Distribusi logistik ke Kotim mulai terdampak larangan truk masuk kota

id Distribusi logistik ke Kotim mulai terdampak larangan truk masuk kota, Kalteng, Kotim, pelabuhan Sampit, Kirana, Dharma Lautan Utama, Sampit, Kotawari

Distribusi logistik ke Kotim mulai terdampak larangan truk masuk kota

KM Kirana I tujuan Semarang saat bertolak dari Pelabuhan Sampit, Sabtu (17/4/2021) pagi. Ini hari terakhir kapal roro ini melayani pelayaran di Pelabuhan Sampit karena PT Dharma Lautan Utama memutuskan menghentikan sementara pelayaran rute ini sampai waktu yang belum ditentukan. ANTARA/Norjani

Sampit (ANTARA) - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah melarang truk dan kendaraan berat lainnya masuk ke dalam kota Sampit, mulai berimbas terhadap distribusi logistik, bahkan PT Dharma Lautan Utama memutuskan mengevaluasi semua jadwal keberangkatan kapal mereka yang menuju Sampit.

"Harusnya Senin ada kapal berangkat dari Surabaya menuju Sampit. Sampai tanggal 11 Mei nanti, total ada 10 call (keberangkatan) menuju Sampit, tapi semua dievaluasi manajemen pusat. Berarti kalau kebijakan tidak berubah, maka keberangkatan hari ini merupakan keberangkatan kapal kami yang terakhir," kata Manajer PT Dharma Lautan Utama Cabang Sampit, Hendrik Sugiharto di Sampit, Sabtu.

PT Dharma Lautan Utama Cabang Sampit sudah secara resmi mengumumkan evaluasi operasional kapal mereka untuk tujuan Sampit. Kebijakan tersebut dilakukan sampai batas waktu yang beluk ditentukan.

Saat ditemui di Pelabuhan Sampit, Hendrik sedang memantau keberangkatan dua kapal mereka yaitu KM Kirana I tujuan Semarang dan KM Kirana III tujuan Surabaya. Dua kapal berjenis "roll on roll off" atau roro inilah yang selama ini melayani kendaraan pengangkut logistik seperti fuso bermuatan beras, sayuran, buah dan komoditas lainnya dari Pulau Jawa.

Sebaliknya, kapal ini pula yang melayani pengiriman komoditas hasil petani Kotawaringin Timur seperti kelapa dan lainnya untuk dipasarkan ke daerah lain. Produk-produk itu diangkut dari Sampit menggunakan fuso kemudian menumpang KM Kirana menuju Semarang dan Surabaya.

Namun sejak 13 April 2021, pemerintah kabupaten melarang truk dan kendaraan berat lainnya masuk ke dalam kota. Semua dialihkan ke Jalan Soekarno atau lingkar utara dan Jalan Mohammad Hatta atau lingkar selatan.

Pemerintah daerah beralasan, jalan lingkar selatan telah diperbaiki sehingga bisa digunakan oleh kendaraan berat. Pemerintah daerah pun kini melarang truk dan kendaraan berat lainnya masuk melintasi jalan-jalan dalam kota karena selama ini telah menimbulkan kerusakan seperti di Jalan Kapten Mulyono, Pelita Barat dan HM Arsyad.

Kebijakan itu diberlakukan sama, tidak terkecuali terhadap angkutan logistik dari dan menuju Pelabuhan Sampit, meski untuk menuju pelabuhan mereka hanya melalui Jalan Pramuka, Pemuda, S Parman dan sampai ke Pelabuhan Sampit. Rute angkutan pelabuhan ini tidak melintasi jalan-jalan utama yang dikhawatirkan rusak tersebut yaitu Jalan Kapten Mulyono, Pelita Barat dan HM Arsyad.

Kebijakan ini ternyata berimbas kurang baik terhadap distribusi logistik. PT Dharma Lautan Utama sudah mengirim surat kepada Dinas Perhubungan untuk menjelaskan kondisi yang terjadi namun hingga kini belum ada jalan keluar yang bisa diterima semua pihak, khususnya pelaku usaha.

Baca juga: Dua kapal bertolak dari Sampit angkut warga mudik lebih awal

Solusi yang ditawarkan Dinas Perhubungan yakni diperbolehkan masuk kota asal dengan muatan hanya 50 persen, ternyata belum menjadi solusi yang dinilai tepat oleh pelaku usaha.

Hendrik mengaku pihaknya tidak mempermasalahkan tawaran solusi itu, namun keberatan justru datang dari kalangan pengusaha pemilik barang dan petani pengirim barang. Kebijakan itu dinilai memberatkan karena biaya produksi, khususnya angkutan bongkar muat menjadi melonjak sehingga kurang menguntungkan bagi kelangsungan usaha mereka.

Kondisi itu memaksa sejumlah pengusaha akhirnya mengalihkan pengiriman barang mereka melakukan Pelabuhan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara ekonomi, hal ini tentu akan berdampak besar terhadap komoditas barang yang dibawa karena pelaku usaha harus mengeluarkan biaya angkutan jauh lebih besar dari biasanya.

Saat berlayar dari Semarang dan Surabaya menuju Sampit, kapal milik PT Dharma Lautan Utama biasanya membawa logistik dan barang kebutuhan lainnya. Sementara saat kembali, dua kapal itu membawa muatan hasil bumi dari Kotawaringin Timur menuju Pulau Jawa, seperti kelapa dan lainnya.

"Dari sisi bisnis, jika hanya sedikit kendaraan yang diangkut maka itu tidak memungkinkan bagi kami untuk beroperasi. Manajemen tentu tidak ingin merugi, makanya akhirnya diputuskan pelayaran menuju Sampit dievaluasi," jelas Hendrik.

Hendrik menambahkan, kebijakan mengevaluasi pelayaran menuju Sampit itu bisa saja dicabut jika pemerintah daerah kembali mengizinkan angkutan barang menuju Pelabuhan Sampit beroperasi seperti biasa. Namun untuk keberangkatan untuk Senin lusa sudah dipastikan dibatalkan.

Baca juga: Legislator: Peternak Kotim kesulitan mengakses permodalan

"Kalau misalnya ada kebijakan dari pemerintah daerah mengizinkan angkutan boleh masuk menuju Pelabuhan Sampit, tentu perlu waktu bagi kami menyampaikan ke pimpinan pusat, kemudian pengguna jasa juga tentu harus mempersiapkan angkutan mereka juga. Ini dampaknya memang luas," ujar Hendrik.

Sementara itu Japar, salah seorang sopir mengaku keberatan dengan kondisi ini. Menurutnya, seharusnya pemerintah daerah memberi kelonggaran khusus kendaraan yang akan masuk ke pelabuhan karena ini juga untuk kepentingan masyarakat.

"Apalagi jalur kami menuju pelabuhan ini kan tidak melewati jalan pusat kota seperti yang dikeluhkan masyarakat dan ini sudah sejak dulu. Kami ini juga tidak hilir mudik setiap hari. Ketika ada barang atau kapal tiba di Sampit, baru melintasi jalan di sini," kata Japar.

Pria asal Lumajang ini menilai solusi mengurangi separuh muatan bukanlah solusi terbaik. Hal itu tentu tidak menguntungkan bagi pelaku usaha pemilik barang karena membuat biaya melonjak. 

Jika ongkos angkut tinggi maka dampaknya juga dipastikan akan turut dirasakan masyarakat karena harga barang menjadi naik. Jika dipaksa bertolak melalui Pelabuhan Kumai juga dipastikan akan membuat biaya angkutan melonjak sehingga akan berpengaruh terhadap harga barang.

"Kami sopir ini tidak masalah, tapi kasihan pemilik barangnya. Ini dampaknya luas. Kalau mereka tidak bisa mengirim barang, angkutan juga tidak bisa beroperasi. Tapi kalau ongkos angkutan jadi naik maka harga barang juga otomatis akan naik. Mudah-mudahan pemerintah daerah mempertimbangkan ini," demikian Japar.

Baca juga: DPRD Kotim minta komitmen bersama membantu penyelesaian sengketa lahan