpulkan sampah yang masih bermanfaat seperti plastik, serta kardus dan residunya dibuang ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah.
"Untuk sampah basahnya digunakan mereka untuk membuat kompos, sehingga dari hal itu terjadi pengurangannya," kata Nanang
Sedangkan langkah lainnya untuk pengurangan sampah yang dibuang rumah tangga ke TPS dengan didirikannya Bank sampah. Dengan adanya Bank sampah ini, pihaknya juga menyarankan kepada masyarakat agar sebelum membuang sampah ke TPS supaya memilah sampah yang memiliki nilai jual.
Baca juga: Pembinaan kampung KB di Barsel dilakukan lintas sektoral
Dia mengatakan sampah yang masih memiliki nilai jual itu dapat dikumpul dan dibawa ke Bank sampah untuk ditabung atau dijual, dan masyarakat yang menabung dan menjual sampah itu nantinya dapat menjadi anggota Bank sampah.
"Jumlah sampah yang dibawa pihaknya dari TPS menuju ke TPA akan berkurang, sehingga usia dari TPA akan bisa menjadi lebih lama," kata Nanang.
Ia mencontohkan, seandainya luas TPA itu satu hektar yang direncanakan penuh dalam lima tahun, maka akan penuh dalam tiga tahun apabila berbagai jenis sampah masuk semuanya.
"Sebab produksi sampah di kota Buntok dalam setiap harinya rata-rata 70 hingga 75 kubik, dan itu belum lagi sampah yang dibuang secara langsung oleh masyarakat ke TPA," bebernya.
Ia menyampaikan, kalau penuh tidak sesuai dengan target usia yang direncanakan, tentunya pemerintah kabupaten akan terbebani untuk penganggaran pembuatan TPA yang baru.
"Saat ini kita hanya mampu untuk biaya operasional pengelolaannya saja, sedangkan infrastruktur pembangunan TPAnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Satuan Kerja (Satker) Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman (PLP) Provinsi Kalimantan Tengah," demikian Nanang.
Baca juga: Begini pelaksanaan ujian sekolah di Barito Selatan
Baca juga: TPA sampah sistem 'sanitary landfill' sedang dibangun di Barsel
Baca juga: Jumlah pencari kerja di Barsel selama tahun 2020 mencapai 933 orang
Baca juga: Polda Kalteng apresiasi kesiapan PPKM mikro di Barsel